Mulkan Jabariyan : Lemah dan Tertipunya Barisan Politik Ulama Dakwah

Ujian dalam perpolitikan terkadang sulit untuk difahami dan juga dimengerti, apalagi ketika orang orang yang mengisi hanyalah tooo seorang kiyai yang bisanya hanya ngaji dan ngaji. Dia tidak pernah terlibat langsung dimedan jihad lapangan yang dimana disana akan banyak menemukan ilmu ilmu praktis diluar teori teori konspirasi sekalipun. Iman yang sifatnya farsial subjektif telah menambah kedunguan sebagian orang yang menganggap bahwa kelompoknyalah yang palih benar dan saleh, kelompok yang meski berapi api menerima hukum NKRI tapi dibalik layar men”Thogut” kan hukum NKRI itu sendiri. Banyaknya barisan yang berlatar belakang NII sayap kiri tentu telah menambah pundi pundi kebijakan yang sifatnya ”hara kiri” yakni memberangus yang tidak sejalan, mengintimidasi, membuang, memecat, mengkerdilkan dan atau bahkan menghalalkan darah saudaranya sendiri. Faham yang dirasa sangat gila dan tidak masuk akal saja bagi sebagian ilmuan kekinian. Berstrategi seumpama permainan catur seolah….padahal justru caturnya sendiri telah diharamkan secara qoth’i jauh jauh hari, ironi memang karena banyak penipuan penipuan yang secara kasat mata orang terlalu muak meladeninya.

Dalam perjalanannya banyak ulama ulama hanif memilih menjaga jarak dengan penguasa, banyak ulama ulama lurus kembali pada khiitoh perjuangannya yakni fokus membersamai ummat yang sangat merindukan pemimpin yang adil nan beradab. Bukan yang mengaku ulama tetapi dalam tataran tekhnis justru memberangus sistem keadaban berilmu, memberangus sistem nilai nilai persaudaraan, memberangus nilai nilai ajaran islam itu sendiri. Banyak kesombongan disana sini, banyak manifulatif disana sini, banyak pemufakatan pemufakatan makar disana sini, menyerang pemerintah seolah padahal justru bersusah payah merapat tiada lelah. Geli dan jijik sebetulnya ketika melihat mereka yang berlabel ustadz, ajengan, kiyai dikomunitasnya namun banyak melakukan berbagai sistem ”syaithoniah” dalam bermuamalah, mungkin ini yang dinamakan ulama syuuu” …sebuah komunitas ulama yang tersesat secara substantif namun seolah lurus nan suci secara ”adami” dimata para ahli ibadah dikomunitas ahli ngajinya. Tidak gaul namun berusaha gaul dengan sistem doktrin aqidah radikalnya, berusaha baik dibalik sikap ”syaithoniahnya”. Memang tidak semua akan tetapi karena sistem mengarahkan untuk kesitu ya suka tidak suka pada akhirnya terbawa arus sistem itu pula. Totalitas perjuangan sampai mati telah diikrarkannya dalam berpartai….padahal partai adalah sebuah washilah bukan sebuah doktrin aqidah, berbaiat sampai mati untuk taat kepada pimpinan secara absoluth tentu telah menjadikan pola sikap dan geraknya tidak karuan….gerasak gerusuk….ironi memang ketika para ahli ibadah berlindung diketiak para ahli bid’ah, para ahli jihad berlindung dibalik punggung para ”munafiqiyyun”.

Teramat sangat bnayak pelajaran yang bisa diambil dari sebuah sistem yang cenderung rapi ke bawah namun sebetulnya ngejelimet ditataran elit. Ketersandraan yang berbuah kekacauan roda dinamika kepartaian selalu saja dibungkus dengan dogma dan doktrin nilai nilai kepatuhan dan kepercayaan untuk mengikuti arahan para atasannya. Pencitraan baik disatu sisi telah dijadikan strategi ampuh bahwa kesholehan uluhiyah seolah mengalahkan nilai kesholehan insaniyah. Citra dakwah telah banyak dinodai dengan konsep ”hara kiri”nya. Banyaknya unsur kedholiman disana sini lambatlaun tentu semakin menyadarkan sebagian kelompok kecil dikomunitasnya akan arti hakekat sebuah perjuangan yang sejati. Mereka mulai mencoba membuka mata hati dari sudut yang lain bukan dari sudut zona aman dalam kebertahanan. Mereka mencoba mulai menggali dari sudut yang bukan dangkal nan pengapp, mereka mulai membuka tirai dari yang bukan hanya menutup namun vulgar terlihat, mereka mulai mengilmui bahwa tongkat yang bengkok diatas celupan air sungguh sejatinya adalah lurus tak terelakan. Mereka mencoba untuk sedikit menyelami dalam nya lautan yang selama ini terdoktrinisasi sebagai sebuah kolam kecil nan dangkal tak berarti. Mereka mulai sedikit mencoba belajar untuk berdiri ditepian jurang namun sungguh nilai kesyahidan jikalau pun ia harus terperosok dizona konflik nan jlimet itu. Benang itu memang terlalu kusut, tak ada salah untuk merajutnya kembali, bejana itu terlalu keruh namun tak ada salah menumpahkan air bersih kedalamnya hanya karena berharap suatu saat isi bejana itu akan bening dengan sendirinya. Mudah mudahan para ulama itu kembali kepada khittohnya dalam berjuang dimedan yang penuh siasat dan rekayasa ini, tetaplah selalu meminta bimbingannya dan teruslah berusaha mendobrak nilai nilai kebrutalan dalam berukhuwah insaniyah. Semoga semuanya berada dalam kema’afan tuhannya. Amien.