Tahapan Kaderisasi Lembaga Dakwah Kampus ( LDK )

LDK sangat erat kaitannya dengan lembaga kaderisasi, karena memang LDK pada mulanya didirikan untuk mengkader para mahasiswa agar memiliki pemikiran dan kapasitas seorang muslim yang komprehensif.  Dalam perkembangannya LDK beralih peran sebagai lembaga syiar Islam. Berbagai agenda terus dilakukan. Terkadang alih fungsi ini berdampak “kebablasan” di beberapa wilayah. Roda syiar berjalan, sedangkan basis pembinaan tidak terperhatikan.

Inilah yang menjadi sebab mengapa beberapa LDK mengalami krisis kepemimpinan pada tahun-tahun tertentu. Sejatinya LDK harus bisa memastikan sistem kaderisasi bisa berjalan dengan baik dalam keadaan apapun. Karena kaderisasi yang baik akan berperan besar sebagai dinamo dakwah kita.

Mengapa saya berbicara sistem, karena dengan sistem lah, sebuah LDK bisa membentuk kader kader yang solid dan militan setiap saat. LDK tidak boleh berorientasi pribadi atau ketokohan. LDK tidak boleh punya tokoh sentral yang di ibaratkan “pahlawan” bagi LDK tersebut. LDK harus mampu membentuk banya kader hebat di setiap waktu.

Bagaimana LDK melakukan sistem kaderisasi ?. Pada dasarnya ada 4 tahap kaderisasi yakni, tahapan perkenalan, pembentukan, pengorganisasian, dan tahapan eksekusi. Empat tahapan ini adalah sebuah siklus yang membentuk seorang objek dakwah agar di masa yang akan datang siap menjadi subjek dakwah

Perkenalan ( ta’aruf )

Pandangan pertama begitu menggoda, selanjutnya terserah anda. Memberikan kesan yang baik terhadap LDK adalah tahap awal yang dijalankan. Kesan yang baik ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti dengan pelayanan kepada mahasiswa, atau dengan agenda syiar kampus. Pada tahap perkenalan ini , LDK mempunyai peran dalam untuk membuat mahasiswa menjadi mengetahui apa-apa yang belum diketahui terkait islam, atau dengan kata lain dari bodoh menjadi pintar. Dari yang belum mengetahui menjadi mengetahui. Membuat mahasiswa berkata “oh”. Pada hal-hal yang didapat. Pendekatan yang dilakukan memang seperti agenda syiar, karena ta’lim dan tabligh bisa menjadi media untuk memperkenalkan LDK.

Tahapan perkenalan sangat berpengaruh terhadap pemahaman dan kontribusi beliau ketika sudah masuk LDK, dalam tahapan ini kita perlu memberikan gambaran umum yang jelas sehingga calon kader memiliki orientasi yang jelas dalam mengikuti pembinaan Islam. Tidak ada parameter yang berlebihan dalam tahapan ini. Mahasiswa yang dulu belum mengetahui bahwa sholat itu wajib, menjadi tahu bahwa sholat itu wajib, mahasiswa yang belum tahu bahwa puasa itu wajib menjadi tahu. Belum perlu sampe tahapan melaksanakan. Dengan harapan, setelah mahasiswa mengetahui urgensi dari beberapa hal tentang Islam , membuat mereka tertarik untuk mendalami dengan mengikuti permentoringan.

Poin penting dalam tahapan ini adalah tindak lanjut dari agenda syiar yang dilakukan. Peran data sangat penting disini, dimana LDK bisa mempunyai absensi peserta ta’lim atau agenda syiar, dan menindaklanjuti dengan agenda pembinaan rutin ( mentoring ) yang diadakan oleh LDK. Bentuk lain dari penindaklanjutan adalah dengan membuat stand pendaftaran kegiatan mentoring di setiap event dakwah, dan cara yang baik lainnya, adalah dengan menjadikan dakwah fardiyah sebagai kebiasaan kader dimana. Sehingga setiap kader kita bisa berperan aktif dalam mengajak mahasiswa muslim untuk mengikuti mentoring ( pembinaan rutin ). Pendekatan dengan diskusi langsung  juga bisa dilakukan untuk orang yang sudah berpengaruh atau sudah punya landasan pemikiran yang kuat.

Pembentukan ( takwin )

Membentuk seorang kader yang seimbang dari segi kemampuan dirinya. Membentuk kader ini perlu waktu yang cukup lama dan berkelanjutan. Membuat mekanisme dan sistem pembentukan yang jelas, bertahap dan terpadu bagi kader akan menghasilkan kader yang kompeten dan produktif. Oleh karena itu pelaku kaderisasi atau dalam hal ini tim kaderisasi LDK diharapkan bisa memberikan asupan ilmu yang luas dan tidak terbatas, serta seimbang antara ilmu dan amal. Berikut akan dijelaskan berbagai dimensi yang perlu dipahami dan dibina terhadap seorang kader.

•           Diniyah. Diniyah disini dimaksudkan pemahaman ajaran Islam dasar, seperti penjelasan tentang aqidah yang bersih dan lurus, pengajaran bagaimana ibadah yang benar,diutamakan ibadah wajib dijalankan dengan konsisten lalu meningkat ke membiasakan ibadah sunnah. Selanjutnya terkait dasar-dasar fiqih Islam dan berbagai hukum kontemporer yang ada. Penguatan dari sisi akhlak yang baik perlu di biasakan pada dimensi ini. Pembentukan kader yang berkepribadian Islam komprehensif diharapkan bisa di penuhi di dimensi ini.

•           Qur’aniyah. Memberikan pengajaran akan dasar-dasar Al Qur’an, disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan kader yang ada. Tahapan pengajaran ini bisa dimulai dari tahap pra-tahsin,tahsin, dan tahfidz. Bila keadaan memungkinkan Tafsir qur’an juga bisa dilaksanakan. Besar harapan kader LDK sangat dekat dengan Qur’an, karena memang semua yang disampaikan dalam berdakwah akan bersumber pada Al Qur’an. Kedekatan kader pada Qur’an pula yang akan membuat dakwah ini berkah dan di rahmati Allah. Kader diharapkan bisa mengaji atau membaca Qur’an dengan tajwid yang benar. Jika bacaan Qur’an sudah baik, kader diharapkan bisa memulai menghafal Al Qur’an.

•           Manajemen Organisasi. LDK adalah lembaga dinamis yang memerlukan kader yang bisa bergerak produktif dan terus menerus. Kader LDK haruslah kader yang baik dalam memanajemen diri dan organisasi. Penanaman dasar-dasar organisasi sejak dini dengan harapann kader tidak bingung ketika sedang menjalankan amal dakwah. Isi dari dimensi ini seperti dasar-dasar kaderisasi, manajemen waktu, manajemen konflik, manajemen rapat, syiar efektif, fung rising, pengelolaan organisasi dan lainnya. Isi dari dimensi diharapkan bisa menjadi bekal untuk diri sendiri dan organisasi dakwah.

•           Softskill. Kader LDK dituntut memiliki keahlian khusus yang bisa menunjang pergerakan dakwah LDK dan di masa yang akan datang diharapkan bisa juga berguna untuk dirinya. Contoh penerapan pembentukan softskill untuk kader, seperti pelatihan membawa mobil dan motor, cara desain dengan corel draw atau adobe photoshop,publik speaking, training manajemen aksi, memasak, memasang spanduk dan umbul-umbul, pelatihan multimedia seperti web dan blog, olahraga dan bela diri, bahasa Inggris dan bahasa arab dan kemampuan pendukung lainnya yang sekiranya dibutuhkan untuk kader.

•           Kepemimpinan. Manusia diciptakan Allah sebagai pemimpin, begitupula kader LDK yang nantinya akan memimpin pos-pos dakwah di manapun. Seorang kader dakwah harus siap memimpin jika kondisi menghendaki beliau sebagai pemimpin. Jiwa seorang pemimpin ini tidak bisa dibangun secara instan. Seorang pemimpin perlu kuat dari segi visi dan komprehensif dalam melihat sesuatu, pemimpin juga butuh kekuatan komunikasi dan kharisma yang kuat, pemimpin butuh memiliki jiwa empati dan baik dalam berkerja sama, pemimpin juga harus bijak dalam mengambil kebijakan. LDK harus bisa mencetak banyak pemimpin, karena kader LDK tidak hanya akan memimpin di LDK saja, akan tetapi kita juga perlu menyiapkan kader yang akan pemimpin di wilayah dakwah lain.

•           Wawasan. Seorang yang berilmu lebih baik ketimbang yang tidak berilmu. Ilmu dalam hal ini tidak dibatasi dalam hal ilmu agama saja. Kader LDK perlu memahami dasar-dasar ilmu politik, sosial, hukum, budaya dan ekonomi. Kekuatan dan luasnya wawasan yang dimiliki oleh kader dakwah akan memudahkan proses keberterimaan seorang kader di masyarakat dan memudahkan amal dakwah yang dilakukan oleh kader. Kekuatan wawasan ini pula yang akan membuat kader lebih bijak dan tepat dalam mengambil keputusan.

Dimensi-dimensi pembinaan ini perlu diberikan secara jelas, bertahap dan terpadu. Dengan memebrikan banyak wawasan bagi kader LDK, sama dengan membangun aset dalam bisnis. Aset terbesar LDK adalah kader yang produktif. Flow dari rangkaian pembinaan ini harus bisa disusun dengan tepat agar memberikan sebuah formulasi kaderisasi yang terbaik. Mekanisme pendukung dari tahapan ini adalah form evaluasi rutin per kader, sehingga kita bisa mengetahui tingkat partisipasi kader dalam pembinaan serta menguatkan basis penjagaan dalam kelompok kecil yang sering kita kenal dengan mentoring. Mentoring akan berfungsi sebagai kelompok penjagaan terkecil dari sebuah LDK. Pada tahapan pembentukan ini, ilmu yang sudah didapatkan diharapkan sudah bisa menjadi pemikiran dan gagasan yang kuat bagi kader dan siap untuk mengamalkannya.

Penataan / Pengorganisasian ( Tandzhim )

Setelah kader dibina, mulailah LDK menata potensi potensi kader menajdi sebuah untaian tali pergerakan yang harmoni. Setiap kader mempunyai kelebihan masing-masing. Ada kader yang pandai menghafal Qur’an, maka jadikanlah ia sebagai pengajar tahsin dan tahfidz. Ada kader yang gemar aksi atau demonstrasi, maka tempatkanlah ia di garda politik. Ada kader yang gemar mengadakan kegiatan, maka tempatkanlah ia di kepanitiaan. Ada kader yang hanya gemar belajar, maka proyeksikan ia agar menjadi asisten dosen dan ketua lab di masa yang akan datang. Ada kader yang suka bertualang, maka tempatkanlah ia sebagai relawan sosial LDK. Ada kader yang senang berpikir, maka tempatkanlah ia sebagi tim strategis. Ada kader yang gemar menggambar, maka tempatkanlah ia sebagai tim desain LDK. Kader harus ditempatkan sesuai dengan potensi yang dimiliki. Walaupun seorang pimpinan LDK punya wewenang untuk menempatkan kader sesuai dengan harapan pimpinan, akan tetapi menempatkan kader sesuai keinginan dan potensi akan menghasilkan sebuah kesinambungan dakwah yang harmoni dan tidak terjadi pembunuhan karakter kader. Pemahaman ini perlu di pahami, bahwa kader kita adalah manusia, bukan mesin yang bisa dipindah-pindah sesuai dengan keinginan pengguna. LDK harus mampu memanusiakan manusia. Kalo memang harus ada yang berkorban di LDK, maka pemimpin lah orang paling tepat. Kader adalah objek dakwah untuk pimpinan LDK.

Kader dengan amanah , seperti tumbuhan dengan habitatnya. Kaktus tidak mungkin hidup di pantai dan rumput laut tidak mungkin hidup di padang pasir. Begitulah analogi kader, jika pimpinan memaksakan seorang kader ditempatkan di tempat yang tidak sesuai, maka pembunuhan karakter akan terjadi. Penyediaan ladang beramal dari LDK pun harus ditambah seiring bertambahnya kader. Ada beberapa LDK yang menyesuaikan komposisi dan bentuk struktur organisasi dengan jumlah kader, atau bisa juga dengan memberikan kader tempat beramal di lembaga lain, sebutlah mahad kampus, BEM, himpunan, Unit mahasiswa dan sebagainya.

Poin paling penting adalah bagaimana kader dakwah bisa memiliki amanah di mana pun, dengan catatan, kader selalu melakukan setiap hal dengan paradigma dakwah yang baik. Dimanapun anda berada frame dakwah harus tetap terinternalisasi. Kenapa kebijakan seperti itu yang dikembangkan ?.  Karena LDK harus mampu menyediakan kader yang bisa mengisi berbagai pos di masa yang akan datang. Dalam tahapan yang sudah lanjut, terutama untuk LDK yang sudah stabil. Kader diharapkan selalu memiliki empat peran dalam satu waktu, yakni ;

1.         Mentor ( pembina ), seorang kader LDK harus aktif membina dan dibina. Dengan membina kelompok mentoring rutin, atau mengisi ta’lim rutin. Peran ini adalah peran murni seorang da’i yang diharapkan bisa menjadi peran utama kader dakwah

2.         Penentu kebijakan strategis ( syura ), kader didik untuk bisa memimpin dan berpikir. Oleh karena itu kader harus mempunyai tanggung jawab sebagai anggota syura ( rapat strategis ) di lini yang sesuai dengan kapasitas kader saat itu. Dengan berpikir strategis ini diharapkan kader terbiasa untuk berpikir startegis dan komprehensif, sekaligus menumbuhkan jiwa pemimpin.

3.         Pelaksana operasional ( teknis ), selain sebagai pemegang kebijakan di suatu tingkatan LDK, kader juga diharapkan bisa berperan dalam tatanan operasional atau kita sering kenal dengan pekerjaan teknis. Sehingga kader akan selalu berada dalam peran sebagai atasan dan bawahan dalam waktu bersamaan. Keseimbangan ini akan membentuk jiwa kerjasama yang baik. Contoh dalam kasus ini adalah, seorang kader berperan sebagai tim inti panitia kegiatan ( dalam hal ini dia sebagai anggota syura ) dan juga sebagai pelaksana operasional di tatanan LDK ( berkoordinasi dengan pengurus inti LDK ).

4.         Akademik, kader dakwah pun perlu memiliki kompetensi akademik yang baik. Oleh karena itu, peran terakhir yang tak kalah pentingnya adalah, kader bisa berperan dalam bidang akademik atau di bangku kuliah dan lab. Peran yang bisa diambil antara lain, ketua kelas, ketua kelompok tugas, koordinator lab, ketua praktikum, asisten dosen, atau aktif dalam penelitian dan lomba ilmiah. Memiliki kader yang memiliki IP baik adalah harapan besar LDK. Dengan IP yang baik, sebetulnya akan memudahkan pergerakan dakwah kita di kampus.

Eksekusi dan peralihan objek kaderisasi menjadi subjek kaderisasi ( Tanfidzh )

Tahap terakhir dalam siklus kaderisasi. Pada tahapan ini seorang kader dakwah sudah bisa berkontribusi secara berkelanjutan dan sudah siap untuk menjadi subjek kaderisasi bagi objek dakwah yang lain. Kaderisasi merupakan siklus yang terus-menerus dan selalu lebih baik. Fase eksekusi ini juga di isi dengan monitoring kader dan evaluasi berkala, agar sistem kaderisasi yang dijalankan di LDK selalu lebih baik. Dengan monitoring dan evaluasi ini, diharapkan bisa memberikan masukan dan perbaikan bagi perencanaan siklus kaderisasi selanjutnya. Pada dasarnya tahapan kaderisasi seperti ini, varian dan inovasi akan bisa sangat berkembang pesat di metode, kurikulum, flow materi, perangkat pendukung dan kebijakan manajemen SDM lainnya.

Fase eksekusi ini juga sudah menghasilkan kader yang memiliki dorongan untuk berkerja, dan perlu di ingat, karena seorang kader saat ini sudah memegang peran sebagai pelaku atau subjek kaderisasi, maka kader pun perlu dibina dengan siklus yang baru. Pada dasarnya seorang kader akan dibina sesuai dengan siklus ini, yang membedakan adalah pola dan isi dari setiap tahapan. Seringkali, LDK tidak membina kader tahap lanjut, atau bisa dikatakan pembinaan untuk pengurus harian lebih sedikit ketimbang kader mula. Oleh karena itu pada LDK yang sudah cukup stabil, diharapkan mempunyai alur dan kurikulum serta metode kaderisasi yang berbeda untuk setiap tingkatang ( angkatan ) kader. Dengan membuat sistem kaderisasi seperti ini, maka LDK akan menjadi mesin pencetak kader yang solid dan militan secara terus-menerus. Membangun sistem kaderisasi yang kuat adalah aset berharga untuk lembaga dakwah kampus.

Perubahan Struktur Sosial Masyarakat Kampus

Memasuki era baru kebangkitn Indonesia yang ditandai dengan peringatan 100 tahun kebangkitan nasional memberikan sebuah pandangan baru dalam pergerakan mahasiswa. Pandangan baru ini sebetulnya belum ada yang bisa membuktikan apakah sebuah degradasi pergerakan mahasiswa atau perbaikan dalam pergerakan mahasiwa. Saya sendiri belum melihat adanya hal yang pasti dalam perubahan ini, karena saya pun masih melihat mahasiswa masih mencari bentuk yang tepat untuk menata pergerakannya.

Perubahan ini bukan serta merta mendadak dan tanpa sebab, atau perubahan ini juga bukan karena di rekayasa langsung oleh mahasiswa. Bisa dikatakan perubahan ini lebih disebabkan perubahan input mahasiswa itu sendiri. Perubahan yang terjadi pelan-pelan ini  tidak bisa disadari begitu saja, tapi ketika ada evaluasi atau membandingkan kondisi 10 tahun lalu dengan kondisi saat ini akan tampak perbedannya. Sekali lagi, saya belum bisa menilai apakah ini sebuah perubahan yang positif atau perubahan yang negatif. Berikut saya akan mencoba memaparkan mengenai perubahan yang terjadi terhadap mahasiswa dan perubahan ini tentunya bukan sebuah masalah, akan tetapi sebuah kesempatan bagi kita untuk merumuskan dan berpikir metode dakwah yang terbaik kedepannya.

Saya akan mencoba menstrukturkan bab ini dalam 6 poin pembahasan yang diharapkan dengan adanya identifikasi perubahan diharapkan pula dapat memudahkan identifikasi masalah yang dimana juga akan memudahkan penyusunan solusi. Ke-enam poin tersebut adalah : ekonomi, orientasi, kebijakan kampus, kebiasaan / habit, pergerakan, dan kepekaan sosial.

Perubahan ekonomi

Adanya kebijakan BHMN pada beberapa kampus dan akan menyusul pada kampus negeri lainnya berakibat pihak kampus membuat kebijakan ujian mandiri atau seleksi mahasiswa secara khusus yang memungkinkan peningkatan jumlah pendapatan dari ujian ini. Biaya masuk yang bisa sampai angka ratusan juta ini berdampak pada bertambahnya jumlah mahasiswa dengan kelas ekonomi atas di sebuah kampus yang mempunyai tradisi kampus yang banyak dihuni oleh masyarakat golongan ekonomi menengah dan rendah. Semakin meningkatnya jumlah mahasiswa “borju” ini kan mengakibatpada perubahan gaya hidup dari mahasiswa itu sendiri. Motor dan mobil bukan lagi barang langka yang sulit ditemukan, handphone jenis terbaru dapat dengan mudah ditemui di kampus. Jika mendengar cerita dari alumni ITB, digambarkan bahwa mahasiswa ITB biasanya adalah mahasiswa yang makan tiga kali saja sulit, berasal dari daerah dan dengan modal pas-pasan kuliah di ITB, tidak memiliki kendaraan dan sangat sederhana, jauh dari kehidupan mewah dan hingar bingar, memang banyak juga mahasiswa yang berasal dari keluarga mapan, akan tetapi mereka tidak tampak mapan secara ekonomi jika sudah kuliah di ITB. Sungguh merupakan bentuk toleransi ekonomi yang sangat mulia. Berbeda dengan kondisi saat ini, mahasiswa ekonomi atas seakan terpisah dari mahasiswa ekonomi rendah, dan mengakibatkan perbedaan yang cukup mencolok.

Perubahan orientasi

Kampus selalu dikenal dengan nilai pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. mahasiswa kini seperti lupa satu poin dalam tri dharma perguran tinggi, yakni pengabdian masyarakat. mahasiswa saat ini seperti sebuah cash flow di dalam kampus, dimana ia masuk dan keluar tepat waktu dan tidak memikirkan hal lain selain belajar, dan belajar. Orientasi yang dimiliki mahasiswa saat ini kebanyakan hanya seputar bagaimana ia dapat mendapat IP tinggi, lulus cepat dan dapat kerja di perusahaan dengan gaji besar. Hal ini membuat sebuah pergeseran nilai sebuah kampus, yang seharusnya dapat membentuk karaktek pembelajar dalam artian luas, dimana ia bisa mengembangkan potensi yang dimilikinya dan dengan fasilitas yang dimiliki di kampus ia dapat berkembang. Kampus yang seharusnya dapat mengembangkan potensi, justru menjadi pencetak buruh berdasi. Iming-iming kehidupan mapan membuat orientasi ini pelan-pelan berubah,adanya perubahan ini perlu disikapi dengan bijak oleh para aktifis yang saat ini lebih banyak melnyaksikan mahasiswa berkutat di lab atau perpustakaan dan aktifitas malam extrakulikuler yang hampir punah.

Perubahan kebijakan kampus

Selain perubahan terkait ujian mandiri, kebijakan lain yang belum bisa dikomunikasikan dengan baik kepada mahasiswa pun bermunculan, seperti adanya tuntutan lulus tepat waktu, biaya kuliah yang berlipat di tahun kelima, pembatasan aktifitas non-akademik, penambahan beban akademik, syarat beasiswa yang rumit, jadwal akademik diluar SKS, dan lain sebagainya. Berbagai kebijakan yang ada menurut pengamatan saya ini lebih sering membuat mahasiswa menjadi enggan untuk beraktifitas organisasi mahasiswa. Bahkan pada beberapa kampus , agenda orientasi mahasiswa dilarang dengan alasan yang tidak bisa diterima. Kebijakan yang mematikan potensi organisasi mahasiswa kian merebak dengan motivasi awal dapat mensuplai para ahli , teknokrat dan cendekiwan yang bisa menjadi buruh intelektual di masa yang akan datang.

Perubahan kebiasaan

Kebiasaan mahasiswa kini pun berubah menjadi kepada aktifitas hedonis dan individualis. Pendekatan yang saya lakukan adalah kebiasaan mengisi waktu senggang. Mahasiswa kini mengisi waktunya dengan bersenang-senang di cafe, pub and bar, atau diskotik, dan tempat-tempat hiburan lainnya, serta sebagian lain yang cenderung sedikit teman, lebih memilih menonton DVD atau bermain game  di kost atau tempat tinggal. Kebiasaan lain, yakni mahasiswa lebih senang berkendaraan pribadi ketimbang menggunakan angkutan umum. Kebiasaan berpakaian pun berubah, dari mahasiswa yang biasa berpakaian sederhana menjadi mahasiswa yang selalu mahal dalam berpakaian. Kebiasaan beraktifitas pun juga berubah, dalam mengikuti sebuah organisasi seorang mahasiswa lebih senang menjadi pengikut atau hanya sebagai penerima ilmu atau mengikuti pembinaan dari organisasi tersebut.

Perubahan gerakan

Mahasiswa kini lebih senang dengan gerakan mahasiswa yang lebih koorperatif, damai, jauh dari konflik, dan mengutamakan persamaan. Perubahan cara pandang akan gerakan mahasiswa ini juga berdampak pada metode yang digunakan, mahasiswa lebih menghindari demonstrasi, mengutamakan dialog dengan cara elegan dan melihat bahwa pergerakan mahasiswa yang terbaik adalah dengan belajar. Ketika mendengar cerita dari alumni, mahasiswa dalam sejarahnya tidak pernah bisa damai dengan pemerintah, mahasiswa betul-betul eternal policy guardian bagi pemerintah. Mahasiswa dikenal selalu kritis terhadap isu dan permasalahan yang terjadi di masyarakat, mahasiswa yang dikenal peka dengan kepedihan rakyat, kini sedikit bergeser. Pergerakan mahasiswa yang sedianya dikenal dengan pergerakan intelektual, pergerakan moral dan kekritisan. Saat ini mulai berkurang kadar dari nilai-nilai ini. Perubahan bentuk pergerakan juga berdampak pada perubahan kebutuhan pemimpin, mahasiswa tidak lagi membutuhkan pemimpin yang berfilosofis dan menggebu-gebu secara berlebihan, tetapi mahasiswa lebih mengharapkan pemimpin kharismatik dan ramah.

Perubahan kepekaan sosial

Meningkatnya taraf hidup dan meningkatnya mahasiswa yang apatis terhadap kondisi sekitar membuat mahasiswa menjadi tidak peduli dan peka dengan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat. Mahasiswa tidak merasakan kepedihan dari masyarakat yang menderita akibat kenaikan BBM, ketidakresahan ini akibat karena memang mahasiswa tidak merasakan langsung kenaikan BBM bagi dirinnya. Ketidakpekaan ini membuat gerakan sosial mahasiswa menjadi hanya bakti sosial simbolik yang tidak terfollow up dengan baik. Semua hanya tampak formalitas, dan kehilangan nilai empati yang mendalam.

Perubahan-perubahan ini sangat bijak jika kita tanggapi dengan positif, bukan sebagai sebuah masalah, akan tetapi sebagai sebuah kesempatan untuk memimpin dalam perubahan. Pergerakan mahasiswa tidak bisa dipaksakan begitu saja, akan sangat menyesuaiakan dengan input mahasiswa yang ada. Pola dakwah pun perlu secepatnya beradaptasi dengan kebutuhan objek dakwah. Berkaitan dengan perubahan struktur sosial ini, saya mencoba mengkasifikasi mahasiswa menjadi 5 kluster, yakni, akademisi, atlet, seniman, aktifis, hedonis, dan apatis.

Akademisi adalah tipikal mahasiswa yang banyak berkutat atau bahkan memang dunianya hanya terkait kuliah dan praktikum atau sering disebut dengan istilah study oriented only.

Aktifis adalah tipikal mahasiswa yang aktif berorganisasi sebagai pengurus dan berperan aktif dalam mengembangan organisasi.

Atlet adalah tipikal mahasiswa yang senang berolahraga. Banyak berkembang belakangan ini dengan berbagai macam jenis olahraga tentunya.

Seniman adalah tipikal mahasiswa yang senang ber-seni ria, jenis seni pun berkembang seperti seni lukis, patung tekstil, dan yang terkait multimedia seperti desain visual, fotografi dan sinematografi.

Hedonis adalah tipikal mahasiswa yang lebih memilih hura-hura sebagai aktifitas selain kuliah, biasanya mahasiswa dengan tingkat ekonomi atas yang banyak menjadi tipikal ini.

Apatis adalah tipikal mahasiswa yang hanya peduli dirinya, cenderung introvert, dan lebih banyak menghabiskan waktu untuk dirinya, seperti dengan bermain game dan nonton DVD.

Dengan mengetahui perubahan struktur ini diharapkan LDK dapat segera melakukan tindakan dan rencana dakwah untuk mengadaptasi perubahan ini. Kita tidak mungkin melawan perubahan ini secara frontal, akan tetapi kita bisa membimbing pelan-pelan mahasiswa ke arah yang lebih baik sesuai dengan nilai-nilai yang kita pahami. Oleh karena itu konten turunan dan metode dakwah yang dilakukan perlu disesuaikan. Harapannya dengan itu semua gerakan dakwah kita kian diterima dan dapat membuat perubahan di kampus kita.

Tahapan Pengembangan Lembaga Dakwah Kampus ( LDK )

Tahapan dakwah bisa di ibaratkan sebuah anak tangga menuju sebuah hasil. Berpegang pada tahapan ini membuat segala yang kita lakukan menjadi terarah. Tahapan ini tidak dibatasi oleh waktu, akan tetapi tahapan ini merupakan tahapan dimana ada kriteria yang harus dipenuhi sebelum memasuki tahapan selanjutnya. Sehingga bisa saja dalam salah satu tahapan setiap LDK menghabiskan waktu yang berbeda. Apa saja tahapan dakwah yang ada ? dalam tulisan ini saya akan mencoba memaparkan 4 tahap yang bisa dilalui.

Tahap Pertama : membangun basis kader inti

Dalam risalah dakwah yang Rasul ajarkan, sebagaimana kita ketahui ada golongan yang pertama masuk Islam atau kita kenal dengan Ashabiqunal Awwalun. Golongan pertama ini dibina dengan intens oleh Rasul dalam rangka menguatkan fondasi terdalam dan paling bawah dari bangunan Islam. Bisa kita cermati sirah nabawiyah, Rasul mendidik Sahabat ini selama 10 tahun, atau hampir setengah dari masa kenabian beliau, yakni 23 tahun. Sebagaimana yang dilakukan oleh Rasul. LDK pun akan melakukan hal yang sama, dengan tentunya waktu yang harus lebih cepat, karena kondisi dakwah kampus yang relatif singkat.

Kaderisasi yang dilakukan pada kader inti ini bersifat khusus dan terbatas, sehingga betul-betul segala yang dibutuhkan untuk dakwah kedepannya diharapkan bisa dimiliki oleh kader inti ini. Hal –hal apakah yang harus dimilki ? dalam hal ini ada 3 kebutuhan utama yang perlu dimiliki.

1.         Kepribadian seorang Muslim

kepribadian ini meliputi karakter-karakter yang diperlukan seseorang dalam kehidupannya agar ia bisa menjalankan Islam dan mengajarkannya. Seorang kader inti harus memiliki aqidah yang bersih, ibadah yang benar, akhlak yang baik, tubuh yang sehat, kemampuan menghasilkan atau kuat secara ekonomi, pikiran yang intelek, bersungguh-sungguh dan tekun dalam segala hal, memiliki manajemen diri yang baik, disiplin akan waktu serta mempunyai paradigma untuk selalu bermanfaat bagi orang lain. Dengan adanya kepribadian ini diharapkan seorang kader inti bisa menjadi teladan, bisa menjadi guru dan diterima di kalangan masyarakat luas.

2.         Kredibilitas dan Moralitas Pemimpin

Islam mendidik para umatnya untuk menjadi pemimpin bagi dirinya dan kalangannya. Dalam hal ini seorang kader inti, diharapkan bisa menjadi pemimpin dimanapun dia berada dalam rangka mengubah kondisi umat yang dipimpinnya menjadi lebih baik. Bukan untuk kekuasaan semata. Akan tetapi paradigma dakwah dan paradigma memberikan cahaya Islam di muka bumi harus terinternalisasi dengan baik di hati kader inti. Menjadi pemimpin adalah sebuah keniscayaan bagi seorang muslim. Sehingga dalam tahap ini seorang kader inti harus dididik bagaimana menjadi pemimimpin yang kuat dan bertanggung jawab. Seorang pemimpin yang bisa mengayomi seluruh umatnya, seorang pemimpin yang bisa menjadi ulama dan umara dalam waktu bersamaan.

3.         Kemampuan khusus lainnya

Setiap manusia dilahirkan dengan potensi , minat , dan bakat yang berbeda. Ada seorang yang ahli dalam hal seni, ada seorang yang mahir berdagang atau saat ini kita kenal dengan entrepreneur, atau ada yang ahli dalam olahraga, dan sebagainya. Kemampuan khusus ini haruslah dikembangkan dengan bijak dan tepat, karena potensi seseorang jika dikembangkan akan jauh lebih cepat dan pesat perkembangannya. Seorang kader inti sebagaimana Rasul juga mendidik sahabatnya , juga memiliki kekhasan tersendiri. Sebutlah Ali bin Abi Thalib yang cerdas dan gemar menuntut ilmu, Umar bin Khattab yang ahli bermain pedang, Mushaf bin Umair yang menjadi pedagang sukses, dan sahabat lainya, yang memiliki potensi besar dan digunakan dengan baik dalam pemanfaatannya untuk kebutuhan dakwah. Seorang kader inti yang ahli dalam seni, bisa jadi dikembangkan dan bisa menjadi kekuatan dalam mengemas dakwah yang lebih komunikatif, seorang yang gemar berolahraga dikembangkan potensinya dalam rangka untuk sebagai duta dakwah diantara para masyarakat yang gemar berolahraga, seorang yang gemar berbisnis, didukung aktifitas bisnisnya agar mampu mendorong perkembangan dakwah dengan kekuatan yang dimiliki.

Pendidikan kader inti ini menjadi tahapan pertama dan menjadi fondasi yang akan menopang agenda dakwah kedepannya. Sehingga perlu dicermati dan ditelaah juga berapa banyak kader inti yang akan ada dan dibina.Pembinaan ini juga harus komprehensif dengan waktu yang tepat. Dengan harapan bisa menjadi core  dalam membangun basis massa simpatisan.

Tahap Kedua : membangun basis massa

Setelah terbentuk kader inti , dakwah akan masuk di tahapan selanjutnya, yaitu membangun basis massa. Seringkali kita kenal istilah simpatisan, kurang lebih seperti itu yang akan kita bangun, akan tetapi tidak sekedar massa yang hanya mengatakan mendukung, akan tetapi massa yang senantiasa mengikuti pembinaan yang dilakukan oleh kita. Tujuan dari  membangun massa ini adalah memperkenalkan Islam, dan menjadikan Islam sebagai way of life. Islam yang komprehensif dan menjadi solusi dalam kehidupan. Ada dua metode utama dalam memperkenalkan Islam ini.

1.         Dakwah dengan melayani

Menilik sirah nabawiyah, proses yang Allah berikan kepada Nabi Muhammad SAW adalah menjadikan beliau Al Amin setelah itu mengangkatnya sebagai Rasul. Dalam hal ini bisa kita ambil kesimpulan bahwa Rasul telah sukses melayani kota mekah sehingga beliau diberi gelar tersebut barulah beliau berdakwah, pelayanan dahulu baru dakwah. Memberikan apa yang umat butuhkan, memang butuh kita sadari bahwa kebutuhan umat sangat variatif, akan tetapi justru di situlah seni bagaimana kita bisa membuktikan bahwa Islam bisa sebagai solusi dalam segala permasalahan yang ada. Jika kita membicarakan dakwah kampus, maka yang kita berikan haruslah sesuai dengan kebutuhan, sebutlah menyediakan informasi tempat tinggal yang murah dan nyaman, memberikan pelayanan fotokopi buku atau bahkan menyediakan buku kuliah dan catatan kuliah, menyediakan tempat bertanya terkait Islam dan syariatnya, memberikan informasi dalam bentuk tulisan, booklet tentang kampus, kota , dan lain sebagainya. Pelayanan ini bisa sangat variatif pula bentuknya sehingga semakin banyak yang memikirkan ini akan semakin banyak varian metode dakwah yang bisa digunakan.

2.         Dakwah dengan memimpin

Jika konsep dakwah sebelumnya dengan tipikal menyentuh grass root. Dakwah dengan memimpin adalah pendekatan yang lebih struktural. Walau sebenarnya tidak sekaku itu dalam pelaksanaanya. Dengan memimpin dalam sebuah kelompok, mulai dari kelompok kecil seperti ketua kelompok tugas, ketua kelas, ketua lomba riset hingga ketua kelompok yang lebih besar seperti ketua himpunan mahasiswa, ketua panitia dan sebagainya. Dengan memimpin ini seorang kader bisa menunjukkan bagaimana etos kerja yang dimilkinya bisa membawa kelompok tersebut kearah keberhasilan dan kearah lebih baik. Dalam memimpin ini seorang kader juga bisa berdakwah secara kecil-kecilan dan menanamkan kultur Islam di dalam kelompok. Seperti membiasakan shalat tepat waktu, memulai segala sesuatu dengan niat dan do’a, membiasakan berdo’a kepada Allah dalam setiap keadaan, dan memberikan sebuah nilai-nilai lainnya kepada objek dakwah. Sehingga timbul personal trust seseorang kepada kita , dan menilai bahwa kader kita adalah seseorang yang kuat dan bertanggung jawab, serta mulai meyakini bahwa pola hidup atau way of life  yang dilakukan dan dianut oleh kader kita adalah sebuah pemahaman yang baik. Harapan yang bisa timbul adalah kedepannya ada kepercayaan yang ada di masyarakat, dan ketika kader kita menyampaikan risalah Islam, tidak terjadi penolakan diantara masyarakat atau bisa dikatakan objek dakwah kita menerima apa yang akan kita sampaikan.

Setelah menjalani dua varian metode ini, dakwah ini juga butuh sebuah wadah yang bisa menampung simpatisan ini untuk mengikuti pembinaan dan menjadi bagian dari massa kita juga. Wadah ini diharapkan bisa menjadi media yang tepat dalam mengembangkan potensi simpatisan ini agar selanjutnya bisa menjadi kader dakwah pula. Sistem permentoringan atau dalam istilah lain kita kenal dengan usrah atau liqo’ atau halaqoh menjadi wadah yang sangat tepat untuk menampung dan membina para objek dakwah ini. Mentoring adalah proses transfer nilai antara mentor dan binaanya. Dalam proses mentoring ini seorang mentor diharapkan bisa membina 7-10 adik mentor atau binaanya dan memberikan ilmu serta pemikiran yang ada dalam rangka membuat frame berpikir yang Islami. Proses mentoring ini tidak hanya sampai pada tahapan memberikan ilmu, akan tetapi lebih lanjut, mentoring ini bisa menjadi sebuah keluarga kecil bagi para anggotanya. Oleh karena itu makan seorang mentor diharapkan bisa memilki beberapa fungsi , antara lain :

a.         Guru, seorang guru yang memberikan ilmu kepada muridnya

b.         Pemimpin, seorang pemimpin yang bisa mengarahkan binaanya menuju masa depan yang sesuai dengan koridor yang benar

c.         Kakak/Sahabat, sebagai tempat mencurahkan isi hati dikala susah dan butuh bantuan

d.         Da’i, dimana seorang mentor tidak hanya memberikan ilmu, akan tetapi juga menyiapkan binaanya untuk menjadi calon mentor di masa yang akan datang

Proses dalam mentoring ini bisa dengan mudah terus bertambah, dan bercabang hingga tidak terbatas, kader inti yang telah dibina sebelumnya sebisa mungkin menjadi mentor utama, dan diharapkan bisa mengembangkan cabang dan ranting kelompok mentoringnya hingga tak terbatas. Disinilah bagaimana kita akan menguatkan basis massa, basis massa yang kuat akan menopang dakwah ini dan memudahkan langkah kita untuk mebuat gerakan dakwah kita lebih terbuka dan masif.

Tahap ketiga : membangun basis institusi

Pada tahap ini dakwah yang dilakukan di kampus sudah mulai terlembagakan secara formal dan wajar dalam sebuah instansi dakwah bernama Lembaga Dakwah Kampus ( LDK ). LDK disini dibangun atas kebutuhan dan tuntutan dari basis massa yang ada, karena bagaimana pun sekelompok orang atau komunitas yang mempunyai tujuan perlu dilembagakan secara formal agar gerak dakwah menjadi lebih mudah dan legal. Perlu dipahami bahwa dengan mengikuti tahapan yang ada, pembangunan LDK ini menjadi lebih kepada kebutuhan alamiah ketimbang memaksakan pembangunan LDK. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memulai melegalkan dan mendirikan LDK ini.

a.         Basis Massa yang Setia

Dalam membuat sebuah lembaga di kampus, biasanya memerlukan quota minimal untuk mendirikannya. Quota minimal ini selain untuk memenuhi syarat birokrasi , juga untuk memastikan agar regenerasi dakwah yang ada dapat berjalan. Keberadaan basis massa ini diharapkan terdiri dari berbagai angkatan yang masih ada di kampus. Selanjutnya basis massa inilah yang akan menjadi bangunan yang kokoh dalam mengembangkan LDK di masa yang akan datang.

b.         Birokrasi Kampus yang Mendukung

Perlu dipahami bahwa keberadaan LDK tidak bisa terlepas dari kampus dan tata tertib serta birokrasi yang ada di dalamnya. Pendekatan personal ke pihak rektorat, dosen, dan birokrasi kampus lainnya adalah sebuah tuntutan yang perlu kita penuhi agar proses legalisasi ini bisa berjalan mulus. Pendekatan ini dilakukan sejak kita mempunyai basis massa, agar ketika jumlah massa yang dimiliki cukup, pendirian LDK menjadi lebih mudah.

c.         Bentuk Lembaga Dakwah Kampus

Menurut pengamatan saya ada beberapa bentuk yang bisa di ajukan sebagai wadah legal formal LDK. Bentuk LDK yang pernah ada antara lain.

Pertama, LDK sebagai unit kegiatan mahasiswa, dimana LDK sebagai unit kerohanian, ini adalah bentuk ideal dan paling diharapkan bisa terbentuk.

Kedua , LDK dengan bentuk Dewan kesejahteraan Masjid, bentuk LDK seperti ini, jika ternyata sudah ada LDK lain di kampus, atau pihak birokrasi ternyata tidak setuju dengan adanya LDK.

Ketiga , LDK berada di bawah Badan Eksekutif Mahasiswa ( BEM ), LDK ini berada di bawah departemen kerohanian di BEM.

Keempat, Jika ternyata sudah ada LDK lain yang kuat, pergerakan dakwah ini bisa dengan membangun basis lembaga dakwah di Fakultas, dengan bentuk LDF, perlu disadari bahwa massa real  yang ada kampus berada di fakultas, dan dengan adanya lembaga di fakultas ini daya rangkul kader kita akan lebih optimal.

Kelima, Jika ternyata, di kampus sudah ada LDK lain, yang mungkin kurang begitu aktif, dan pihak birokrasi tidak mengizinkan adanya LDK lagi, maka proses infiltrasi ke LDK yang sudah ada menjadi pilihan. Dengan basis massa yang sudah kuat dan setia, kader kita bisa saja secara bertahap mengisi pos-pos yang ada di LDK tersebut, hingga suatu saat ketua LDK beserta jajaran tim intinya adalah kader kita yang punya pemikiran dan gerak dakwah yang sesuai, memang butuh waktu lama akan tetapi, pola ini akan lebih “cantik” dan “apik”.

Setelah Lembaga ini terbentuk perlu dipenuhi beberapa syarat kelengkapan lembaga agar fungsi lembaga dakwah ini bisa optimal. Kelengkapan ini antara lain.

Pertama, Adanya tata organisasi yang sesuai, adanya ketua,sekretaris,bendahara, dan ketua departemen . Untuk LDK mula, departemen yang dibutuhkan antara lain, departemen kaderisasi, departemen syiar dan pelayanan kampus, serta departemen dana. Tiga departemen ini bisa dikatakan kebutuhan dasar sebuah LDK. Dengan pertimbangan jumlah SDM yang terbatas, adanya tiga departemen ini seharusnya bisa menjalankan fungsi LDK dengan baik. Dalam perkembangannya, sebuah LDK diharapkan bisa memenuhi beberapa fungsi lainnya yang menjadi fungsi pokok ( sektor dakwah ) dan diturunkan dalam bentuk departemen, yakni :

a.         Sektor Internal ( kaderisasi, mentoring, rumah tangga )

b.         Sektor An nisaa /  Kemuslimahan

c.         Sektor Syiar dan Pelayanan Kampus ( media, event )

d.         Sektor Keuangan

e.         Sektor Jaringan ( Humas )

f.          Sektor Akademik dan Profesi

g.         Sektor Kesekretariatan ( administrasi, Litbang )

Tujuh sektor ini adalah representatif dari bentuk serta fungsi yang harus dipenuhi LDK dalam keadaan ideal. Memang butuh waktu dalam membangun LDK hingga tahap ini, akan tetapi bisa saja dalam proses perkembangan LDK , dua fungsi bisa digabung dalam satu departemen. Tergantung dari kapasitas dan kuantitas kader yang ada.

Kedua ,  Diperlukannya sebuah tata nilai dan tata hukum atau pedoman dakwah yang diberlakukan di sebuah organisasi termasuk LDK. Kebutuhan pedoman dakwah ini, antara lain Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Visi dan Misi serta perangkat sederhana lainnya yang bisa membuat kader kita terarah dalam menjalankan gerak dakwahnya. Seiring waktu, sebuah LDK juga perlu memiliki pedoman dakwah yang lebih advance, ada beberapa contoh disini, Saudara kita di SALAM UI mempunyai Manajemen Mutu SALAM UI (MMS UI), dimana di dalamnya terdapat berbagai aturan dan norma serta standarisasi yang digunakan dalam pengelolaan LDK. Kawan-kawan di UNDIP, memiliki sebuah komitmen bersama antara LDK dan LDF sehingga gerak dakwah LDK dan LDF menjadi sinergis, di GAMAIS ITB, kami memiliki Pedoman Lembaga Dakwah Kampus GAMAIS ITB ( PLDK GAMAIS ITB ), dimana di dalam nya terdapat blue print GAMAIS ITB 2007-2013, Rencana Strategis Jangka Panjang 2008-2010,dan Panduan Fiqih Praktis Aktifis Dakwah. Berbagai bentuk yang ada disesuaikan tergantung kebutuhan dari LDK, semakin besar LDK, semakin detail pula aturan yang ada, karena dalam tahapan kemandirian LDK, sistem lah yang akan dibangun, karena dengan sistem yang kuat, akan menghasilkan kader yang kompeten pula di masa yang akan datang.

Ketiga, Adanya mekanisme kaderisasi berkelanjutan bagi kadernya. LDK adalah lembaga kaderisasi, sehingga fungsi kaderisasi atau membina kader menjadi fungsi utama, dan harus senantiasa menjadi dinamo yang tidak kenal henti. Sebuah lembaga yang baik haruslah memberikan kemanfaatan bagi kadernya. Meningkatkan kapasitas serta keilmuan yang bisa menunjang aktifitas kader di LDK maupun di kehidupan sehari-hari. Ini menjadi syarat yang mutlak untuk memastikan sistem regenerasi LDK ini bisa berkelanjutan dan membuat dakwah kita di kampus bisa bertahan lama.

Tahap Keempat : Membangun bangunan kampus secara keseluruhan dengan konsep Islam

Legalitas LDK yang ada memudahkan gerak dakwah kita menjadi lebih dinamis dan bebas. Kekuatan formal lembaga ini memberikan banyak kemudahan bagi kita untuk berbuat lebih di kampus. Pada tahap keempat ini varian metode dan objek dakwah semakin luas, dan bisa dikatakan tidak terbatas, semua tergantung manajemen kreatiftas dan inovasi dari kader LDK. Lingkup dakwah pertama yang harus dipenuhi adalah civitas akademika di kampus kita. Selanjutanya bisa meningkat menjadi lingkup Kota lalu nasional, dan Internasional. Pada lingkup civitas akademika  ini ada beberapa stakeholder yang bisa kita lakukan pendekatan dakwah.

Mahasiswa, objek utama dalam dakwah kampus kita, ketika lembaga sudah ada, metode dakwah bisa kian variaif. Pembuatan event syiar, seperti ta’lim, tabligh, outbound, kajian, olahraga bareng atau mungkin mabit. Media LDK juga bisa semakin terbuka, seperti pamflet, poster, spanduk, baligo, atau perangkat multimedia lainnya. Dengan adanya lembaga yang legal, agenda syiar pun seharusnya akan mendapat respons lebih dari massa kampus. Akan tetapi walaupun sudah ada lembaga yang formal, metode dakwah dengan pelayanan, dakwah dengan memimpin serta wadah mentoring yang ada harus tetap dijalankan. Karena ini merupakan metode klasik yang masih bisa digunakan sampai kapanpun.

Dosen ,  dakwah ke dosen butuh pendekatan yang lebih persuasif, cara dakwah ke dosen bukan dengan menceramahinya akan tetapi dengan memberikan kesempatan kepada beliau untuk mengisi di acara-acara LDK sesuai dengan kompetensinya atau melibatkan dosen dalam kegiatan seperti sebagai penasihat atau tempat konsultasi. Selain itu memberikan sedikit kenang-kenangan kepada dosen, seperti buku, bisa menjadi media dakwah yang tepat untuk dosen, karena dosen biasanya gemar membaca. Dengan adanya keterlibatan ini, dosen akan mempunyai sense of belonging  terhadap LDK dan akan lebih peduli terhadap gerak dakwah kita dan LDK kita.

Birokrasi kampus, pendekatan ke birokrasi kampus hampir sama dengan pendekatan ke dosen. Akan tetapi bisa ditambah dengan silahturahim rutin dalam rangka meningkatkan kedekatan dan kepercayaan satu sama lain. Dengan kedekatan dan kepercayaan ini, gerak dakwah kita akan lebih di dukung dan bisa lebih cepat berkembang.

Karyawan Kampus, karyawan dalam hal ini ada elemen administrasi kampus, satpam, penjaga kantin, merupakan bagian dari kampus yang perlu kita dakwahi. Keteladanan kita, budi pekerti serta akhlak yang baik serta dikenal sebagai mahasiswa yang bermoral menjadi metode dakwah yang bisa digunakan, dukungan dari karyawan kampus ini biasanya juga akan mendukung dakwah secara umum. Karena jumlah mereka yang banyak dan punya peran di kampus. Selain itu, pengadaan ta’lim khusus karyawan atau mungkin memberikan bingkisan untuk mereka di momen tertentu bisa menjadikan kedekatan kita dengan mereka lebih erat.

Pengamatan saya menilai tidak ada metode dakwah yang terbaik diantara metode dakwah di berbagai kampus, yang ada adalah metode dakwah yang tepat. Setiap kampus mempunyai kekhasan tersendiri, dan menjadi tanggung jawab bagi kita untuk bisa mengformulasikan metode dakwah yang paling tepat untuk kampus kita. Berpegang pada tahapan ini, akan sangat membantu paradigma berpikir kita dalam mengembangkan Lembaga Dakwah Kampus.

Tulisan ini ditujukan untuk semua aktifis dakwah di Indonesia

Terutama untuk saudara ku yang sedang berjuang membangun LDK

Untuk saudaraku yang sedang berjuang menguatkan LDK

Untuk saudaraku yang akan mempercepat pertumbuhan LDK di wilayahnya

Dari LDK mula, LDK muda, LDK madya, dan hingga LDK mandiri

Ditulis oleh

Ridwansyah yusuf achmad

Kepala LDK GAMAIS ITB

http://ridwansyahyusuf.blogspot.com

yusuf_ahdian@yahoo.co.id

Introspeksi dan Evaluasi

Fenomena kefuturan pada sementara rijalud dakwah yang menggejala akhir-akhir ini bisa dilihat dari beberapa sudut. Hal pertama yang bisa dilihat adalah terhijabnya saluran komunikasi yang menimbulkan mis-persepsi dan tidak terserapnya permasalahan-permasalahan yang berkembang secara optimal. Komunikasi yang tidak efektif juga berdampak pada rendahnya pemahaman akan apa yang sebenarnya tengah diperdalam dan diperjuangkan. Akhirnya timbullah disorientasi pada sebagian rijalud dakwah.

Hal kedua sebagai akibat dari hal pertama adalah terhambatnya aktualisasi diri sebagian rijalud dakwah yang kurang sabar dan kurang pandai memahami tapi terkenal kritis, kreatif, aktif, dan progresif. Mereka yang sangat ekspresif dan energik ini, sebenarnya aset yang mahal dalam barisan rijalud dakwah. Oleh karenanya dibutuhkan langkah-langkah yang antisipatif untuk mengarahkan mereka kearah-arah yang tepat dan telah dipersiapkan dengan matang.

Hal ketiga sebagai akibat dari hal kedua adalah terjadinya stagnasi internal, di mana terdapat kecenderungan untuk defensif, tidak argumentatif, dan tidak antisipatif terhadap perkembangan yang ada. Kecenderungan yang umum adalah bertahan pada apa yang sudah ada, beku pada apa yang dianggap baku, takut berkreatifitas, malu berinovasi, khawatir salah, dan pasif menerima apa adanya. Akhirnya muncullah kebosanan dan kebencian akan kemapanan yang bersifat emosional.

Hal keempat dan terakhir adalah rongrongan eksternal. Bagaimanapun golongan kiri, kanan, haddamah, dan generasi baru yang menjadi pialang peradaban barat akan merongrong terus baik secara politis maupun pemikiran dengan pola kerja yang sistematis. Sementara-“di sinilah pentingnya fiqhul ikhtilaf dan pemahaman terhadap harokah yang baik”-kelompok politik atau aliran pemikiran tertentu dalam Islam lainnya menawarkan berbagai alternatif lain untuk dipilih.

Khatimah

Memenej dakwah pada hakekatnya menjalankan fungsi kekhalifan di muka bumi ini. Jangan sampai ketika kita berdakwah di kampus, kaidah dakwah ‘ammah wa harokatudzh dzhohiroh (dakwah umum dan aktifitas terbuka) berubah perlahan-lahan menjadi kaidah dakwah khashshah wa harokatus sirriyah (dakwah khusus dan aktifitas tertutup). Jangan sampai ketika kita berdakwah, melakukan suatu kegiatan di kampus, pemberi materinya kita, panitianya kita, dan para pesertanyapun kita semua. Marilah kita belaku professional dalam berdakwah sehingga kita dapat menjalankan tugas sebagai khalifah di muka bumi ini.

Fiqhud Dakwah sebagai Konsep Dasar

Pemolaan Manajemen Dakwah di kampus membutuhkan landasan fiqh yang diartikulasikan secara segar dan aktual. Keluasan dan keluwesan ajaran Islam amat mendesak untuk diperdalam bagi para rijalud dakwah yang kebetulan menjadi elit kampus. Manuver-manuver politik begitu cepat berseliweran di depan mata. Pergolakan pemikiran menjadi dinamika civitas akademikanya. Selalu saja ada informasi baru yang mengguncangkan. Sementara generasi baru yang ”hedon-norak” itu begitu aktifnya menjadi pialang-pialang yang membawa kebudayaan barat di kampus. Perubahan-perubahan yang begitu cepat dan dinamika serta pergesekan dan persaingan yang begitu tajam menjadi ciri obyek dakwah (mad’u) di dunia kampus.

Perumusan fiqhud dakwah kampus amatlah penting. Hal ini berkaitan dengan kebijakan dan perilaku para rijalud dakwah di kampus. Kesalahan, kerancuan, kedangkalan, dan kesempitan pemahaman akan berakibat fatal pada wajah dakwah kampus. Seringkali citra dakwah tertutupi oleh juru dakwahnya sendiri. Kecenderungan menghakimi terkadang masih mewarnai sebuah kebijakan. Kurang tasamuh terhadap keberagaman dan cenderung saklak atau hitam-putih dalam memecahkan masalah. Padahal kompleksitas masyarakat modern semakin menuntut pola berpikir alternatif dalam menawarkan solusi.

Pemahaman akan fiqhul ikhtilaf yang senantiasa mendahulukan sisi positif (husnudzh dzhon) terhadap setiap orang dan kelompok serta mengkaitkan sisi-sisi positif tersebut dalam bangunan dakwah masih kurang sekali. Belum cukup kesadaran bahwa setiap rijalud dakwah harus mendorong terciptanya link-link dengan berbagai golongan dan kalangan serta beramal jama’I atas apa-apa yang disepakati bersama. Belum cukup usaha untuk menggerakkan partisipasi aktif masyarakat ammah dan keterkaitan semua unsur sebagai pendukung harakah. Hingga muncullah tuduhan-tuduhan seperti sok suci, penguasa kebenaran, atau facisme religius.

Oleh karenanya di tingkat pemahaman perlu pembenhan dan penjernihan agar ada kesatuan pandang dan bahasa yang sama dari para rijalud dakwah. Kesenjangan dan perbedaan persepsi bisa menjadi potensi tafaruq di lapangan. Konsep-konsep seperti manhaj, uslub, harakah, tarbiyah, halaqoh, liqo, ikhwan, akhwat, futur dan lainnya, telah mengalami bias, direduksi sebatas idiom dan disalahkaprahi sebagai satuan-satuan yang kategoris. Maka muncullah verbalisme yang pada gilirannya menghambat komunikasi dengan masyarakat ammah.

Namun hal yang amat mendesak untuk dikaji, dirumuskan, dan disosialisasikan adalah fiqhul waqi’i. Seiring dengan makin besarnya jumlah rijalud dakwah maka terbukalah peluang-peluang dakwah yang selama ini tak terbayangkan. Semangat untuk merambah ke berbagai sektor kehidupan-“yang tercermin dengan diambil alihnya berbagai posisi strategis lembaga kemahasiswaan di kampus”-seharusnya diiringi oleh bacaan yang kuat terhadap situasi dan kondisi lahan yang akan digarap. Kalau tidak, akan terjadi fitnah dan inqilabiyah yang dipaksakan (isti’jal). Manuver-manuver yang dilakukan menjadi tidak smooth. Dan sudah menjadi karakter masyarakat kampus yang tidak suka terhegemonik.

Kebutuhan utama akan fiqhul waqi’I adalah dalam pembuatan konsep. Oleh karenanya para konseptor yang lazimnya duduk di majelis syuro adalah orang-orang yang matang dalam pemahaman akan fiqhul waqi’I, cukup jam terbangnya pada medan dakwah yang akan diterjuni, dan memiliki penguasaan terhadap disiplin ilmu yang berkaitan erat dengan permasalahan-permasalahan obyek dakwahnya. Tentulah amat sulit menemukan tiga hal tersebut sekaligus dalam diri seseorang. Selain itu, skala yang membesar dan kompleksitas yang meningkat membuat semakin tidak mungkin apabila pembuatan konsep hanya diserahkan pada seseorang saja. Saatnya sekarang menghadirkan para rijalud dakwah sesuai spealisasi ilmu atau kafa’ahnya dalam sebuah forum dialog yang seimbang. Penglibatan rijalud dakwah yang ahli dalam masalah sosiologi misalnya, mendesak untuk dihadirkan agar gerak dakwah yang dilakukan lebih sosiologis (bil lisani qoumi) dibandingkan pendekatan politik melulu. Penglibatan beragam rijalud dakwah dari berbagai disiplin ilmu amat dimungkinkan di dunia kampus. Tantangan dakwahnya ada di depan mata yaitu, bagaimana menjawab permasalahan-permasalahan yang timbul dari fenomena generasi baru yang “hedon-norak” berikut kebudayaannnya itu.

Masih berkaitan dengan fiqhud dakwah, masalah kiprah muslimah nampaknya memerlukan pembahasan tersendiri. Dominasi kaum hawa di beberapa fakultas merupakan fenomena tersendiri di kampus. Lebih-lebih lagi kalau keberadaannya di kampus memperoleh-“kalau tidak bisa dibilang klaim”- legitimasi feminisme. Masalah feminisme jika diletakkan sebagai sebuah aliran pemikiran belaka mungkin hanya menjadi ghazwah di tataran pemikiran saja. Tapi kalau feminisme sudah menjadi idiologi sebuah pergerakan, ini tentu saja akan menjadi perbenturan yang mewarnai kampus di masa datang. Di tingkat nasional, bisa disaksikan maraknya buruh-buruh perempuan dan merambahnya kaum ibu ke sektor-sektor yang selama ini tak pernah terbayangkan. Beralihnya peran ibu dari sektor domestik ke sektor publik ini jelas akan berpengaruh besar di masa datang.

Catatan yang patut digaris bawahi pada pembahasan di sekitar fiqhud dakwah adalah manajemen konflik bagi para rijalud dakwah. Membicarakan konflik bukanlah meniatkan terjadinya konflik akan tetapi meniatkan penyelesaian konflik agar menghasilkan ishlah yang mendatangkan rahmat. Menabukan membicarakan tentang konflik justru mengingkari kenyataan yang ada. Memendam konflik berarti menyimpan bom waktu yang akan menjadi bumerang. Oleh karenanya konflik harus diselesaikan semenjak dini. Seiring dengan terajutnya tali ukhuwah, buatlah sebuah mekanisme yang mendamaikan perselisiha menjadi islah di atas landasan ketakwaan. Kalau seorang rijalud dakwah berhasil memanej konfliknya menjadi sebuah ishlah di atas ketakwaannya maka Allah akan merahmatinya (QS Al Hujurat ayat 10)

Manajemen Dakwah Kampus

Apabila telah muncul persamaan persepsi pada diri setiap rijalud dakwah tentang urgensi dakwah kampus, amat penting untuk segera dipetakan permasalahan yang ada. Di sinilah perlunya para rijalud dakwah yang memiliki kemampuan manajerial tinggi. Selain itu perlu juga dikerahkan rijalud dakwah dari beragam disiplin ilmu untuk dapat mendekati permasalahan secara multi dimensional.

Selama ini pengelolaan dakwah kampus lebih nampak sebagai sebuah paguyuban. Lembaga musholla, rohani islam, atau lembaga dakwah kampus menunjukkan kekeluargaan yang tinggi dan mampu mengikat banyak orang. Akan tetapi pengelolaan organisasinyacenderung tradisional. Ketergantungan akan figur masih sangat tinggi, sementara sistemnya-kalau tidak bisa dibilang amburadul-sangat lemah. Lembaga lainnya di kampus nampak memiliki kecenderungan yang tinggi untuk melahirkan nidzham yang sistemik. Dalam hal profesionalitas dan etos kerja, harus diakui bahwa para rijalud dakwah masih kalah dengan para pialang peradaban barat, minimal dalam hal performance-nya.

Oleh karenanya hal pertama yang harus disosialisasikan adalah urgennya diselenggarakan diklat-diklat Manajemen Dakwah Kampus di setiap kampus. Mulai dari tingkat universitas, fakultas, unit-unit kegiatan, sampai jurusan-jurusan. Harus dirumuskan sebuah paket standard dalam bentuk modul atau diktat yang menjadi tolak ukur bagi peningkatan sumber daya manusia para rijalud dakwah. Paket tersebut meliputi Manhaj Dakwah Kampus, tarbiyah ruhiyah, fiqhud dakwah, fiqhul waqi’I, dauroh murabbi, dauroh sospol, dauroh akademik, dauroh ijtima’iyyah, dan ketrampilan manajemen dakwah. Pada hakekatnya paket-paket ini merupakan dauroh tarqiyah yang dikemas secara menarik.

Manajemen Dakwah Kampus dapat dijabarkan sebagai kiat-kiat, teknik, panduan, juklak, atau bahkan model-model dan format kegiatan yang bersifat kongkret. Manajemen Dakwah Kampus merupakan turunan langsung dari konsep dasar yang bersifat abstrak seperti yang termaktub dalam materi fiqhud dakwah. Diharapkan para rijalud dakwah memiliki bekal kemampuan praktis seperti, merumuskan masalah, komunikasi massa, teknik negoisasi, berpikir alternatif, manajemen strategi, rekayasa sospol, manajemen rapat, manajemen issu dan opini publik, networking, pengembangan kreatifitas, membuat keputusan, dan penerapannya dalam sebuah organisasi. Minimal seorang rijalud dakwah memiliki kemahiran mengelola sebuah kepanitiaan.

Harapannya adalah semakin banyak dihasilkan konsep-konsep terapan yang siap pakai di lapangan akan semakin banyak pula praktisi yang siap bekerja untuk dakwah. Suatu saat tidak ada lagi prinsip “yang penting kerja” akan tetapi telah berubah menjadi “yang penting kerja dengan ihsan”. Suatu saat juga tidak ada lagi pertanyaan “bagaimana ?” ketika seseorang diamanahkan sebuah pekerjaan. Dan akhirnya tidak ada lagi orang yang tidak bekerja, bukan karena tidak mau bekerja, tetapi tidak tahu apa yang mesti dikerjakannya dan atau tidak mampu mengerjakannya.

Urgensi Dakwah Kampus

Urgensi pemolaan manajemen Dakwah Kampus bukanlah semata-mata karena tuntutan modernitas. Seolah-olah menjadi kelatahan apabila muncul sebuah kesadaran untuk lebih komprehensif memolakan Dakwah Kampus dalam rumusan-rumusan yang menjadi tradisi masyarakat modern. Padahal memenej Dakwah Kampus adalah sebuah sunnatullah bagi siapa saja yang ingin seruannya menjadi kiblat yang digugu, ditiru, dan dipanuti. Jadi membuat nidzham yang sistemik dan pemprograman yang jelas merupakan kewajiban bagi setiap rijalud dakwah yang bermujahadah. Artinya, mentakwin ummat, membentuk generasi rabbani, dan menuju khairu ummah, bukanlah membangun kerajaan pendeta, rezim junta militer yang facistis, atau sekedar membuat konfrensi internasional. Akan tetapi risalahnya adalah mewujudkan pemahaman yang syamil (tidak juz’I) pada setiap diri muslim sekaligus mengejawantahkannya pada peradaban yang lengkap (tidak sektoral). Ali Ra pernah berkata: Al Haq yang tidak ternidzham akan dikalahkan oleh al bathil yang ternizham.

Kampus adalah komunitas kecil yang merepresentasikan sebuah negara dalam skala mini. Kampus juga bisa dipandang sebagai pusat informasi yang paling cepat mengolah data menjadi konseo-konsep yang siap diterapkan di tengah masyarakat. Kampus adalah sebuah wahana yang mampu membahas segala permasalahan secara komprehensif melalui pendekatan multi dimensional. Dari sisi rekrutmen, kampus merupakan tempat berkumpulnya orang-orang yang berpotensi menjadi penentu kebijakan di masa datang. Bahkan pada saat-saat tertentu kampus dapat juga menjadi faktor yang ikut menentukan perubahan sejarah.

Oleh karenanya kampus dapat dijadikan sebagai sebuah laboratorium untuk menelurkan berbagai konsep. Sekaligus berfungsi pula sebagai sarana latihan bagi para rijalud dakwah dalam menerapkan konsep-konsep tersebut. Homogenitas komunitas kampus justru bisa menjadi kekuatan untuk menguji seberapa handal kualitas sumber daya manusia yang ada dan seberapa bagus konsep yang ditelurkan. Sesungguhnya pergesekan elit dan perdebatan konsep terjadi pada masyarakat yang berpendidikan tinggi. Sementara, untuk menghindari kecenderungan untuk menjadi elitis harus dirumuskan kegiatan-kegiatan yang menyentuh langsung masyarakat luas.

DAKWAH KAMPUS, HARAPAN DAN KENYATAAN

Latar Belakang

Salah satu sifat asholah dakwah adalah tetap konstan dalam masalah ushul dan bersifat fleksibel dalam menanggapi dan menghadapi perkembangan zaman. Dakwah dapat diibaratkan seperti air, ia akan menyesuaikan bentuk dengan wadah yang menampungnya tanpa harus mengubah zat aslinya. Mendakwahi masyarakat kampus sebagai masyarakat intelektual tentu berbeda ketika berdakwah terhadap masyarakat awam. Kendati esensi yang disampaikan adalah sama, namun ada perbedaan yang signifikan dalam hal cara dan pendekatan yang dilakukan. Semua ini mengingat adanya latar belakang, situasi-kondisi, watak dan karakter yang berbeda pada setiap strata masyarakat, bahkan lebih spesifik lagi pada setiap individu manusia. Kita bisa melihat dalam siroh, bagaimana Rasulullah memperlakukan masing-masing shahabat dan masyarakat yang dihadapinya.

Dalam kerangka dakwah yang manhajiyyah, dikenal dua model pendekatan, yaitu dakwah ‘ammah dan dakwah khashshah. Di mana kaidah dakwah pada asalnya adalah ‘ammah tetapi karena kondisi-kondisi tertentu dapat menjadikannya khashshah. Pada dakwah ‘ammah, seluruh kaidah-kaidah yang berlaku bersifat umum, universal, mulai dari tema pembicaraan, terget yang akan dicapai sampai sarana yang akan digunakan adalah bersifat umum. Sedangkan pada dakwah khashshah, ia bersifat spesifik dan tertutup, baik berupa cara, target maupun sarana yang digunakan. Untuk mempermudah pemahaman kita dalam masalah ini, kita bisa nisbatkan ke dalam marhaliyah dakwah kita, yaitu tabligh, ta’lim, dan takwin. Yang termasuk dakwah ‘ammah adalah tabligh dan ta’lim sedangkan takwin termasuk dalam dakwah khashshah.

Kedua pendekatan dakwah tersebut dilakukan secara bersamaan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan yang ada. Oleh karena itu dirasa perlu untuk membuat suatu kerangka landasan untuk mengoperasikan semua program Dakwah Kampus dalam bentuk rencana strategi yang sesuai dengan prinsip-prinsip dakwah yang manhaji dengan memperhatikan kondisi waqi’I-nya. Dengan demikian diharapkan usaha dan upaya penataan dan konsolidasi Dakwah Kampus bisa dijalankan secara terprogram dan rapih sehingga hasilnyapun dapat optimal dan tentunya Allah SWT akan memberikan ganjaran atas ihsanul ‘amal para hambanya. Intinya, Dakwah Kampus yang kita lakukan diharapkan mempunyai Grand Design Dakwah, sehingga memiliki rencananya (Dakwah by Design). Semua Qiyadah dan setiap Jundinya tahu betul situasi dan kondisi yang sedang dihadapi, strategi dan program apa yang harus dilakukan, kriteria SDM yang dibutuhkan serta menuju tahapan Dakwah Kampus mana arahan dakwah mereka.

Paradigma-Paradigma Dasar

Sebelum menentukan sebuah strategi penataan Dakwah Kampus, ada baiknya kita tentukan dulu Paradigma-Paradigma Dasar Dakwah Kampus kita sebagai kerangka acuan seluruh pembicaraan selanjutnya. Adapun Paradigma-Paradigma Dasar Dakwah Kampus kita adalah sebagai berikut:

1. Sesuai dengan asholah dakwah (orisinalitas dakwah) maka Dakwah Kampus harus disampaikan kepada semua lapisan golongan masyarakat kampus, bahkan kepada semua individu manusia, karena dakwah yang tidak tersosialisasi dengan baik pada masyarakatnya niscaya tidak akan memiliki basis pergerakan yang kokoh (al-qoidatush sholbah), yang pada gilirannya akan mengalami disorientasi dakwah. Ada suatu kaidah dakwah yang harus selalu diingat oleh setiap da’I yaitu kita (para da’I) berasal dari mereka (masyarakat), akan bersama mereka, dan kembali pada mereka (nahnu minhum, wa ma’ahum, wa ‘alaihim).

2. Kaidah Dakwah di Kampus adalah dakwah ‘ammah wa harokatudzh dzhohiroh (dakwah umum dan aktifitas terbuka). Dakwah umum maksudnya mampu membahasakan muatan dan aktifitasnya agar mudah diterima oleh berbagai jenis pemikiran dengan bahasa umum dan universal serta lebih adaptif pada kondisi dan situasi riil. Gerak yang terbuka (jelas) maksudnya suatu gerak aktifitas yang mencerminkan kerapihan, keindahan, dan kesinambungan (profesionalitas) sehingga aktifis dan sasaran dakwah kampus mampu menangkap suatu suasana Islami yang nyata, berada pada dataran menyatu dengan denyut kehidupan kampus.

3. Kaidah yang lain adalah Dakwah Kampus bukan hanya untuk Dakwah Kampus. Ketika berdakwah di Kampus, para aktifis dakwah kampus (ADK) harus menyadari bahwa aktifitas dakwah mereka dibatasi oleh batas waktu kuliah (4-6 tahun), suasana yang homogen (mahasiswa yg dominan dari segi jumlah, umur yang sebaya serta tujuan untuk berkuliah) serta usia mereka yang terus bertambah. Dakwah yang sebenarnya ada diluar kampus, waktu yang lebih lama yaitu lebih dari 45 tahun (berdasar life expectancy manusia Indonesia 65 tahun), masyarakat yang heterogen serta kehidupan nyata/riil yang lebih kompleks dibandingkan kampus. Sehingga para ADK harus menyiapkan bekal yang cukup untuk kehidupan paska kampus agar mereka survive, tetap terus berdakwah paska kampus. Mereka harus mempunyai kompetensi (IPK, professional, keahlian khusus dan umum) dan kredibilitas (moralitas, sosial dan perilaku) yang tinggi.

4. Untuk menunjang operasi dan manuver Dakwah Kampus maka kita harus mengoptimalkan seluruh potensi yang ada, baik internal maupun eksternal. Sehingga semua sarana dan prasarana dapat dimanfaatkan untuk kepentingan dakwah, selama hal tersebut telah dipertimbangkan secara fiqhus syar’I dan fiqhul waqi’ (realitas) serta diputuskan lewat mekanisme syuro yang shahih. Ibarat suatu atom, dakwah harus bisa membuat lingkungan di sekitarnya berputar-putar mengelilinginya meskipun dalam orbit yang berbeda-beda. Kaidah ini pun merupakan penjabaran lebih lanjut dari kaidah Dakwah ‘Ammah karena mengikutsertakan para mahasiswa selain para ADK. Dakwah Kampus makin membumi dan mengakar.

5. Program Dakwah Kampus yang akan digulirkan haruslah diset-up secara marhaliyah (bertahap) dengan mempertimbangkan fiqhul awlawiyat (azas prioritas) dan fiqhul muwazanat (azas kesetimbangan), dan harus senantiasa dimutaba’ahi hasilnya (in control). Hal ini dimaksudkan agar obyek dakwah mendapatkan treatmen yang sesuai dengan pemahamannya dan di sisi lain hal-hal yang berbobot amniyyah tetap terjaga.

6. Dalam pelaksanaan Dakwah Kampus harus memperhatikan prinsip amal jama’i. Adalah merupakan sunnatullah yang tetap bahwa segala sesuatunya mempunyai keterbatasan masing-masing. Islam mewajibkan berjama’ah dalam rangka saling mengisi sehingga tercipta keharmonisan dan kesempurnaan. Para pemimpin dan prajurit dakwah harus menata dirinya menjadi suatu shaff yang rapih bagaikan bangunan yang kokoh. Dalam beramal jama’I diperlukan software berupa minhaj (metode), wasilah (sarana), dan uslub (cara). Dengan kata lain diperlukan strategi dan program yang akan diaktualisasikan. Selain itu juga diperlukan hardware berupa sistem yang rapih dan koordinasi yang solid serta terarah.

7. Dakwah Islam adalah dakwah syamilah yaitu sesuai dengan sifat Islam itu sendiri. Ini berarti bahwa Dakwah Kampus harus bisa masuk ke semua sektor dan menjawab semua tantangan yang dihadapinya. Peng’kotak-kotak’an dakwah hanya pada bidang-bidang tertentu saja adalah merupakan kesalahan besar. Dakwah meliputi semua aspek dalam kehidupan manusia. Berkaitan dengan dakwah kampus, dakwah harus bisa menjawab semua permasalahan dan tantangan yang ada di kampus. Ia meliputi, keilmiahan (IPTEK), keorganisasian, kepemimpinan, manajerial, administrasi, sosial, politik, dan lain sebagainya. Dakwah Kampus harus mampu melahirkan SDM-SDM yang tangguh untuk melakukan Islamisasi Ilmu Pengetahuan, mempengaruhi, menerjemahkan, atau merumuskan konsep dan nilai-nilai Islam ke dalam kebijakan-kebijakan publik

ISLAM: PRIBADI, KELUARGA DAN MASYARAKAT

Oleh Drs. Ahmad Yani

Salah satu yang kita dambakan dalam hidup ini adalah terwujudnya kehidupan yang baik berdasarkan nilai-nilai Islam. Sebagai agama yang syamil (menyeluruh) dan kamil (sempurna), Islam memberikan perhatian yang begitu besar pada pembentukan pribadi, keluarga dan masyarakat yang Islami. Oleh karena itu, menjadi penting bagi kita untuk memahani hakikat pribadi, keluarga dan masyarakat yang Islami.

PRIBADI ISLAMI

Kepribadian yang islami adalah pribadi yang bertaqwa dan selalu merasa diawasi oleh Allah Swt. Perasaan diawasi oleh Allah menjadi begitu penting dalam kehidupan seorang muslim karena dengan demikian dia tidak berani menyimpang dari jalan dan ketentuan-ketentuan Allah, hal ini karena setiap perbuatan manusia ada pertanggung-jawabannya dihadapan Allah, kebaikan dan keburukan yang dilakukannya untuk dirinya sendiri. Allah berfirman yang artinya: Sesungguhnya Kami menurunkan kepadamu Al kitab (Al-Qur?an) untuk manusia dengan membawa kebenaran; siapa yang mendapat petunjuk maka petunjuk itu untuk dirinya sendiri, dan siapa yang sesat maka sesungguhnya dia semata-mata sesat buat (kerugian dirinya sendiri, dan kamu sekali-kali bukanlah orang yang bertanggung jawab terhadap mereka (QS 39:41).

Disamping itu pada ayat lain Allah juga berfirman yang artinya: Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan diminta pertanggungan jawabnya (QS 17:36).

Puasa dan seluruh peribadatan di dalam Islam melatih kita untuk selalu dalam pengawasan Allah, menghargai waktu, disiplin dan sebagainya, sehingga dari ibadah ini insya Allah akan kita capai perbaikan keislaman diri ke arah yang lebih baik dan terus menunjukkan ketundukan kepada Allah Swt hingga akhir hayat, Allah Swt berfirman: Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya dan jangan sampai kamu mati kecuali dalam keadaan muslim (QS 3:102).

KELUARGA ISLAMI

Keluarga Islami adalah keluarga yang anggota-anggota bukan hanya status keagamaannya sebagai muslim, tapi juga dapat menunjukkan keislaman dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam hubungannya kepada Allah Swt maupun dengan sesama anggota keluarga dan tetangganya. Dari sini akan terpancar sinar kemuliaan keluarga dalam kehidupan masyarakat, karena dari keluarga yang islami itulah akan terwujud nantinya masyarakat yang islami. Oleh karena itu menjadi penting bagi setiap muslim untuk memperbaiki dan menata keluarga dengan sebaik-baiknya.

Dalam konteks bulan Ramadhan, memperbaiki keislaman keluarga bisa kita lakukan dengan lebih menkondisikan suasana pengamalan ajaran Islam dalam keluarga seperti tadarrus dan tadabbur (mengkaji) Al-Qur?an, sahur bersama, buka puasa bersama, tarawih bersama yang disertai ceramah dan memperkokoh hubungan dengan sesama anggota keluarga karena suasana kumpul bersama keluarga di rumah pada bulan Ramadhan relatif lebih banyak sehingga tercipta keakraban dan keharmonisan hubungan antar keluarga yang berdampak sangat positif dalam upaya memperbaiki keislaman anggota keluarga.

Ramadhan boleh dikata sebagai momentum yang sangat baik untuk memperbaiki keislaman anggota keluarga. Misalnya anggota keluarga yang belum bisa membaca Al-Qur?an bisa kita kontrol dan kita tumbuhkan atau kita tingkatkan kemampuannya membaca Al-Qur?an, begitu juga dengan pemahaman dan pengamalannya. Memperbaiki keislaman keluarga merupakan tanggung jawab kita bersama, khususnya bagi seorang suami atau bapak, maka seorang bapak harus memperbaiki keislaman dirinya terlebih dahulu baru memperbaiki keislaman keluarganua. Keluarga harus kita islamisasikan karena azab Allah sangat pedih bagi siapa saja yang tidak bertaqwa kepada-Nya, Allah berfirman yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan (QS 66:6).

MASYARAKAT YANG ISLAMI

Terwujudnya masyarakat yang berkepribadian Islami merupakan sesuatu yang sangat penting. Dengan terwujudnya masyarakat Islami, ketertiban, kedamaian dan ketenangan hidup akan sama-sama kita rasakan, bahkan hidup jadi terarah pada nilai-nilai kebenaran dan dapat kita kikis habis tindakan-tindakan yang maksiat atau paling tidak sangat kecil peluang manusia untuk melakukan kemaksiatan. Dari sini masyarakat akan memiliki harapan yang lebih besar terhadap masa depan yang cerah, tapi bila masyarakat tidak Islami, maka masa depan yang bahagia akan terasa suram. Allah Swt berfirman,

?Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya? (QS 7:96).

Apabila manusia, baik secara pribadi maupun kelompok atau masyarakat memperoleh keberkahan dari Allah Swt, maka kehidupannya akan selalu berjalan dengan baik, rizki yang diperolehnya cukup bahkan melimpah, sedang ilmu dan amalnya selalu memberi manfaat yang besar dalam kehidupan. Disinilah letak pentingnya bagi kita mewujudkan masyarakat yang islami. Pertanyaan kita kemudian adalah seperti apa masyarakat Islami yang harus kita wujudkan itu.

Paling kurang ada empat ciri masyarakat Islami yang harus kita tegakkan. Pertama, masyarakat yang bersaudara antar satu dengan lainnya. Masyarakat yang tidak mempersoalkan orang asing atau pribumi, dikenal atau belum, penduduk asli atau pendatang, yang penting adalah ketaqwaannya kepada Allah Swt sebagaimana firman-Nya,

?Hai manusia, sesunguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal? (QS 49:13).

Kedua, Masyarakat yang tidak mengenal konflik dan pertentangan, hal ini karena konflik dan pertentangan biasanya terjadi karena ada kesenjangan yang salah satunya adalah kesenjangan ekonomi dan masyarakat Islam tentu menunaikan zakat, infak dan shadaqah. Karena itu, dengan zakat yang ditunaikan secara baik, akan terjembatani jarak yang memisahkan antara yang kaya dengan yang miskin. Manakala konflik dan pertentangan antar sesama anggota masyarakat sudah bisa diatasi atau diselesaikan, niscaya masyarakat itu akan menjelma menjadi masyarakat yang kuat meskipun sebenarnya potensinya lemah, sedangkan masyarakat yang sebenarnya memiliki potensi yang besar tetap saja akan menjadi lemah bila masih saja mengembangkan konflik dan pertentangan, Allah Swt berfirman yang artinya,

?Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar? (QS 8:46).

Ketiga, masyarakat yang bersungguh-sungguh dalam kebaikan termasuk dalam mencari kebutuhan ekonomi yang halal bagi diri dan keluarganya merskipun dengan susah payah dalam memperolehnya, Rasulullah Saw bersabda,

?Seseorang yang membawa tambang lalu pergi mencari dan mengumpulkan kaya bakar lantas dibawanya ke pasar untuk dijual dan uangnya digunakan untuk mencukupi kerbutuhan dan nafkah dirinya, maka itu lebih baik dari seseorang yang meminta-minta kepada orang yang terkadang diberi dan kadang ditolak” (HR. Bukhari dan Muslim).

Keempat, masyarakat yang terhormat, yakni masyarakat yang memiliki izzah, kemuliaan atau harga diri, baik dalamn kaitan dengan mencari harta, melapiaskan keinginan seksual maupun dalam menjalin hubungan dengan sesama manusia. Citra diri merupakan sesuatu yang selalu dijaga dan dipertahankan.

Dari uraian di atas, menjadi jelas bagi kita bahwa terbentuknya pribadi, keluarga dan masyarakat yang islami merupakan suatu kebutuhan bagi proses perwujudan kehidupan dunia yang aman, adil dan sejahtera.(afd)

Masa Pencarian…Siapakah Aku

Dana, Ecin, Sutisna (alm), Titim, Suryaman, Rasmanah, Maemunah dan Dani-pent. Mereka itu adalah putra dan putri dari seorang kakek yang selama + 13 tahun telah membesarkan dan memeliharaku dari keterasingan hidup dimasanya. Aku sendiri adalah cucu ke empat dari putra pertamanya. Ketika masih kecil / balita aku termasuk anak yang hyper-aktif, begitu tetanggaku bilang.

Ketika sebelum masuk SD, temen temen dan tetangga sering bilang-tepatnya ngomel- kalau aku sebenarnya bukanlah anak dari seseorang yang bernama Oyo Wikaryo-yang tak lain beliau adalah kakekku. Nenekku sendiri bernama ma’ Emah (begitu tetanggaku bilang). Meski nama aslinya adalah Maryam (begitu anak-anaknya bilang). Ketika masih kecil aku selalu bertanya pada kakekku……’’ anak siapakah aku sebenarnya..?’’ . namun setiap aku bertanya Beliau selalu diam dan sesekali bilang kalau aku adalah anaknya dengan berkata ‘’ kamu adalah anak kakek ‘’jawaban itu memang cukup membuatku nyaman diwaktu itu sampai aku masuk SD.

Banyak desas desus tentang latar belakang keberadaan pemeliharaanku di tangan Kakek. Dulu ada yang mengatakan kalau aku adalah anak terbuang, yang lainnya bilang kalau aku sebetulnya anak yang hyper-aktif sehingga kedua orang tuaku yang waktu itu diterpa berbagai macam ujian keluarga, tak sanggup memeliharaku sehingga menitipkan aku ke seorang Pengusaha tahu – yang dikenal dengan Pak Haji Husen, namun karena kebetulan waktu itu kakekku yang sedang menengok tidak melihat bayi (aku) maka iapun menanyakannya dan memarahi kedua orang tuaku dengan kemarahan yang besar karena telah memberikan cucunya kepada orang lain sehingga konon katanya sejak waktu itulah aku dipelihara oleh Kakek dan Neneku di Banjarsari.

Namun belum sempat aku menanyakan lebih jauh tentang keberadanku terhadap kakek, terlebih dahulu kakek telah meninggalkanku untuk selama lamanya. Satu hal yang tragis dan sangat menyayat luka perih dihati waktu itu tatkala aku mendengar kepergiannya pada hari ke tujuh beliau telah wafat, padahal waktu itu aku sangat gembira karena telah mendapatkan beasiswa sekolah Aliyah bersama tujuh temanku dipesantren. Tanpa menunggu waktu akupun pergi pulang ke Banjarsari diwaktu itu dengan menggunakan uang beasiswaku dan aku benar-benar menjerit menangis diatas nisannya pekuburannya sampai akhirnya aku tak sadarkan diri…beruntung ada orang yang membangunkanku diwaktu itu.

Bersama kakekulah aku mengetahui berbagai macam tabir misteri keluarga besarku yang tidak semua anak anaknya mengetahui sebanyak yang aku tahu. Mungkin itu dikarenakan memang aku adalah cucu kesayangannya diantara cucu cucu yang lainnya. Meski tiga bulan sebelum kepergiannya , beliau pernah bilang kepadaku…’’ kita dilihat dari segi apapun bukanlah siapa-siapa dan kita juga adalah orang yang biasa-biasa saja, mungkin kita bukanlah  orang kaya dari segi harta namun ingatlah jika suatu saat kamu tidak bisa menjadi orang kaya maka jadilah orang baik saja ‘’. Harapan terbesar kakeku waktu itu adalah ingin memiliki rumah tembok (karena waktu itu masih berdindingkan kayu). Alhamdulillah selang setahunan harapannya terkabulkan meski beliau tidak sempat menyaksikannya.

Jujur aku sempat syok dan sempat membenci kedua orang tuaku diwaktu kakek dan tetangga memperkenalkan aku pada dua sosok asing yang tak lain kemudian mereka adalah kedua orang tuaku sendiri. Butuh waktu cukup lama untuk bisa membuatku menerima kalau mereka adalah kedua orang tuaku.

Syok dan kekagetanku ternyata tidak hanya sampai disitu, setelah aku terpaksa diajak kakeku kerumah orang tua asliku di Ciamis ( + 40 KM dari rumah kakek ), aku hanya bisa terpana membisu tatkala dirumah itu aku melihat dan memperhatikan – banyak berdiri orang orang yang tidak pernah aku kenal sebelumnya. Hampir semua mereka merangkulku dan mengucapkan kata adik kepadaku , sebagiannya lagi bilang cucu padaku, sedangkan yang pada masih kecil – kecil, kulihat mereka ketakutan melihatku sambil berkata siapa dia….siapa dia. Ketiga orang itu tak lain adalah kakaku, satu nenek dari pihak ibu dan uyut dari pihak ibu pula, sedangkan ketiga anak kecil itu tak lain adalah adik-adikku sendiri

Aku termasuk anak ke-empat dari delapan bersaudara. Kakak pertamaku bernama Dudung, usianya kini sekitar 32 tahunan namun ia belum menikah. Sejarah cinta tragislah yang melatar belakangi keengganannya untuk menikah kembali. Maklum dulu ia ditinggal menikah oleh calonnya tatkala ia bekerja  mencari bekal untuk menikah. Kakak keduaku bernama Yati Mulyati, tiga anak telah dia punya kini.Sedangkan kakak ketigaku bernama Rina, meski sudah menikah hampir empat tahun namun hingga kini belum mempunyai momongan. Endin adalah aku sendiri dimana posisiku berada diurutan ke-empat, usiaku kini menurut kalender kakek adalah 26 tahun namun menurut kalender orang tua baru berusia 25 tahun meski sebetulnya kalau diteliti dan dikaji secara keilmuan tidak ada satupun yang betul.

Kini aku memiliki empat adik. Adik pertamaku bernama Yatna Suryatna, usianya sekitar 24 tahun dan kini dia sudah menikah, baru sekitar delapan bulan lalu, dia kini tinggal di Ciamis sekitar 6 KM dari rumah kedua orang tuanya. Adik keduaku bernama Nuryamah, usianya kini sekitar 21 tahun, diapun sudah menikah sekitar dua setengah tahun yang lalu, meski sempat memiliki momongan namun takdir telah lebih dulu mengambil bayinya, bayinya meninggal pada usia masih bulanan, namun kini alhamdulillah sedang mengandung lagi, dia kini tinggal + 10 KM dari rumah kedua orang tuanya. Adik ketigaku bernama Runika dan saya biasa memanggilnya dengan sebutan Enik.Usianya kini sekitar 17 tahun, dia tidak melanjutkan sekolahnya malah memilih bekerja dan kini juga dia sudah memiliki calon meski sebetulnya calon yang disukainya adalah keponakanku sendiri yaitu anak bibi ke-empatku ‘’Rasmanah’’. Hingga kini pro kontra dan perdebatan tentang hubungannya masih menjadi perbincangan, maklum kadang adat yang keluar dari kebiasaan lebih kental dalam masalah ini. Sedangkan adik ke –empatku kini sedang dan masih sekolah kelas empat SD, ada kebetulan tentang adik ke-empatku dimana namanya sama dengan mutarobiyah yang sempat dita’arufkan oleh murobiyahnya kepadaku, namanya sama dengan seseorang yang mudah-mudahan bisa menjadi teman hidupku untuk bisa bekerja bersama dalam hidup selama-lamanya dunia dan akhirat meski sedikit ada perbedaan didalam nama panjangnya.

Perlu diketahui bahwa pekerjaan orang tuaku kini adalah serabutan –tidak tentu. Asal bisa mendapatkan sesuap nasi, pekerjaan apapun pasti akan dilakukannya-yang penting hahal. Meski memang pada awalnya pekerjaan tetapnya berkebun namun kini semuanya tidak dimilikinya lagi pasca pernikahan kedua adiku dan hal itu karena dipake modal pernikahan kedua adiku. Kata kakak-kakaku dulu bahwa sebetulnya pada awalnya keluarga kami adalah keluarga yang berkecukupan namun pasca kelahiranku banyak tragedi yang terjadi menghujam keluargaku secara bertubu tubi hingga akhirnya aku sendiri dibuang disaat benar benar membutuhkan kasih sayang keduanya.

Kini kondisi per-ekonomian kedua orang tuaku benar-benar diambang titik nadzir. Kini kedua orang tuaku hanya memiliki satu rumah yang teramat sederhana meski lebih tepatnya bisa dibilang kurang layak untuk dihuni, rumah kami terbuat dari panggung dan tidak berdindingkan tembok. Dan inilah sebetulnya salah satu dari beberapa alasanku kenapa aku mengundurkan diri dari pada perusahaan Ibu dan Kakak angkatku di Banjarsari dan di Tasikmalaya, padahal kehidupanku sangat terjamin sebelumnya. Kini aku benar benar prihatin terhadap kondisi kedua orang tuaku . Semoga Allah tetap memberikan kekuatan bagi mereka. Amien.

Namun disaat bersamaan aku juga benar benar menginginkan ada seseorang yang bisa menemaniku dalam hidup, menemaniku dan mendengarkan curhat kehidupanku selama ini, menamaniku disaat benar benar aku membutuhkan dukungan dan kasih sayang yang hampir selama ini aku belum optimal merasakannya.

Dari delapan bersaudara aku adalah salah satu anaknya yang banyak menyimpan misteri-begitu orang sekelilingku bilang, dimulai misteri perjalanan kelahiranya dulu yang hampir tewas dimakan ajag serigala waktu itu- beruntung ada kucing putih yang menyelamatkanku (so..aku teramat suka dengan kucing), bayi yang hyper-aktif / sangat aktif terkhusus kalau menangis selalu menjerit lama kadang bisa berhari-hari sampai tak bersuara, proses pembuangan kepengasuhannya sampai kepada hal-hal mistis siluman ular yang sempat mendatangi ayahku untuk membunuhku ketika bayi (versi ibuku) dan sampai kepada proses sering didatangani dan digigitnya aku dengan hantu kepala diwaktu kecil dulu (ini versiku-nyata) serta banyak lagi misteri yang sebagian orang benar benar tidak meyakininya. Bahkan aku sendiri selalu mencoba untuk tidak meyakininya..

Sampai kini kedua orang tuaku benar benar belum mengetahui letak dimana aku pernah sekolah dan kuliah, maklum dari kecil hanya kakeklah yang selalu menemaniku disaat aku mulai masuk SD, bahkan sejak awal masuk SMP sampe kuliah setiap melakukan pendaftaran siswa/mahasiswa, aku selalu melakukannya dengan seorang diri sampai sampai penandatanganan daftar ulang sampai raport aku sendiri yang suka menekennya. Kemampuanku sekolah dari semenjak SD sampai bisa kuliah  lebih dikarenakan faktor bea siswa yang selalu aku dapat. Sehingga kadang enak juga sih ketika semua orang kesulitan mendapatkan uang untuk SPP, aku malah suka dapat uang setiap bulannya karena bonus beasiswa yang didapat (meski waktu itu-uang sebesar 25.000/bulannya merupan uang yang sangat besar menurutku). Ketika kuliah-aku bekerja diperusahaan kakak angkatku meski pada masa kuliah ini pula Ibu dan Kakak angkatkulah yang lebih dominan membantu dalam masalah financial keuanganku (ketika dihitung-hitung hampir + 17.900.000,- aku menghabiskan uang dimasa kuliahku…subhanallah belum termasuk jajan dan kebutuhan sehari-hari). Semoga amal baik mereka semua dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang berlipat ganda.