Sosok Bang Fahri : ”Kolektif ” Efektif, Efisien – Al’Azalah

Takdir lah yang pada akhirnya ku bisa lebih dekat mengenalnya, lebih dari 7 kali ku bertemu dengannya secara langsung, baik diskusi secara umum berkelompok maupun berdiskusi empat mata plus para saksi temen seperjuangan. Sebetulnya sedari awal aku meyakini bahwa didalam sosok yang super keras nan tegas pasti tersimpan kelembutan nan kasing sayang yang tulus tentunya. Sering aku hanya bisa melihat dan mendengar tentang berbagai retorika kenegaraan hanya lewat TV, youtube dan sosmed yang lainnya. Tak pernah terbayangkan akan begitu dekat secara fisik nan verbal ketemu langsung dengannya. Benar kata pepatah orang yang faham terhadap kekacauan akutnya negeri ini hanya akan melahirkan dua kemungkinan, pertama ia akan banyak diam karena ketidakmampuan mengakumulasikan solusi yang super berat nan njlimet , ia akan lebih memilih zona aman dalam bersiyasah karena begitu besarnya resiko yang ditimbulkan, kepastian tingkat kesulitan yang sudah pada level ”dewa/tuhan”. Tak mungkin orang bisa memberikan solusi secerdas dan sehebat apapun ia. Kedua kemungkinan ia akan lantang dalam bernarasi dan banyak mengeluarkan diksi-diksi yang super keras nan tegas, hal itu dimaklumi karena dia jauh lebih banyak mengetahui kekacauan kekacauan yang super ”edan” dinegeri ini. Kalau beberapa waktu lalu presiden joko sempet melontarkan 1000 T uang negara ada diluar, maka sesungguhnya uang sebesar itu hanyalah receh yang teramat sangat kerdil untuk dibesar besarkan, jauh lebih banyak melimpah dari yang disebutkan.

Dalam beberapa kesempatan Allah mentakdirkan saya bertemu dengan orang lapis ketiga para ”taufan” pengendali negeri ini. banyak diskusi tentang kesemrawutan negeri ini, banyak ilmu tentang jahatnya sistem monopoli negeri ini , dari mulai bobroknya smua birokrasi yang memang disetting seperti itu jauh jauh hari, pengendalian negara oleh para pemodal super elit, banyak hal yang diutarakan dalam diskursus dikala itu. Pada awalnya semua sungguh terasa hal yang mustahil, hal yang dirasa terlalu melangit – 1000% tingkat kemustahilannya, 100% stres dibuatnya, sungguh hampir meledak kepala disaat mencoba memahami betapa parahnya pengelolaan negeri ini. Banyak mafia yang dibongkar dikala itu dan memang benar adanya, semua dari hasil prediksi prediksi dikala itu benar adanya dikemudian hari. Dari mulai kepemimpinan hasil pilpres sampai pembedahan penguasaan dunia dikemudian hari. Banyak hal yang menerawang-melangit namun semuanya terdokumentasikan dalam buku sempat dibocorkan beberapa itemnya. Maka dengan penjelasan itu, ketika mengenal bang Fahri ternyata dia sudah mengetahui itu jauh-jauh hari. Beliau sudah mengenal betul arti dari simulasi-simulasi kekacauan negeri ini, simulasi yang dirancang, didesign dan juga tentunya direncanakan puluhan tahun kebelakang berikut dikonsep untuk lima puluh tahunan kedepan.

Itulah kenapa seorang Fahri begitui kerasnya dengan para rekan Rocky Gerung, mereka jauh lebih mengenal penyakit negeri ini. Bang Fahri adalah sosok yang berapi api jika diajak diskusi, dia selalu mendemontrasikan percaturan politik bila itu berkenaan dengan sistem rumus tata kelola negara ini. Tidak jarang benda apapun yang ada disekitar diskusi akan dijadikannya bahan demo untuk merasionalisasikan gerakan perpolitikan dinegeri ini. Hal yang terkadang tidak dipercaya orang bahwa seorang Fahri adalah seorang yang ”katro” dalam kehidupan kesehariannya. Sekilas ia seolah seorang manusia kerdil yang biasa saja tidak ada keistemewaaannya sama sekali. Berpenampilan seadanya yang terkadang tidak pantas untuk dikenakan oleh seorang pejabat yang duduk disenayan, dalam beberapa malam ia tidak tertidur hanya karena memikirkan negeri yang super kacau ini. Sangat cuek dengan hal-hal yang tidak prinsiple, menggebu jika membahas kebobrokan para penguasa negeri ini. Menangis jika sudah bersentuhan dengan rakyat yang termiskinkan oleh sistem ”setan’ negeri ini. Sebuah sistem yang dibentuk untuk kemaslahatan bersama namun menjadi dinamika ”setan” dalam prakteknya. Semua builtshit, semua omong kosong, pencitraan atas nama idiologi, pencitraan atas nama agama. Padahal semuanya setttingan, padahal semuanya hanyalah ”cangkang” sampah yang hanya menjadi bamper kemunafikan saja.

Meski banyak kelebihan tentu Fahri juga manusia biasa, terkadang sikap dan sifat ketergesa gesaannya pula yang menjadi bumerang bagi dirinya. Sebuah analisa rasionalitasnya sering terpatahkan dengan hipotesa guru dan sahabat dekatnya, ya Anis Matta namanya. Banyak analisa rasionalitas kongkrit FH yang terpatahkan oleh seorang Anis Matta. Sampai sampai ketika dikonfirmasi, FH selalu mengatakan ” kalau sudah melakukan diskusi berat bersama beliau (AM) sungguh saya tidak bisa mengejar keilmuan beliau, analisanya tiga langkah jauh melampaui nalar saya dan kita”. Salah satunya dikala memprediksi hasil pilgub dan juga pilpres termasuk raihan suara PK* yang kala itu hipotesa FH dan AM bersebrangan bagaikan langit dan bumi. Untuk pilgub -pilpres konklusinya hampir sama dengan kenyataanya, namun untuk suara PK* dikala itu justru pendapat pa AM lah yang pada aklhirnya menjadi kenyataan yaitu suara diatas 8 %. Dua tokoh yang saling melengkapi sekaligus saling mengkritisi satu sama lainnya. Saya merasa bangga bisa bertemu, berdiskusi dan langsung bersentuhan dengan kedua tokoh ini, terlepas dari kekurangannya masing-masing tentunya. Ada ujian yang maha dahsyat bagi FH dikemudian hari, namun mudah-mudahan itu menjadi penggugur khilafnya dimasa membangun sebuah partai islam yang dianggapnya menyimpang dalam tata kelola kenegaraan dimasanya. Sebuah pemahaman kenegaraan yang saya rasa kita semua harus mencoba mempelajari dan tentu mensolusikannya dikemudian hari, sesuatu yang teramat mustahil menurut rumus ilmu kemanusiaan namun ketika bersandar kepada rumus Ilahiyah ketuhanan rasanya semuanya bisa tersolusikan pada saatnya, hanya bagaimana mengelola keyakinan kita, bagaimana mengelola keteguhan pondasi jiwa nasionalis kita kedepannya. Kedewaaan dan keberaniaanlah kiranya modal dasar bagi kita untuk sedikit bisa membuka tabir tabir kekacauan negeri ini. Negeri yang sampai kiamatpun tetaplah akan menjadi negeri yang penuh dinamika manipulatif-ketersandraan oleh dan bagi siapapun yang nantinya menjadi pengelola negeri ini termasuk ”Gelora” didalamnya. Kita hanya mencoba berikhtiar semaksimal mungkin, berkontribusi sekemampuan hati, berlomba lomba dalam kebaikan untuk negeri tercinta ini. Semoga semuanya bisa saling mewarnai negeri ini dengan berbagai macam perbedaan yang menyatukan. Sama halnya sebuah bangunan, berdiri kokoh dengan bahan bahan yang tidak sama, bisa terlihat indah dengan ribuan perbedaan yang mendasar namun saling menguatkan antara satu dengan yang lainnya.

Kekacauan Politik Pemikiran

Mengulang beberapa kilas balik kisah nyata sejarah Pergumulan Organisasi, Pilkada, Pilgub dan Pilpres dan yang lainnya. Banyak pencibiran disana sini disaat itu, sumpah serapah merajalela, kutukan demi kutukan menghujam bertubi tubi, cemoohan dan pengkerdilan jati diri memberangus naluri diri. Banyak yang kecewa dan tak sepaham, banyaknya yang hengkang dikala itu terkait ijtihad yang dirasa dan dianggap ”pemikiran politik sesat”. Dikala waktu itu kita memilih bercampur dengan kelamnya alam pemikiran, kita mencebur didalam pekatnya lumpur yang membau menyengat. Bergumul dengan komunitas orang yang dianggap perusak sendi tatanan kehidupan, bercengkrama manis dengan orang orang yang dianggap super atheis sejati. Hampir semuanya mengutuk tindakan itu, men”cap” liberal komunis pada waktu itu, pemikiran sesat nan terselubung.

Ketika pernah memegang pimpinan KAMMI tingkat kampus dikala itu, dalam kesempatan audiensi sekaligus evaluasi kinerja bidang hampir semua ”akhwat” dikala itu mengajukan protes yang super keras bahkan hampir setengahnya menyatakan keluar jika sikap dan prilaku saya tetap seperti itu. Tidak dipungkiri bahwa dikala itu rutinitas harian sebagai ketua komsat lebih banyak dihabiskan bersilaturahim, bergaul, bermalam bersama dengan semua unsur organisasi yang lainnya. HMI dan PMII itu yang paling kentara diwaktu itu. Kelamnya pergaulan dimasa dinamika organisasi sedikit banyak telah menjadikan renungan tersendiri tentunya. Banyak celah celah keterjebakan yang bisa membunuh karir itu sudah pasti dikala itu. Semua dijalani bak air mengalir dengan pondasi sekemampuan diri tentunya. Stigma bahwa mereka orang kotor, mereka anti beribadah, mereka tidak soleh, mereka menyimpang dan ratusan landihan yang sejenis, satu persatu saya luruskan dikala itu meskipun tentu dengan presprektik kontruksi pemikiran versi kemahasiswaan. Mereka marah mendengarnya, mereka wolkout pada akhirnya. Saya hanya katakan ”pada waktunya apa yang kau benci akan kau pahami sebagai sebuah bukti” mudah-mudahan kalian tetap saling mencintai akan artinya sebuah warna warni pelangi kehidupan. Banyak akhwat memilih menikah dengan orang kaya tho, yang lain menikah dengan orang tampan tho, menikah dengan pejabat, menikah dengan tokoh tho…mereka beralasan bahwa itu lebih menjamin dari pada menikah dengan mahasiswa kere’ yang untuk sekadar kuliah saja begitu terseok seok hanyut dalam kondisi ketersulitan yang teramat sangat mengkhawatirkan. Lalu apakah mereka bahagia ? saya rasa 97% justru berbicara sebaliknya, mayoritas KDRT dan orang ketiga…tapi ya sudahlah.

Dalam dunia organisasi sempat saya katakan bahwa pada masanya (2007 dikala itu) cantolan Forum SPP ini (yaitu PDIP) akan menjadi besar dan menguasai negeri ini dengan berbagai macam dinamika tentunya, banyak teman organisasi apalagi murabbi yang mengutuku dengan sebenci bencinya dikala itu sampai hampir saja disuruh disahadat ulang tentang jati diri keimananku dikala itu. Ku hanya tersenyum dikala itu. Aku pernah terlibat dengan mereka jauh sebelum terlibat dengan komunitas yang mengatasnamakan ”islam”. Bersahadat ulanglah kamu (itu yang kudengar). maka 7 tahun kemudian 2014 – sekarang itu menjadi kenyataan pada akhirnya, tapi sayang mereka semakin membenciku…tidaklah menjadi masalah semoga saja mereka bisa menyadarinya dan tentunya mengambil hikmah kebaikan didalamnya.

Ketika masa pilkada DKI Jokowi-Ahok begitupun sama . Waktu itu terjadi diskursus disebuah mesjid ikhwah. Semua merasa yakin 1100% bahwa HNW pasti jadi menjadi gubernur dengan prosentase diatas 78%. Hanya aku yang tidak setuju bahkan aku merasa yakin bahwa joko-Btp lah yang akan jadi. Semua mempertanyakan keyakinanku dikala itu, ”ente harus istighfar”, ”ente terlalu bodoh untuk masalah ini, jangan so menjadi orang tolol dalam politik, kami ini orang jakarta asli jauh lebih tahu tentang politik jakarta” ….oohhh. Lalu merekapun dengan kepedean yang super sekali melanjutkan diskursus uforianya. Apa yang terjadi dikemudian hari ternyata merekapun semakin membenciku bahkan menganggap bahwa pemikiranku sudah kotor nan sesat dengan mendukungnya joko-btp padahal dari hati yang paling dalam aku selalu mengatakan bahwa itu asumsiku saja berdasar hasil survey teman seperjuangan yang pada waktu itu menjadi tim sukses joko-btp.

Dalam perjalanan pilkada Kota Tasikmalaya, sama hampir 17 kali pertanyaan. Intinya satu bahwa Budi-Yusuf akan menjadi pemenang. Dengan arogansi dan kepedeean yang didasari amarah yang membuncah. Semua mengekerdilkan pemikiranku dukala itu, ”entemah terlalu tolol tanpa otak kalau ngomong” , ”entemah otaknya sudah terkunci dengan kejumudan pemikiran”, ”kasian, analisa ente terlalu bodoh untuk dipercaya, kami teramat sangat yakin kalau Dede – Asep pasti pemenangnya dan ente harus tobat-sahadat kalau besok Dede -Asep pemenangnya”. Saya tersenyum dan hanya bisa mengatakan jangankan tobat verbal, digantungpun saya siap kalau bahwa Budi lah yang akan menjadi pemenang-,tentu berdasar data survey 7 bulan terakhir baik dengan tim sukses lawan bahkan kawan sendiri. Apa yang terjadi, ya memang benar Budi menjadi pemenang dan lagi lagi mereka semua semakin membenciku dikala itu, tapi biarlah semoga mereka pada akhirnya memahami akan hakekat diri.

Adapun dalam pilpres 2014 yang lalu lebih tragis lagi, mereka menganggap bahwa darahku terhalalkan, pemikiranku tersesatkan. Bahkan ada sebagian yang cenderung meyakini bahwa aku tetesan agen yahudi yang pasti kebenarannya. Dikala itu aku mengatakan bahwa apapun yang terjadi pilpres ini tetap akan dimenangkan oleh jokowi-JK, terlepas manipulasi dan dinamika kecurangan-kecurangan yang lainnya. Dataku hanya berdasar negosiasi antara LBP dan PS dikala itu, bahwa intinya pertarungan ini adalah formalitas semata, bertarung untuk kalah, bertarung hanya semata untuk mendapatkan materi yang melimpah bagi si kalah. Apa yang terjadi semua menyumpah serapahi aku dan mereka menganggap bahwa pemikiranku benar benar sudah rusak stadium IV, ”pemikiran ente sudah kacau-turun mesin parah”, ”ente bener bener sudah gila dan kacau balau- mustahil itu semua terjadi”. hemmmm….mudah2n saja hipotesa saya salah (dikala itu). Apa yang terjadi ? …. dengan berbagai macam dalih rasionalitas mereka tetap membela dan meyakini bahwa PS-SU adalah pemenangnya meski realkitasnya berkata lain-hingga sekarang tentunya. Entah karena malu atau gengsi atau apalah namanya kini mereka tak lagi mau bertemu denganku bahkan kata temen deket, mendengar namaku saja mereka tak sudi, bahkan mereka merasa sangat bahagia uforia ketika kini aku sudah tidak lagi diwadah yang sama dengan mereka, aku sudah tidak serah lagi dengan mereka. Ntahlah yang ku dengar mereka slalu menjelek-jelekanku bahkan sebagian mengutuku dengan keras bahwa pemikiran hipotesaku benar benar ”tersesat campur paur dengan kepentingan agen yahudi laknatullah”. hemmm. Seandainya mereka tahu bahwa pilpres 2024 nanti akan jauh lebih menghebohkan dan akan menjadi surviv tercacat nan terparah dalam sejarah tersendiri bagi para pejuang hati yang selalu menjust paling benar, merasa paling hebat, merasa paling super power, mudah2n mereka semua kembali menyadari bahwa ini semua hanyalah permainan duniawi yang teramat sangat kerdil untuk dibesar besarkan. Terimakasih untuk semua kebencian kebenciannya selama ini, mdh2n ini menjadi ladang pahala bagiku. camkamlah bahwa sampai kapanpun saya tetap mencintai kalian karena Allah. Insya Allah. barokallahu lakum fiii khoerin.

Ambyarnya Semua Partai Islam

Terkadang kita hanya menyoroti sesuatu berdasarkan hanya asumsi keramaian saja, padahal diluar itu semua bergerak, semua mobile, semua berkelakar. PK*, PB*, PA*,PP*,P*B dll, semua pada akhirnya memiliki ekor embrio yang dipastikan pecah kongsi pada waktunya. Berbicara PK* tentu sudah tidak bisa ditutup tutupi karena memang embrio ekornya sudah terlihat jelas bahkan sudah legal formal sifatnya, ada faktor kekecewaan didalamnya itu sudah tentu pasti adanya. PB* yang kemarin menjadi bumerang umat dikarenakan ketumnya loncat ke istana tentu menjadi dasar utama ngebetnya para ulama garis keras mendesak untuk sesegera membuat dan memisahkan diri dari inangnya, banyak tokoh didalamnya yang sudah tidak asing tentunya. Partai pecahannya sudah terbentuk di sejak pertengahan 2019 namun belum memegang hukum legal formalnya, partai ini cenderung bersifat silent operation dalam menyebarkan sosialisasi kepartaiannya, maklum karena komunitas kelompok ini terkenal sangat keras apabila berbau bau berbicara bahasa ”mufaroqoh”. Secara legal formal partai ini dimungkinkan akan menemukan ganjalan yang tentu tidak mudah karena selain faktor internal yang cenderung ekstrim dalam memegang prinsif persatuan juga tidak kalah penting faktor eksternal yang semua sudah tahu bahwa partai induk ini juga dikenal sebagai sarangnya para pemikir ekstrimis dalam beragama. Kita berdoa mudah mudahan saja laju pecahan partai PB* juga bisa ikut konstalasi perpolitikan dinegeri yang heterogen ini.

Berbicara partai PA*, kayaknya masih ngeri-ngeri sedap dalam membicarakannya. Meski kemungkinan di akhir tahun 2020 ini akan terdeklair tapi tentu partai ini juga akan mengalami sedikit rintangan meski tidak serumit PB*, hal itu dikarenakan ketokohan di partai besutan AR ini kafasitas ketokohannya sudah menasional bahkan menginternasional. Smua orang tahu siapa AR itu, dia pernah memegang komunitas ormas terbesar kedua dinegeri ini ditambah sumber pundi pundi dolar yang sudah tersistematis terbentuk jauh jauh hari, kita berdoa mudah mudah partai pecahan PA* ini juga bisa ikut meramaikan pesta demokrasi yang hampir punah dinegeri ini. Untuk PP* dan P*B meski sudah terbentuk embrio embrio pecahannya namun karena kultur yang cenderung sangat kuat kemungkinan kedua partai ini bisa sedikit meredam kebangkitan kebangkitan embrionya dan bahkan bisa jadi embrio yang sudah terbentuk tidak akan bisa berkembang dengan sempurna. Sebetulnya kita tidak berharap semua partai islam ini pecah kongsi namun apa daya itulah ijtihad politik yang suka tidak suka mau tidak mau pasti akan terjadi meskipun itu langsung bersentuhan dengan label-label islami dinegeri ini.

Hipotesa dasar awam yang bisa dijaminkan adalah bahwa partai partai pecahan ini dipastikan pada akhirnya akan tenggelam dengan sendirinya meski tentu tidak semuanya. Kedewasaan berpolitik tentu menjadi hal dasar bagi kita untuk menyikapinya dengan lebih bijak dari sebelum sebelumnya. Bersiap siaplah untuk berhadapan dengan musuh yang sangat kuat nan keras yang padahal dulu ia adalah sahabat teromantis kita, bersiap siaplah untuk membekali dan membentengi diri dari sifat permusuhan dan pertentangan yang padahal dulu ia adalah guru kita, dulu ia adalah mentor kita, dulu ia adalah suri tauladan kita, dulu ia adalah keluarga kita, dulu ia adalah sahabat terdekat kita, dulu ia adalah orang yang pernah sangat kita cintai, dulu ia adalah teman diskusi kebaikan kita, dulu ia adalah komunitas kita, dulu ia adalah penolong kita, dulu ia adalah orang yang berjasa untuk kita, dulu ia adalah kawan seperjuangan kita. Mudah mudahan pada akhirnya kita akan sedikit belajar diakhir jaman ini arti dari sebuah persahabatan hati yang tulus nan ikhlas. Tidak ada dendam diantara kita, tidak ada iri dengki diantara kita, tidak ada manipulasi kedholiman kedholiman diantara kita, tidak ada lagi saling menyandra kepentingan diantara kita, tidak ada lagi sifat sifat kemunafikan yang haqiqi nan sejati diantara kita. Semoga semuanya kini bisa kembali fokus untuk terus melakukan perbaikan perbaikan untuk negeri yang dipastikan sekarat pada waktunya nanti, mudah-mudahan kita semuanya bisa bergandengan tangan dikemudian hari dengan warna warna pelangi yang kita miliki masing masing untuk supaya negeri ini bisa kembali jaya dan bermartabat dimata dunia dan tentunya dihadapan tuhan yang maha pemilik sejati alam ini. Teruslah untuk selalu mendoakan kebaikan kebaikan bagi sesama kita meski berbeda baju dan warna, teruslah berdoa semoga tuhan secepatnya bisa meluruskan dengan peringatan kebaikan bagi para kawan sahabat yang hingga kini masih terperdaya dengan tipuan tipuan dunia yang fana ini. Semoga mereka pada akhirnya akan kembali kepada perjuangan awal yang murni nan suci. Amien. Barokallah untuk semuanya. Ana Uhibbukum Fillah.

Pelangi ”Politik”

Banyak yang meragukan eksistensinya, banyak pula yang mempertanyakan keberadaanya. Dalam dunia politik memang sangat jarang ada partai baru yang bisa bertahan, jikalaupun bertahan biasa mendapat suara yang tipis dari syarat minimal tentunya. Tidak ada yang aneh dengan realitas itu dan memang seperti itulah realitas yang terjadi. Sama seperti halnya ketika para tokoh pertama kali mencoba masuk ke arena perpolitikan secara langsung, banyak keterkejutan disana sini, banyak syoh-syok politik didapat pada awalnya. Banyak hal diluar nalar tentunya, zona yang super super menakutkan nan berbahaya tentu menjadi kenikmatan tersendiri dalam mencicipi berbagai macam dinamikanya. Apalagi berbicara para ustadz yang langsung tancap gas, bersemangat ingin merubah namun terkadang ditengah perjalanan justru malah menjadi tumbal-tumbal politik yang terasingkan.

Pelangi politik adalah sebuah keniscayaan sekaligus merupakan salah satu pra syarat indikator yang mesti dijalani walaupun dalam tekhnis lapangan sangat banyak berbenturan dengan idiologi hati nurani yang pada awalnya siap untuk diperjuangkan. Berbicara pelangi tentu berbicara dinamika, dan berbicara dinamika tentu didalamnya terdapat banyak sekali konsepsi keheterogenan kepentingan sekaligus ketersandraan. Sebetulnya terlalu naif jika ada orang yang berbicara bahwa politiknyalah yang paling bersih, politiknyalah yang paling islami, politiknyalah yang paling maslahat dan lain sebagainya. Semakin berstatment paling berjasa dalam politik tentu semakin memperlihatkan kenaifan dan kedunguannya dan dari sana pula semakin memperlihatkan tingkat keamatiran dalam berpolitiknya. Tidak sedikit yang merasa paling bersih dalam berpolitik malah dalam realitasnya hanya menjadi ”bamver” kepentingan bagi para koleganya, hanya dijadikan ”kambing conge” oleh para kompetitornya dan bahkan yang paling menghinakan malah dijadikan sebagai boneka permainan oleh para musuh musuhnya, teromabng ambing kesana sini tanpa tujuan, terseok seok tak jelas arah perjuangannya dan yang terkadang terjadi justru malah menjadi bahan olok-olok bagi para penikmat semunya demokrasi.

Tidak menjamin partai politik baru akan menjadi besar ataupun sebaliknya, namun juga tidak menjamin bahwa partai politik lama akan bertahan selamanya. Ada titik jenuh bagi para pemilihnya dikemudian hari, ada ambang ketidak percayaan konstituent disaatnya nanti. Banyak cibiran disana sini mana kala ada pecahan pecahan dalam partai politik lama, namun juga banyak yang mempertanyakan eksistensi perjuangan dari para partai politik yang sudah ada bertahan. Jangankan untuk membela rakyatnya membela sesama golongan yang heterogennyapun tak mampu dilakukannya. Jangankan untuk kepentingan wong cilik, lah yang ada adalah untuk kepentingan golongan bahkan lebih banyak untuk semata untuk kepentingan pribadi dan keluarganya. Hal ini banyak dibantah namun semakin dibantah justru semakin menambah kekerdilan pola sikap dan prilakunya. Dulu hanya hanya seorang kontraktor rumah dalam hidupnya setelah jadi justru memiliki berbagai macam rumah kontrak berikut singgasana megah miliknya. Sebuah realitas sejarah singkat lima tahunan yang langsung menjadikannya pejabat kaya, ustadz kaya namun terkadang menjadi pongah nan congkak dalam bersikap kesehariannya. Tidak ada yang salah dalam politik namun seyogyanya para politikusnyalah yang kiranya kedepan harus dicelup berikut diasah dalam sebuah konsep candradimuka sistem yang diharapkan bisa meminimalisir sikap dan prilaku yang terlalu amatiran, meminimalisir kedunguan pola gerak politiknya, untuk meminimalisir sistem kebo ”katak dalam tempurung”nya. Semuanya tidak mudah memang, dan tak ada yang mudah dalam berpolitik, yang ada dalam politik adalah kedewasaan, kedewasaan dalam berpolitik tentunya, kedewasaan dalam menyikapi berbagai macam hal terkait dinamika panas dalam berpolitik. Jangan sampai karena under capacity menjadikan kebijakannya seolah ”acak adut” ngjlimet bagai benang kusut kemudian pada akhirnya bongkar pasang dengan apa yang ada dan dengan yang seadanya saja. Bisa saja dikemudian hari bahwa partai yang dicerca kini akan menjadi sebuah partai yang pada akhirnya dibela mati-matian secara membabi buta, bahkan diklaim sebagai partai titisan darahnya. FKP Turki misalnya, erdogan yang dipecat, dikerdilkan bahkandiasingkan dengan sangat keji dimasanya. Sangat ironi dikemudian hari,13 tahun kemudian ia dielu elukan bahkan dijadikan referensi politik islam bagi partainya, bahkan FKP diklaim sebagai sistem guru pola politiknya. hasss….. dulu kemana aja, ketika kau menghalalkan darah seorang erdogan yang kau anggap pembangkang sejati dijamannya, yang kau anggap sebagai penghianat tulen dimasanya. Semoga semuanya bisa kembali dewasa dalam politik, janganlah benci karena berbeda karena bisa jadi justru karena berbedalah kita bisa saling melengkapi, karena justru dengan berbedalah kita menjadi sesuatu yang sangat lebih menarik untuk di pancang, untuk dikenang, untuk dirasa dan bahkan untuk bisa dimiliki. Semoga semuanya menjadi unsur-unsur pelengkap pada waktunya meski tentunya dengan ijtihad-ijtihad kebaikan menurut pola pandangnya masing-masing. Semoga saja.

Bayangan ”Garbi”

Kemunculan gerakan arah baru indonesia bagi sebagian orang yang awam adalah seolah ancaman baru, apalagi bagi mereka yang pernah sempat satu rumpun dalam wadah sebuah partai. Bagi sebagian lagi, kemunculan ormas ini adalah hal yang sangat biasa bahkan bagi sebagian yang faham sejarah pergerakan bahwa kemunculan ormas dengan keunikan gerakannya adalah sebuah model tatanan yang memang dari dulu sudah menjadi abstraksi dinamika yang pasti akan terjadi. Narasi garbi adalah narasi universal yang oleh sebagian kalangan ”ekstrimis/radikal” di anggap konsep model yahudi zionis yang dianggap menyimpang karena seolah ” di garbi itu bebas”. Tidak ada skat apapun dalam konsepsi dialektikanya. Universal orang melihatnya, mungkin juga seolah gerakan tanpa batas dalam mencari objeknya.

Diawal kemunculannya bahwa gerakan ini banyak di hadang, dibunuh karakter para pembawanya, dijadikan bahan ”nyinyiran” bahkan sampai diharamkan kehadirannya, merupakan dinamika yang tidak terlepas dari konsepsi tujuan dasar gerakan ini yaitu menjadi kekuatan lima besar dunia. Sebuah cita cita ataupun juga mimpi terkhusus bagi yang awam terhadap sejarah konsepsi tujuan pergerakan islam pada khususnya. Banyak penolakan disana sini secara membabi buta, banyak fitnah dan intruksi pembatasan sampai larangan larangan yang super ketat sungguh telah menjadikan para pembawa gerakan ini kuat diterpanya. Tidak dipungkiri banyak pembawa pesan ini balik kanan karena tak kuasa untuk menanggung ratusan bahkan ribuan resiko bagi kehidupan mereka dikemudian hari. Banyak dari mereka yang tadinya super ”hero” menjadi super ”zero” pada akhirnya. Hanya orang-orang yang siap dihantam resikolah yang benar benar akan bertahan di gerakan ormas ini. Apalah lagi bagi mereka yang super keras membela ormas ini namun tidak dibarengi dengan kuliah kuliah akademi keormasannya malah berbalik menjadi pembenci tulen dikemudian hari. Banyak perjalanan untuk menuju pemahaman yang akan ditemukan terkait kompleksitasnya gerakan ini. Bagi yang tidak faham dan tidak pernah bersentuhan dengan buku buku sejarah tentu akan memandang bahwa gerakan ini hanyalah cikal bakal gerakan yang hanya akan mengkudeta salah satu partai tertentu, gerakan ini tiada lain hanyalan embrio sempalan yang akan berpisah dari inangnya. Mereka sangat yakin akan hal itu dan itu semua tentu tertulis dan tercatat dalam buku pegangan tim ”amni”nya para elit yang selama ini memang banyak mengendalikan gerakan partai tertentu.

Semua runutan buku putih ”gestapu” yang disebar dan dijadikan aqidah pembenaran dalam setiap kajian kajian tingkat elit sungguh telah menjadikan dasar perpecahan dimasa awal. Ada kesan seolah bahwa kudeta itu pasti akan terjadi, namun sangat disayangkan diakhir cerita para pengendus kudeta dengan tim ”amni” tersingkir dengan sendirinya, dalam hal ini perlu diajungi jempol presiden partai menyikapi semuanya. Satu kubu sudah jauh jauh hari menggalang kekuatan ormas yang kini menjadi partai baru, yang satu masih tetap bertahan dalam partai lama dan lama sementara para otak yang memasifkan isu pengkudetaan kini terpojok dan terjepit diantara dua keadaan, pertama; mereka sudah kadung menyebar berbagai macam fitnah dan konsensus terkait akan lahirnya partai baru dan memang benar adanya dikemudian hari, namun disisi lain mereka pun tersingkir dan terasing dari partai yang sebetulnya mau mereka kudeta berbarengan dengan waktu lahirnya partai baru tersebut. Sebuah skenario yang bisa dibilang gagal total. Masih ada peluang …ya tentu masih banyak apalagi mereka adalah pentolan pentolan elit yang membangun partai tersebut sedari awal, entah strategi apalagi dikemudian hari entahlah karena yang jelas objek fitnah yang mereka lakukan kini memang sudah menjadi partai baru yang sah sementara subjek yang selama ini mereka mainkan masih tetaap bercokol kokoh berada di barisan mereka sementara loyalis loyalis tim amninya mulai berhamburan mencoba menyelamatkan diri dari sistem kepemimpinan hara kiri yang kini masih dipegang parang Geng ”J”. Disisi lain unik tapi juga kasian. Pemecah tapi malah jadi dipecah dan disingkirkan, semula hendak mengadu domba antar sesama ”ikhwah” namun kini nasibnya belum jelas karena tersandera diantara sistem hara kiri dan sistem terbuka baru yang padahal kedua duanya nota bene adalah terpaan dirinya, murid kesayangan dirinya, bahkan bisa dibilang anak anak emas dimasa kepemimpinannya. Sebuah dinamika sejarah gerakan yang memang asik untuk dipelajari namun penuh dengan resiko resiko kematian didalamnya. Mudah mudahan saja diakhir cerita semuanya akan kembali menjadi pelangi gerakan yang satu sama lain bisa mewarnai dan menjadi pemandangan indah serta menyejukan bagi generasi pembawa kebaikan dikemudian hari. Amien.

Sebuah Perjalanan

Dibulan Juli 2018 tepatnya ditanggal 17 kita menghadiri sebuah pertemuan di daerah Ci sayong tepatnya di pesantren Albadar. Sebuah pertemuan yang seharusnya ku ikuti ke tiga kalinya, namun takdir berkehendak lain, banyak hal yang pada akhirnya di saat itu aku menghadiri atas inisiatif teman teman seperjuangan pula. Sebuah kronologi pembahasan yang tidak biasanya dibedah disitu. Pada awalnya pembahasan itu tentu bernuansa provokatip, fitnah dan juga mungkin sentimen sentimen yang mengakar. Pemateri seolah sengaja untuk memancing dinamika perdebatan itu, tidak sedikit para peserta yang terbelalak dan juga menyikapinya dengan teramat sangat serius. Ada sekitar 179 peserta yang hadir di saat itu dimana semua peserta adalah AI dari sebuah parpol yang pada saat itu jumlah keanggotaan AI nya kisaran 320 an lebih sedikit. ( data lain mengatakan 79 : 213). Banyak hal yang tersingkap disitu, banyak misteri yang tak biasa terjadi disitu. Tabir yang sekiranya tertutup rapat namun pada akhirnya ada celah robekan disana sini yang dibahas disitu. Luar biasa memang pembahasannya, saya sendiri banyak menegelus dada disaat itu, tidak sedikit peserta yang wajahnya memerah, entah karena menahan marah atau apa …sayapun tak tahu jelas pastinya.

Sebuah pembahasan pembanding terkait persekongkolan dari prosses pemecatan seorang FH, itu sub tema inti yang saya fahami dikala itu. banyak data yang diverbalkan disitu dan memang nyata adanya data itu. Sungguh sangat berbeda dengan yang selama ini dijelaskan oleh struktur dikala itu. Walau pembahasan itu lumayan panjang dan mendetail namun tentu tidak sedikit yang meragukan klarifikasi itu.  Terbukti banyak pertanyaan pertanyaan yang dilontarkan termasuk dari para senior AI dikala itu yang lagi lagi dijawab dengan renyah dan santai. Saya secara pribadipun pada akhirnya menanyak beberapa hal yang selama ini menjadi keraguan keraguan dalam proses dinamika pemecatan FH dikala itu. Jawabannya lagi lagi menyentuh hati nurani dikala itu. Saya masih menahan desahan antara emosi dan jernihnya akal pikiran dikala itu. Selepas season pertama dari pembahasan sungguh sangat bergemuruh para peserta dikala itu, banyak curhatan curhatan keluar baik secara pribadi, pasangan, lembaga, yayasan, kebijakan kebijakan dan yang lainnya. Saya yang dikala itu masih dibilang teramat sangat polospun sungguh menjadi terbelalak mendengan melihat dan merasakan benang kusut dinamika perpolitikan islam dikala itu. Saking banyaknya hal yang hampir membuat kepala ini pecah, sampai sampai beberapa hari saya tidak bisa tidur dan terus memikirkan banyak hal terkait kejanggalan kejanggalan yang selama ini sebetulnya sudah diredam dengan sedemikian rupa oleh para pemangku kebijakan. Tema tema kecil yang lumayan rame memang, disitu ada dibahas terkait : anak emaslah, agen yahudilah, sibotaklah, segi tiga ketersandraaanlah, geng jepanglah, model sistem hara kirilah dan banyak lagi tema tema kecil yang menelisik akal fikiran saya dikala itu.

Selain berdoa dan berikhtiar tentunya, semua keraguan itu lambat laun memang terjawab dengan sendirinya. Dengan banyaknya mengikuti kumpulan ”daurah” dikala itu dengan menghadirkan para pemateri pusat tentunya, telah menambah cakrawala ”kodok dalam tempurung” pecah dengan sendirinya. Dalam perjalannya ada beberapa peserta yang terpental dengan sendirinya, banyak diantara mereka yang tidak percaya dengan apa yang mereka terima dari para nara sumber. Ada yang kembali dengan baik baik, sembunyi sembunyi, ada juga yang malah menjadi informan ”jasus” bagi partai dikala itu. Sebagai orang yang menjadi bagian awal perjalan ini tentu saya tahu betul siapa saja kelompok orang orang yang terus maju pantang mundur, ragu ragu tapi masih mau, ragu ragu dan kembali, yang percaya namun tersandra dengan berbagaimacam hal, ada yang tidak percaya bahkan sampai terbalik menjadi para pembenci. Sebuah perjalanan yang memang penuh dengan intrik ironi yang mengasikan untuk dikenang. Banyak hal yang pada saatnya memang akan terbuka dengan sendirinya meski sedikit demi sedikit tentunya. Paerjalan sungguh sangat melelahkan namun juga mengasikan khusunya bagi para petualang kebenaran yang sejati nan hakiki. Semoga semuanya tetap berada dalam garis kebenaran dalam pola perjuangannya baik itu yang tetap berdiri maupun yang memang berbelok kembali, semuanya tidak ada yang salah memang, semuanya memang sebuah pilihan yang sama sama baiknya meski, tentu ada yang lebih baik pada saatnya nanti. Kita berbeda bukan berarti kita tidak bersaudara, kita punya pilihan bukan berarti harus saling berjauhan, kita bersama dalam baiknya perjuangan  tidaklah harus menjadikan kita bermusuhan. Dunia ini sungguh teramat sangat hina jika itu yang kita jalankan, mudah mudahan semuanya selalu ada dalam  kebaikan hidup dimanapun kita berpijak. Amien. Salam cinta untuk semuanya, Ana Uhibbukum Fillah…Insya Allah