Pelangi ”Politik”

Banyak yang meragukan eksistensinya, banyak pula yang mempertanyakan keberadaanya. Dalam dunia politik memang sangat jarang ada partai baru yang bisa bertahan, jikalaupun bertahan biasa mendapat suara yang tipis dari syarat minimal tentunya. Tidak ada yang aneh dengan realitas itu dan memang seperti itulah realitas yang terjadi. Sama seperti halnya ketika para tokoh pertama kali mencoba masuk ke arena perpolitikan secara langsung, banyak keterkejutan disana sini, banyak syoh-syok politik didapat pada awalnya. Banyak hal diluar nalar tentunya, zona yang super super menakutkan nan berbahaya tentu menjadi kenikmatan tersendiri dalam mencicipi berbagai macam dinamikanya. Apalagi berbicara para ustadz yang langsung tancap gas, bersemangat ingin merubah namun terkadang ditengah perjalanan justru malah menjadi tumbal-tumbal politik yang terasingkan.

Pelangi politik adalah sebuah keniscayaan sekaligus merupakan salah satu pra syarat indikator yang mesti dijalani walaupun dalam tekhnis lapangan sangat banyak berbenturan dengan idiologi hati nurani yang pada awalnya siap untuk diperjuangkan. Berbicara pelangi tentu berbicara dinamika, dan berbicara dinamika tentu didalamnya terdapat banyak sekali konsepsi keheterogenan kepentingan sekaligus ketersandraan. Sebetulnya terlalu naif jika ada orang yang berbicara bahwa politiknyalah yang paling bersih, politiknyalah yang paling islami, politiknyalah yang paling maslahat dan lain sebagainya. Semakin berstatment paling berjasa dalam politik tentu semakin memperlihatkan kenaifan dan kedunguannya dan dari sana pula semakin memperlihatkan tingkat keamatiran dalam berpolitiknya. Tidak sedikit yang merasa paling bersih dalam berpolitik malah dalam realitasnya hanya menjadi ”bamver” kepentingan bagi para koleganya, hanya dijadikan ”kambing conge” oleh para kompetitornya dan bahkan yang paling menghinakan malah dijadikan sebagai boneka permainan oleh para musuh musuhnya, teromabng ambing kesana sini tanpa tujuan, terseok seok tak jelas arah perjuangannya dan yang terkadang terjadi justru malah menjadi bahan olok-olok bagi para penikmat semunya demokrasi.

Tidak menjamin partai politik baru akan menjadi besar ataupun sebaliknya, namun juga tidak menjamin bahwa partai politik lama akan bertahan selamanya. Ada titik jenuh bagi para pemilihnya dikemudian hari, ada ambang ketidak percayaan konstituent disaatnya nanti. Banyak cibiran disana sini mana kala ada pecahan pecahan dalam partai politik lama, namun juga banyak yang mempertanyakan eksistensi perjuangan dari para partai politik yang sudah ada bertahan. Jangankan untuk membela rakyatnya membela sesama golongan yang heterogennyapun tak mampu dilakukannya. Jangankan untuk kepentingan wong cilik, lah yang ada adalah untuk kepentingan golongan bahkan lebih banyak untuk semata untuk kepentingan pribadi dan keluarganya. Hal ini banyak dibantah namun semakin dibantah justru semakin menambah kekerdilan pola sikap dan prilakunya. Dulu hanya hanya seorang kontraktor rumah dalam hidupnya setelah jadi justru memiliki berbagai macam rumah kontrak berikut singgasana megah miliknya. Sebuah realitas sejarah singkat lima tahunan yang langsung menjadikannya pejabat kaya, ustadz kaya namun terkadang menjadi pongah nan congkak dalam bersikap kesehariannya. Tidak ada yang salah dalam politik namun seyogyanya para politikusnyalah yang kiranya kedepan harus dicelup berikut diasah dalam sebuah konsep candradimuka sistem yang diharapkan bisa meminimalisir sikap dan prilaku yang terlalu amatiran, meminimalisir kedunguan pola gerak politiknya, untuk meminimalisir sistem kebo ”katak dalam tempurung”nya. Semuanya tidak mudah memang, dan tak ada yang mudah dalam berpolitik, yang ada dalam politik adalah kedewasaan, kedewasaan dalam berpolitik tentunya, kedewasaan dalam menyikapi berbagai macam hal terkait dinamika panas dalam berpolitik. Jangan sampai karena under capacity menjadikan kebijakannya seolah ”acak adut” ngjlimet bagai benang kusut kemudian pada akhirnya bongkar pasang dengan apa yang ada dan dengan yang seadanya saja. Bisa saja dikemudian hari bahwa partai yang dicerca kini akan menjadi sebuah partai yang pada akhirnya dibela mati-matian secara membabi buta, bahkan diklaim sebagai partai titisan darahnya. FKP Turki misalnya, erdogan yang dipecat, dikerdilkan bahkandiasingkan dengan sangat keji dimasanya. Sangat ironi dikemudian hari,13 tahun kemudian ia dielu elukan bahkan dijadikan referensi politik islam bagi partainya, bahkan FKP diklaim sebagai sistem guru pola politiknya. hasss….. dulu kemana aja, ketika kau menghalalkan darah seorang erdogan yang kau anggap pembangkang sejati dijamannya, yang kau anggap sebagai penghianat tulen dimasanya. Semoga semuanya bisa kembali dewasa dalam politik, janganlah benci karena berbeda karena bisa jadi justru karena berbedalah kita bisa saling melengkapi, karena justru dengan berbedalah kita menjadi sesuatu yang sangat lebih menarik untuk di pancang, untuk dikenang, untuk dirasa dan bahkan untuk bisa dimiliki. Semoga semuanya menjadi unsur-unsur pelengkap pada waktunya meski tentunya dengan ijtihad-ijtihad kebaikan menurut pola pandangnya masing-masing. Semoga saja.