Sebuah Pengakuan ”Rasa” (Bagian Terkecil …)

Tak pernah diri ini mengaqidahkan diri untuk akan mencoba memilikimu dengan keutuhan hati. Tidaklah mungkin itu terjadi karena semua tahu tentunya tak ada kata setia dalam hati dalam stiap perjalanan cinta manusia. Pun terkait ibadah sekalipun banyak kita melakukan ”kemusyrikan” / perselingkuhan disana sini terlepas dari yang disadari ataupun tidak. Begitupun dengan perjalanan rasa dari seorang lelaki yang tak jelas dari berbagai seginya. Dahulu kala ada janji yang sempat terucap bahwa siapapun kelak yang pada akhirnya menerima ribuan keterbatasan sifat ego diri maka setia slalu yang menjadi timbal baliknya. Proses itu pada awalnya berjalan sempurna, rintangan rintangan itu bisa terlewati dengan sendirinya bahkan nyaris tak berasa bahwa itu adalah sebuah kerikil ujian yang ternyata barulah pendahuluan, prakata dari sebuah cerita. Hidup pada zona nyaman disaaat itu telah hampir menjadikan diri yang penuh dengan ketersederhanaan dalam polosnya sikap tetap masih melangkah dalam derap. Sempat ada tiga keterujian yang maha dahsyat disaat perjalanan itu. Orang bilang untuk tidak melakukan ”bunuh diri” saja sudah beruntung. Beban super berat yang hampir membekukan aliran darah yang sempat membuat sakit, sakit yang hampir mengantarkan pada sebuah kematian. Perjalanan panjang yang slalu mencoba menjaga ternyata sempat ”jebol” juga pertahanannya, sakit dan perihnya disaat itu tlah seolah melahirkan ribuan kehampaan rasa makna hidup. Tak pernah melakukannya walau hanya dalam lintasan, tak pernah terbayangkan akan sempat tercebur dalam lumpur hitam ketersandraan hati dikala itu. Semua ketakutan itu benar benar terjadi pada akhirnya. Gempuran antara menahan ribuan serangan sembari mencoba terus membuat kuatnya pondasi sungguh sangat membuat payahnya dalam menyelami perjalanan dikala itu. Mencoba menghindar dari ribuan kubangan ‘becek’ namun ternyata pada akhirnya beberapa kalipun kita tercebur dalam kubangan itu bahkan sempat hampir ”kucumus’ terjerumus lebih dalam. Tuhan yang maha tahu pada akhirnya masih bisa menyelamatkan dalam proses dinamikanya. Tuhan yang maha penerima ketersalahan dari setiap hambanya ternyata masih banyak menutup keteraiban/keterkotoran diri.

Mereka yang mengejar tanpa dasar terus saja menyerang membabi buta dalam rasa dan juga celah sikap. Hampir kita mati kutu menghalau serangan yang bertubi tubi dikala itu. Permintaan ketermaafan disatu sisi ternyata tidak menghentikan sergapan sergapan celah ”pimataakeun”. Keputus asaan dikala itu terus menggelayut dalam stiap keseharian perjalanan. Setia bukan berarti tak punya rasa pada orang diluar dan selain yang kita miliki, setia adalah tetap mencoba bertahan sekemampuan untuk tetap berdiri meski tertatih dikala tarikan diluar sana sebegitu dahsyatnya menggempur ketahanan diri dalam stiap detiknya. Teruslah bermunajat akan keterselamatan diri pada sang Khalik. Teruslah berjalan sembari waspada diri. Berhati hati dalam setiap kepastian langkah. Mencoba acuh akan ribuan rayuan yang memang hanya sebuah lintasan. Tak peduli ada keterlukaan dan keterhinaaan dalam proses dinamikanya tetaplah terus merangkak untuk keluar dari ketersandraan rasa yang tak semestinya. Mereka tetap setia menunggu harap, mereka tetaplah berhalu dalam keterjebakan yang tak substantif, mereka slalu menatap dalam harap yang penuh dengan kesemuan cita. Diri yang sedari awal pernah terjebak beberapa kali, mencoba untuk terus belajar bahwa keterujian rasa itu mesti disikapi dengan bijak bahkan sesekali sporadis pula. Semua tiada lain hanya untuk sekedar demi menyelamatkan diri dari strategi musuh manusia yang abadi. Episode ini tentu masih akan terus berlanjut dengan episode lanjutan yang akan terus mewarnai hidup dikemudian hari, hati yang pada dasarnya mudah goyah tetaplah harus terus diasah agar keterhanannya tidak terlalu rapuh pada saaatnya kena badai yang akan jauh lebih dahsyat dari sebelumnya. Banyak ketertolakan disana sini yang slalu diputuskan namun itu semua tidaklah menjadi cukup pula untuk tidak terjebak dalam ranjau ranjau ”rasa’ yang memang akan selalu ada dalam stiap jalan yang kita tempuh. Hanya berusaha sekuat tenaga untuk terus terhindar dari keterjebakan, Mencoba menjauh dari pancingan pancingan yang bisa mencelakakan diri, tidak dipungkiri godaan itu sungguh teramat berat selama perjalanan hidup ini dijalani. Rayuan demi rayuan yang membayang terus saja melintas tanpa sekaat dan batas. Semoga tuhan terus membimbing diri yang masih teramat lemah ini. Pun kita bisa saling mendo’akan dalam setiap kebaikan takdir tuhan yang terkadang hinggap dalam lintasan fikiran. Teruslah berdoa akan keterbimbingan hidup karena bisa jadi kedepan model ujian itu tak lagi berbentuk ”rasa” mungkin bisa tahta, harta bahkan bisa jadi ketersolehan kita sendiripun akan menjadi keterujian tersendiri yang lebih halus sehingga tak disadari lagi, semoga smuanya terjauhkan. Mereka yang masih banyak menaruh harap. Maaf aku tak bisa berbuat lebih, maaf aku hanya bisa mencoba menghormati namun tak bisa lebih jauh melayani. Bukan tidak mau namun fahamilah semua ini adalah keterujian ”rasa” yang kini mencoba untuk dipelajari, direnungi akan substansi tujuan akhirnya. Ingatlah itu itu saja sebetulnya jikapun mau dipaksakan, ingatlah sesuatu itu akan teramat sangat begitu indah jika memang belum dimiliki namun yakinilah bahwa jika pun kita bersama dan saling memiliki maka semuanya akan terasa biasa biasa saja tak ada yang abadi dalam stiap ”rasa” yang sering kita tuhankan selama ini. Tak ada itu kesetiaan absoluth dalam ”rasa” yang selama ini kita seolah begitu sangat indah dalam menjalaninya. Tak ada keterlarangan memang dalam memilikinya karena tak ada syariat yang melarangnya, namun fahamilah sekali lagi bahwaa semua adalah bentuk keterujian tuhan yang mesti kita yakini. Yakinilah masih terlalu banyak yang baik nan indah diluar sana. Bukalah kembali cakrawala hatimu jika ingin lebih jauh memahami ”rasa”. Buanglah sikap ego sepihakmu, buanglah bagian hatimu yang sering ”membelah”, fokuslah pada inti tujuan hidupmu. Jika pun kau pernah mendengar membaca kisah seorang Nabi Yusuf versus Zulaikha sekalipun, maka fahamilah ada rasa diantara mereka yang membara, pun demikan dengan diri yang terlalu banyak ke errorannya ini. Hanya ada batasan yang kini sering ku sadari, kita hanyalah manusia yang sempat tuhan pertemukan sesaat, kita hanyalah dua hati yang sempat berpapasan dalam satu kubangan kecil nan penuh keruh, jagalah slalu dari masing masing diri. Maafkanlah slalu akan smua hal hal yang pernah terlakukan selama ini, #akupercaya.#semoga.#goodluck.

Tinggalkan komentar