Alasan (Syar’i) Meninggalkan Jihad

Ditulis oleh alqurandansunnah di/pada Oktober 22, 2008

Tidak ada seorangpun yang bisa mengingkari kewajiban jihad kecuali dia Kafir (tidak beriman); terutama pada saat ini dimana jihad telah menjadi fardhu ’ain (sebuah kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap muslim baik laki-laki maupun perempuan). Namun ada beberapa individu yang mempunyai izin syar’i untuk tidak pergi melaksanakan jihad.

Seseorang yang dimaafkan dari kewajiban jihad (yaitu tidak berkewajiban untuk berperang di jalan Allah) hanya bisa dengan salah satu dari dua alasan di bawah ini :

1. Lumpuh seperti buta, mempunyai anggota tubuh yang pincang, atau mempunyai sebuah penyakit yang parah dan menyebabkan dia tidak bisa melaksanakannya (seperti kencing manis, atau asma yang sudah parah dan lain-lain).

2. Atau dia tidak mempunyai kekayaan

Hal ini berdasarkan persetujuan (oleh ulama salaf) tanpa ada perselisihan. Allah (swt) berfirman:

Tidaklah sama antara mukmin yang duduk (yang tidak ikut berperang) yang tidak mempunyai ‘uzur dengan orang-orang yang berjihad di jalan Allah dengan harta mereka dan jiwanya. Allah melebihkan orang-orang yang berjihad dengan harta dan jiwanya atas orang-orang yang duduk satu derajat. Kepada masing-masing mereka Allah menjanjikan pahala yang baik (surga) dan Allah melebihkan orang-orang yang berjihad atas orang yang duduk dengan pahala yang besar. (QS An Nisa : 95)

Ibnu Abbas (ra) berkata (pada saat menjelaskan ayat di atas) “mereka yang tersebut dalam surah baraa’ah [adalah juga di bebaskan dari jihad].” Allah (swt) berfirman dalam surah At Taubah (baraa’ah):

Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan sedikitpun untuk menyalahkan orang-orang yang berbuat baik. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. dan tiada (pula) berdosa atas orang-orang yang apabila mereka datang kepadamu, supaya kamu memberi mereka kendaraan, lalu kamu berkata: “Aku tidak memperoleh kendaraan untuk membawamu.” lalu mereka kembali, sedang mata mereka bercucuran air mata karena kesedihan, lantaran mereka tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan. (QS At Taubah 9 : 91-92)

Ayat ini adalah tameng untuk melawan “jihadis” gadungan yang dengan jelas menujukkan bahwa dakwah adalah sebuah kewajiban atas mereka yang tidak pergi ke medan perang : Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. (yakni dengan tetap melaksanakan dakwah).”

Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, orang-orang yang sakit dan atas orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. (yakni dengan tetap melaksanakan dakwah).” Meskipun demikian, seseorang yang mempunyai izin untuk tidak pergi melaksanakan jihad (yaitu karena lumpuh atau tidak mempunyai harta) itu masih di perbolehkan untuk pergi ke medan jihad (jika dia mau), walaupun Allah (swt) telah memberikan dia keringanan untuk tidak pergi. Sesungguhnya seorang muslim “bebas” untuk menerima banyak pahala dengan pergi ke medan jihad ketika dia melaksanakan sebuah perbuatan baik yang mana itu adalah sebuah kewajiban atasnya. Dengan kata lain, seseorang yang melakukan amalan nafilah (perbuatan sunnah) akan menerima banyak balasan daripada seseorang yang hanya mengerjakan amalan fardunya saja; ini karena dia melakukan lebih banyak dari pada apa yang telah diperintahkan atasnya. Allah (swt) berfirman:

Tiada dosa atas orang-orang yang buta dan atas orang yang pincang dan atas orang yang sakit (apabila tidak ikut berperang). Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya; niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai dan barang siapa yang berpaling niscaya akan diazab-Nya dengan azab yang pedih. (QS Al fath 48 :17)

Ibnu Qudamaah Al Maqdisi (RH) berkata (tentang orang-orang yang di bebaskan dari latihan militer dan jihad):

Orang-orang yang selamat dari khuruj (seperti orang yang buta, pincang, sakit dan lain-lain) adalah orang yang dimaafkan dari pergi melaksanakan jihad. Alasan orang-orang yang buta adalah telah sangat jelas dan mudah dimengerti. Bagi orang yang pincang (pembebasannya) dikarenakan dia adalah orang yang sangat lemah jika dia harus berada di medan jihad, seperti dia tidak bisa berlari atau berkendaraan dengan baik. Seseorang yang hanya mempunyai sebuah anggota tubuh, yang menyulitkannya untuk berlari dan mengendarai (kuda),dsb.

Propaganda Perang

Ditulis oleh alqurandansunnah di/pada Oktober 22, 2008

Pada saat perang, sesuatu yang umum bagi musuh untuk menyebarkan propaganda dan dengan cara membenarkan agresi mereka.

Sayangnya, selain realitas inii, adalah sangat mengecewakan melihat banyak orang yang disebut Muslim menjadi tertipu oleh propaganda musuh melawan Mujahidin dan aktifis Islam.

Musuh-musuh Islam ingin kita percaya bahwa orang-orang yang menyerukan penerapan Negara Islam, melaksanakan Syari’ah dan Jihad melawan ‘salibis’ adalah perbuatan yang sadis, haus darah, tidak berperikemanusiaan, dan tidak memperhatikan kehidupan dan kemakmuran ummat manusia.

Mereka mengklaim bahwa Mujahidin di Iraq, Afghanistan dan di lain tempat secara sengaja menargetkan wanita dan anak-anak, dan mendatangkan malapetaka di muka bumi, menghancurkan sekolah, rumah sakit, jembatan, gedung-gedung dan jalanan. Klaim ini juga terdengar dari Muslim sekuler, Ulama sesat dan orang-orang Syi’ah.

Setiap orang, dewasa atau anak-anak, mengetahui bahwa terlarang dalam Islam untuk secara sengaja membunuh wanita (bukan petarung, atau tentara wanita) dan anak-anak, lalu bagaimana bisa Mujahidin – yang dewasa, melaksanakan Islam, mengabaikan ini ?

Ini adalah perkara mendasar untuk merealisasikan bahwa aturan berkaitan dengan Jihad ofensif tidak bisa berlaku dalam jihad defensif pada masa fitnah besar, ketika Muslim berperang untuk mempertahankan kehormatan mereka, melindungi kesucian mereka dan mengusir aggressor.

Ini merupakan hal yang penting untuk diakui bahwa orang-orang yang hidup dalam negeri yang sedang berperang tidak bisa hidup seperi biasa dan membayangkan pergi kerja atau sekolah ketika ada konflik sengit antara dua tentara besar di sepanjang jalan dalam negeri yang luas.

Mujahidin di Iraq, Afghanistan telah mendeklarasikan bahwa mereka akan menargetkan ‘salibis’ (Amerika dan koalisinya) dan kaki tangan mereka – dari mata-mata, jurnalis, misionaris Kristen, orang-orang Syi’ah, polisi nasional dan pasukan keamanan. Selanjutnya bukan menjadi keinginan seorang ‘warga sipil’ untuk berada di antara orang-orang seperti itu, berjalan melewati sebuah pasar yang penuh dengan orang-orang Syi’ah atau menaiki sebuah bus yang membawa pegawai polisi. Sayangnya, peristiwa seperti ini dimanfaatkan oleh media untuk mengklaim Mujahidin telah menargetkan rakyat atau warga sipil.

Musuh-musuh bahkan berusaha untuk membungkam orang-orang yang bisa secara rasional dan tegas membenarkan serangan melawan aggressor sebenarnya dengan berlindung pada hukum dan mengancam dengan penjara.

Seseorang seharusnya tidak mempercayai segala sesuatu yang mereka pelajari dari media atau dari orang sekuler yang hidup dengan demokrasi.

Wallahu’alam bis showab!

http://almuhajirun.com/index.php?option=com_content&task=view&id=220&Itemid=27

Yang Menyangkal Terorisme Bagian Dari Islam Berarti Kafir

Ditulis oleh alqurandansunnah di/pada Oktober 22, 2008

Banyak orang yang menggunakan istilah “Terorisme” terutama karena hasutan USA tentang perang mereka melawan “terorisme”, penggunaannya sering tanpa terlebih dahulu dijelaskan mengenai istilah “terorisme”. Kebiasaan ini sangatlah berbahaya karena menjadi dasar dari pendapat orang lain, dan dapat disalahgunakan dan dipakai untuk orang yang tidak setuju dengan orang yang berlawanan dengannya atau terhadap orang yang mempunyai rasa dendam terhadap orang yang berlawanan dengannya.

Kita melihat di Barat, mereka sangat bernafsu mengeluarkan undang-undang baru dengan dalih “terorisme”, yang memungkinkan mereka mempunyai wewenang menangkap dan menahan tanpa tuduhan atau bukti dan menahan mereka dalam jangka waktu yang tidak terbatas seperti kita lihat di berbagai kejadian, tanpa menjelaskan terorisme, mereka dapat masuk dan keluar terhadap siapa pun yang mereka kehendaki dari undang-undang tersebut.

Pertama Allah swt. memerintahkan kepada kaum muslimin agar senantiasa memecahkan masalah berdasarkan atas syari’at yang dihubungkan dengan realita yang terjadi khususnya ketika hal itu berhubungan dengan jiwa, kehormatan dan kekayaan. Allah swt. berfirman, “Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil janji dari orang-orang yang telah diberi kitab (yaitu): “ Hendaklah kamu menerangkan isi kitab itu kepada manusia, dan janganlah kamu menyembunyikan.” (QS. 3:187).

Oleh karena itu menjadi kewajiban atas kaum muslimin untuk menyampaikan kepada manusia apa yang diketahui. Dan Allah menjelaskan bahwa orang yang menyembunyikan pengetahuan itu dilaknat dan tempatnya dalam neraka. Dia berfirman,

“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah kami turunkan berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula) oleh semua (makhluk) yang dapat melaknati. Kecuali mereka yang telah bertaubat dan mengadakan perbaikan, dari menerangkan (kebenaran), maka terhadap mereka itulah aku menerima taubatnya dan Akulah Yang Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. 2:159-160)

Oleh karena itu, kita diharuskan mencontoh nabi Muhammad saw. untuk selalu berkata benar di mana pun kita berada dan tidak takut segala akibatnya.

Perbandingan Agama Islam dengan Agama-agama yang telah Rusak

Pokok pembahasan ini di mulai dengan perbandingan antara Dien Islam dengan Dien (agama) sebelumnya yang semuanya mengalami kerusakan, kerusakan ini terjadi ketika perubahan dalam agama dimulai oleh beberapa orang sedangkan yang lain mendiamkannya. Mereka cuma bisa menyalahkan perusakan tersebut.

ntuk alasan ini Allah swt. menjelaskan pada kita untuk tidak melebih-lebihkan dan tidak pula merubah sesuatu pada agama kita yang menjadi penyebab perubahan pada agama-agama terdahulu tidak layak lagi diikuti, sama halnya dengan kita tidak dapat mengikuti agama Yahudi, Kristen. Allah swt. berfirman,

“Katakanlah: “Hai ahli kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan dalam agamamu dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat sebelum (kedatangan Muhammad), dan mereka lebih menyesatkan kebanyakan (manusia), dan merekapun tersesat dari jalan yang lurus.” (QS. 5:77)

Dalam ayat ini, Allah swt. mengharuskan atas orang-orang beriman untuk tidak seperti kaum Yahudi dan Nasrani, beberapa orang mengubah agamanya dan yang lain diam saja. Kita diberitahu tentang orang-orang Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) yang menolak perubahan, mereka meninggalkan kaum mereka,berhijrah untuk beribadah kepada Allah sendiri dalam pengasingan. Namun mereka tidak menyanggah, melawan perubahan itu, mereka hanya diam. Allah swt. berfirman,

“Dan mereka mengada-adakan rabaniyyah (tidak beristri atau tidak bersuami dan mengurung diri dalam biara) padahal kami tidak mewajibkan kepada mereka tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) yang kami wajibkan hanya mencari keridhoan Allah.” (QS. Al Hadid; 27)

Mereka tidak berdiri untuk kebenaran melawan kebatilan tetapi mereka lari darinya, kemudian mereka mati, dan kebenaran mati bersama mereka. Mujahid sejati seharusnya memperjuangkan agama Allah untuk memperoleh kemenangan dan mati syahid, tidak hanya membunuh orang kafir kemudian mati. Kita mengatakan “menang atau syahid” dan kemenangan untuk agama tidak hanya berlaku bagi kemenangan pribadi, Ketika musuh menggunakan kebatilan sebagai kebenaran dan menasehati dirimu sendiri, kamu harus datang (berangkat) dan melakukan sesuatu terhadapnya.

Kami tidak membicarakan tentang terorisme untuk menghasut orang, tetapi hanya kebenaran harus tersebar dan tidak seorang pun juga membicarakannya, Ibnu Qudama Al Maqdisi berkata, “Jika seseorang berada di darul harbi (negara yang jelas-jelas memerangi kaum muslimin) lalu membangun partai untuk Islam, dan dia meninggalkan partai tersebut maka dia telah berdosa.”

Ketika Allah swt. mengutus Rosulullah saw, tak seorangpun penduduk di bumi ini yang mengetahui kebenaran (Islam) melainkan hanya sedikit yang dapat kamu hitung mereka dengan tanganmu, hanyalah mereka yang mengetahui kebenaran.

Beliau bersabda: “Allah melihat penduduk bumi dan kemudian beliau membenci mereka. Bangsa Arab, Ajam kecuali orang-orang yang berada dalam kebenaran dan Ahlul Kitab.” (Muslim).

Ini berarti ada sedikit Ahli Kitab yang mengetahui kebenaran (Islam), namun mereka tidak menyampaikannya dan kebenaran mati bersama mereka. Jika kita melakukan hal yang sama maka kita akan jatuh dalam bencana yang sama.

Kerusakan yang dialami Yahudi dan Nasrani tidak akan sampai pada agama Islam meskipun mereka senantiasa melakukan (menyebarkan) kesesatan untuk menghancurkan Islam, karena Allah telah berjanji kepada umat ini dan ulama-ulama serta berkat doa-doa kaum muslimin dan bagi siapa saja yang selalu menegakkan kebenaran dan memperjuangkannya.

Allah swt. berfirman,

“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya Kami benar-benar Memeliharanya.” (QS. Al Hijr:9)

Allah akan melindungi agama ini, Al-Qur’an dan Sunnah semuanya merupakan wahyu, Allah menjamin pemeliharaannya.

Dalam Hadits dari Taa’ifah Mansurah, (kami mengatakan Mansurah, kemenangan (yaitu memenangkan agama-Nya, Allah berfirman, “Barangsiapa yang menolong agama Allah, maka Allah akan menolongmu dan mengukuhkan kedudukanmu di dunia)

Muhammad saw bersabda, “Akan ada bagian dari umatku yang memenuhi perintah Allah, mereka tidak merugi atau kecewa.” (Bukhari).

Imam Ahmad berkata,

“Taa’ifah Mansurah adalah Ahli Kitab, jika bukan Ahlu Hadits, lantas siapa?”

Pada waktu itu, Ahli Hadits merupakan orang-orang yang berdiri di bawah tekanan, ketika kejahiliahan meyebar, ketika kebatilan dimana-mana, mereka adalah orang-orang yang meninggikan kebenaran.

Teorisme, Bagian dari Islam

Allah swt. berfirman,

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan kuda-kuda yang di tambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya, sedang Allah mengetahuinya.” (QS. Al Anfaal: 60).

Di dalam ayat ini, Allah mewajibkan kita untuk mempersiapkan diri dalam menghadapi musuh agar dapat menggentarkan musuh Allah. Ini hukumnya wajib dan bersifat qathi (jelas). Siapa pun yang mengabaikannya berarti kafir tanpa memperhatikan tafsiran dari kata terorisme.

Allah swt. berfirman,

“Dan tidak adalah yang mengingkari ayat-ayat Kami selain orang-orang kafir.”

Ayat tersebut mengatakan Al Ijhaad, yang berarti

“Menolak dan mengatakannya secara lisan, bahwa ini tidak benar.”

Dan lagi, Allah swt. berfirman,

“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah atau mendustakan yang hak tatkala yang hak itu datang kepadanya? Bukankah dalam neraka Jahannam itu ada tempat bagi orang-orang yang kafir? Dan Orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhoan) Kami, benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al Ankabut: 68-69)

Siapa pun yang mengatakan Islam bebas dari terorisme atau ingin memisahkan antara Islam dengan terorisme yang berarti melakukan jihad berarti kufur akbar yang akan menyebabkan mereka keluar dari ikatan (Islam) . Seseorang yang mengatakan kita seharusnya melawan terorisme, berarti dia berjuang melawan Islam. Kita sangat tahu bahwa yang dimaksud USA sebagai terorisme tidak ada yang lain selain Islam dan Muslim. Dan siapa pun yang menghindari terorisme berarti menghindari Islam.

Kekufuran merupakan Musuh

USA dikenal sebagai musuh Islam dan kaum Muslim. Pada kenyataannya itulah darul kufur yang asli, yang dengan gencar menjadikan musuh negaranya Islam dan kaum muslimin. Peraturan-peraturan untuk beberapa negara yang bukan peraturan negara Islam dan tidak pula mempunyai perjanjian dengan negara Islam yang berarti mereka adalah musuh Islam, seharusnya tidak ada keruguan dalam pikiran kaum muslimin bahwa Yahudi dan Nasrani adalah kafir dan musuh kaum muslimin dan Islam. Allah swt. : “Sesungguhnya orang kafir dari golongan ahli kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam, mereka kekal di dalamnya. Mereka adalah seburuk-buruk makhluk.” (QS. Al Bayyinah: 6) dan Allah swt. berfirman:

‘Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih Putera Maryam.” (QS. Al Maaidah: 17)

Dalam ayat ini, adanya perwujudan dari kemarahan Allah swt., ketika dia berfirman:

“Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah itu ialah Al Masih Putera Maryam.” Katakanlah: “Maka siapakah gerangan yang dapat menghalang-halangi kehendak Allah, jika dia hendak membinasakan Al Masih Putera Maryam itu beserta ibunya dan orang-orang yang berada di bumi kesemuanya?” (QS. Al Maaidah:17).

Allah swt. berfirman,

“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar, (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar Jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (QS. At Taubah: 29)

Siapa pun yang menyangkal bahwa Yahudi dan Nasrani itu kafir dalam ayat ini, Allah swt. memerintahkan untuk memerangi mereka karena kekufuran mereka, dalam keadaan bagaimana pun baik mereka memerangi kita atau tidak.

Orang-orang bertanya “Mengapa kamu mengatakan bahwa orang kufur adalah musuh?” padahal Allah swt. berfirman,

“Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. An Nisaa’:101)

Karena ayat inilah kita seharusnya takut pada Allah dan berhenti menyerukan kekufuran pada teman-teman kita. Orang-orang kafir USA dan UK merupakan kafir asli tanpa ada keraguan mereka adalah musuh kita. Kita tidak memerangi mereka, hanya karena adanya perjanjian keamanan yang mengikat kita (fakta sekarang perjanjian itu tidak ada, hanya ada jika ada Darul Islam). Allah swt. berfirman,

“….menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya…..” (QS. Al Anfaal:60)

USA tidak hanya musuh dikarenakan tidak mengimani Allah, lebih dari itu mereka aktif menyerang Islam dan kaum Muslimin tanpa keraguan sedikit pun. Terorisme melawan mereka merupakan keharusan.

Pejuang dan Bukan Pejuang

Islam tidak mengakui perbedaan di antara orang kafir, baik kafir Dhimmi (di bawah kekuasaan negara Islam) atau mu’ahhad (terikat perjanjian dengan orang Islam) maupun dia kafir harbi, mereka tidak suci jiwa dan hartanya.

Tidak ada semisal kafir “suci” untuk orang kafir, kamu dapat mengatakan kepada mereka bahwa mereka adalah “korban”. Namun kaum muslimin yang dianggap suci (tidak berdosa) jika dia berperang melawan dan menaklukan orang kafir, karena mereka memenuhi syari’ah.

Dalam syari’ah baik kita memanggil kafir dhimmi maupun kafir harbi, dhimmi baik itu laki-laki, perempuan atau anak-anak. Pengklasifikasian ini perlu untuk mengetahui siapa di antara mereka yang akan membayar jizyah.

Kafir harbi dikelompokkan untuk hukum yang berlaku atasnya, apakah pasif saja (bukan pejuang) Atau hukman (bukan pejuang) dan fi’lan (pejuang) berarti kita memeranginya?

Yang kita perangi adalah orang kafir laki-laki, muda dan kaya (yaitu mereka layak berperang), mereka pantas diperangi, apakah menyerang kita atau tidak.

Pada umumnya kafir hukman (bukan pejuang) tetapi bukan fi’lan (pejuang) seperti para wanita, anak-anak sepanjang mereka tidak berperang, para orang tua, laki-laki cacat, buta atau gila dan sebagainya, tak seorangpun dari kelompok tersebut yang diperangi selama mereka tidak memerangi (seperti yang mereka lakukan saat ini), tidak juga mereka mendukung peperangan, atau tidak pula mereka ikut ambil bagian dalam mendukung peperangan.(Al Mughni-Ibnu Qudama Al Maqdisi)

Hari ini, para wanita juga turut perang (seperti di Israel) maka mendapat hukum yang sama sebagai musuh dan hal itu akan membuat takut atas mereka. Imam Syafi’i berkata ,

“Tidak ada perselisihan di antara para fuqaha bahwa kafir harbi hukman (bukan pejuang) yang mulai menyerang, mereka akan dibunuh.” (kitabul umm).

Oleh karena itu, menggunakan istilah “tidak bersalah” atau “rakyat sipil” itu tidak benar, sebab kita tahu sebagian besar orang laki-laki adalah pejuang karena kemampuan mereka untuk berperang.

Meskipun anak-anak, jika memulai untuk berperang, mereka akan diperangi sebagai musuh, kecuali bayi. Anak kecil (yang baru belajar berjalan) tidak akan pernah disebut sebagai pejuang, mereka adalah satu-satunya yang dikatakan oleh beberapa fuqaha bahwa mereka tidak bersalah, sedang yang lain berkata tidak (tidak setuju, mereka adalah anak-anak orang kafir berarti kafir seperti mereka).

Ahlus Sunnah wal Jama’ah percaya bahwa setiap bayi lahir dalam keadaan suci dan anak-anak orang kafir berada di jalan yang mengarah kepada kekafiran.

Sheikh Umar Bakri Muhammad percaya bahwa anak-anak khususnya dibawah umur 4-7 tahun tidak bersalah (suci), para sahabat menanyakan kepada Rosulullah saw, “Ketika kita berperang pada malam hari, kami menemukan banyak anak-anak di antara yang mati,” Beliau berkata: “mereka adalah bagian dari mereka”.

Meskipun pada kenyataannya mereka tidak bersalah jika mereka terbunuh karena kesalahan maka perhitungan mereka dengan Allah, jika kaum muslimin yang tidak berdosa terbunuh dalam peperangan tersebut, hal itu masih diperbolehkan. Tidak berdosa jika mereka terbunuh karena kesalahan, disebut Al-Tatarrus, jika kamu tidak dapat membunuh musuh tanpa melewati mereka, maka bunuhlah mereka dan kamu tahu bahwa Allah akan menghadapi atau mengurus mereka.

Ummu Salamah menceritakan tentang orang yang membuat ghazu untuk Ka’bah Allah swt. menciptakan longsoran tanah untuk merusak mereka dan di antara mereka ada banyak wanita dan anak-anak juga kaum muslim lainnya. Rosulullah saw. bersabda: “ Akan menjadi khusef untuk awal dan akhir kehidupan mereka dan masing-masing akan diperhitungkan di hari kiamat.”

Jika orang-orang yang menjadi sasaran bercampur yaitu orang yang harus dibunuh berada diantara orang yang tidak seharusnya dibunuh, maka hal itu tidak menjadi pencegah untuk memeranginya dan membunuh mereka semua.

Beberapa orang menanyakan “Bagaimana dengan keluarga kafir yang terbunuh? Bagaimana pun, hal itu sudah termasyur bahwa tidak dibolehkan mereka simpati kepada orang kafir, Allah swt. berfirman: “Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang fasiq itu.” (QS. Al Maaidah: 26)

Dan Dia berfirman,

“Maka janganlah kamu bersedih hati terhadap orang kafir-kafir kafir itu. (QS. 5:68)

Allah berfirman,

“Karena itu mereka ditimpa gempa maka jadilah mereka mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat tinggal mereka. Yaitu orang-orang yang mendustakan Syu’aib seolah-olah mereka belum pernah berdiam di kota itu. Orang-orang yang mendustakan Syu’aib adalah orang-orang yang merugi. Maka Syu’aib meninggalkan mereka seraya berkata. Hai kaumku, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu amanat Tuhanku dan aku telah memberi nasehat kepadamu. Maka bagaimanakah aku akan bersedih hati terhadap orang-orang yang kafir?.” (QS. Al A’raaf: 91-93)

Hal itu tidak hanya keharusan memerangi mereka, tetapi juga haram hukumnya merasa bersedih hati terhadap orang-orang kafir yang terbunuh. Haram bagi kita merasa bersedih hati terhadap mereka ketika Allah swt. menimpakan bencana atas mereka, maka lepaskanlah mereka ketika telah dibunuh untuk mencari ridho-Nya. Dan lagi Allah swt. berfirman, “Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman.” (QS. At Taubah: 14)

Allah swt. menjelaskan kepada kita bahwa bencana yang terjadi kepada mereka akan melegakan hati kita dan bagi orang kafir mereka tidak mempunyai tempat.

Bersekutu dengan Orang Kafir

Allah swt. berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi walimu, sebagian mereka adalah wali bagi bagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi wali, maka sesungguhnya kamu itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk pada orang-orang yang zalim.” (QS. Al Maidah: 51)

Allah tidak memaafkan orang yang bersekutu dengan orang kafir melawan kaum muslimin. Allah berfirman, “Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafiq) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata. Kami takut akan mendapat bencana. Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan pada Rosul-Nya, atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan terhadap hatinya.” (QS. Al Maidah:52)

Allah swt. menjelaskan lebih lanjut pada kita, tidak hanya dilarang bersekutu dengan orang-orang kafir tetapi juga menentang mereka dengan segala cara. Allah swt. menginformasikan kepada kita, mendukungnya berarti muwallat, “Dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pelindung yang dapat menolong mereka selain Allah. Dan siapa yang disesatkan Allah maka tidaklah ada baginya suatu jalan pun (untuk mendapatkan petunjuk)” (QS. Asy Syuura: 46)

Berarti jika kamu mendukung kekufuran mereka atau melawan kaum Muslim berarti kamu sebagai pelindung, kamu bersekutu dengan mereka dan orang-orang kafir, itulah mengapa Ibnu Hasim mengatakannya setelah mengutip ayat tersebut. “Jika kamu memberi mereka secangkir air berarti kamu kafir.”

Imam Syafi’I mengatakan, “Jika seseorang yang dengan sengaja menjual batu atau kayu kepada orang-orang kafir untuk membangun gereja, berarti kamu kafir.”

Ibnu Taimiyyah mengatakan, “Seseorang yang mendukung kekufuran atau melawan kaum muslim maka mereka kafir.” (Majmaul Fattawa)

Bersekutu dengan orang-orang kafir dalam melawan kaum muslimin memiliki sejarah panjang pada umat kita dan merupakan sebab kehancuran kekhilafahan.

Di Andalusia, muwallat atau dukungan terhadap orang-orang kafir melawan kaum Muslimin merupakan sebab jatuhnya Andalusia ke tangan tentara salib. (tahun 1916-1918) orang-orang mendapat keberhasilan dari kaum Muslimin yang bersekutu dengan mereka melawan kaum muslimin yang lainnya.

Pada kenyataannya inilah penyebab utama dari hancurnya Negara Islam. Syarif Hussein merupakan orang yang berjuang di bawah kepemimpinan Inggris, melawan kaum muslimin di Turki pada saat otonomi khilafah. Mereka menyatakan kebebasan daerah Syam dari tentara Turki, tetapi tidak lama kemudian, Inggris mengambil alih atas diri mereka. Dan dari sini orang Inggris (pejabat-pejabatnya) pergi ke makam Salahudin dengan rasa senang dan puas.

Setelah itu, wakil mereka, Syarif Hussein dan keluarganya dijanjikan kekuatan dan kekuasaan sebagai “raja seluruh tanah Arab”, kemudian dibuang dan dikirim ke Cyprus. Disanalah dia menulis buku tentang penghianatan Inggris terhadapnya.

Anaknya yang kemudian datang dan berkuasa di Jordan setelah berunding dengan Inggris dengan syarat dia menyerahkan Palestina pada mereka.

Saat ini juga, kaum muslimin dari India dimanfaatkan oleh orang-orang kafir untuk melawan negara Iraq dan kaum muslimin dari Tunisia dan Algeria (Algeria yang kemudian diambil Prancis) berjuang untuk Perancis melawan kaum muslimin di daerah Syam

(1991), ketika Iraq memasuki Kuwait, USA datang ke daerah itu tetapi begitu banyak kaum muslim yang menjadikan diri mereka sendiri melawan kaum muslimin yang lain. Sebenarnya sebelum tentara US, pasukan Mesir yang pertama memasuki daerah tersebut untuk memerangi kaum muslimin.

(2001), Sekarang ini banyak tentara dari negara-negara kaum muslim yang berjuang melawan Taliban dan Al-Qaidah bersama dengan orang kafir. Pakistan berada di garis terdepan dalam kehancuran Afganistan.

Lebih lanjut, Serikat utara secara langsung bergabung dengan USA melawan kaum muslim. Kaum muslimin dari Uzbekistan dan Tajbekistan juga bergabung untuk memerangi Taliban. Semua kerusakan ini disebabkan keragu-raguan dan penolakan dari kaum muslimin untuk membuat takfir, dan menolak untuk menyebut orang kafir itu kafir, karena kekurangpahaman mereka terhadap aqidah yang benar serta kurangnya Al Walaa’ dan Baraa’.

Dan lagi, orang-orang kafir dengan bangga menyataan untuk membuat negeri-negeri seperti Afganistan dan Iraq menjadi “beradab” dan membangun mereka untuk dijadikan teman/rekan dalam masyarakat internasional, maksud mereka hanya untuk mengganti agama Islam kepada agama mereka, agama yang bebas dan demokrasi. Tetapi kaum muslimin masih saja melakukan pekerjaan kotor mereka serta mendukung pasukan salib mereka.

Kita temui bahwa kaum muslimin sangat bingung, pada saat krisis seperti ini seharusnyalah kita kembali pada Allah, namun kaum muslimin lebih memilih berbalik kepada orang kafir. Karena kekurangpahaman mereka pada Islam, mereka tidak tahu siapa musuh dan siapa yang menjadi lawan mereka, mereka tidak mengetahui siapa muslim dan siapa kafir.

Kaum muslimin dengan cepat menyerang dan menyalahkan kaum muslimin lainnya karena keterlibatan mereka dengan kegiatan teroris. Namun mereka tidak mengetahui bahwa terorisme merupakan keharusan dalam Islam untuk melawan musuh-musuh Allah swt., hasilnya mereka bergabung dengan orang-orang kafir melawan kaum muslimin lainnya. Pada saat ini ketika kekufuran menyebar dan kebatilan merata, ketika orang meninggalkan agama Islam tanpa pengetahuan, sangatlah penting bagi kaum muslimin menyerukan kebaikan dan mencegah kemungkaran, membicarakan dan menjelaskan persoalan/permasalahan yang ada kepada masyarakat sehingga kebenaran menang dalam menghadapi kebatilan.

Wallahu’alam bis showab!

Takbiiiir……….!!!!!!!!!!!!!!!!

http://almuhajirun.com/index.php?option=com_content&task=view&id=116&Itemid=27

KewajibanBer-I’dad dalam Jihad

Jihad adalah kewajiban setiap muslim pada zaman ini. Setiap kali disebutkan kata jihad secara mutlak maka maknanya adalah perang. Jihad mustahil terlaksana tanpa ada persiapan terlebih dahulu. Dan ulama telah sepakat bahwa “Kalau ada suatu hal wajib yang tidak sempurna tanpa adanya suatu hal lain, maka hal lain tersebut juga wajib.” Oleh karena itu maka persiapan-persiapan untuk berjihad hukumnya WAJIB seperti hukum jihad itu sendiri. Allah swt. berfirman: “Dan persiapkanlah dengan segala kemampuan untuk menghadapi mereka dengan kekuatan yang kamu miliki dan dari pasukan berkuda yang dapat menggentarkan musuh Allah, musuhmu dan orang-orang selain mereka.” (Al-Anfal [8] : 60)

Ayat ini dengan jelas menyebutkan sebuah perintah agar muslimin mengadakan persiapan-persiapan jihadiy, dalam bentuk apapun, semampu mereka! (bukan semau mereka). Rasulullah saw. juga bersabda setelah menyebutkan ayat ini: “Ketahuilah bahwa kekuatan itu adalah melempar! Ketahuilah bahwa kekuatan itu adalah melempar! Ketahuilah bahwa kekuatan itu adalah melempar!” (HR. Muslim)

Oleh karena itu maka muslimin wajib menyiapkan persenjataan dan segala kebutuhan perang, di manapun mereka berada. Mereka juga harus mempersiapkan pasukan-pasukan yang akan diterjunkan ke medan laga. Tentara-tentara itu tidak hanya berlatih cara bertahan atas serangan musuh, tapi juga berlatih cara-cara tempur lainnya, seperti menyerang perbatasan, menghancurkan benteng maupun cara-cara bertempur di segala medan pertempuran. Muslimin seharusnya juga mempunyai pabrik-pabrik yang memproduksi senjata dan alat-alat perang yang ada di bumi ini. Hal ini (menurut syaikh Al-Jazairi) harus lebih dipentingkan dari sandang-pangan-papan (tempat tinggal).

Lebih jauh Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi menyatakan bahwa:

“Kalau ada kebijakan wajib militer, maka setiap pemuda yang menginjak usia 18 tahun wajib mengikutinya selama 11/2 tahun. Sehingga dia bisa mempelajari segala bidan peperangan (funun al-harb) dan pertempuran dengan baik. Sehingga dia akan selalu siap untuk berjihad kapanpun dibutuhkan… 1

Setiap orang yang hendak pergi berjihad harus mempersiapkan fisiknya. Perang pada zaman kita kebanyakan berupa perang gerilya dan perang kota. Karenanya, maka ketangkasan fisik seorang mujahid sangat diperlukan untuk meringankan dan mempercepat misinya. Dengan ketangkasan fisik yang terlatih, seorang mujahid tidak akan menjadi beban atas orang lain. Selain itu, orang yang telah terlatih ketangkasan fisiknya akan selalu siap untuk terjun ke kancah pertempuran. Sehingga kita semua tahu bahwa latihan ketangkasan fisik adalah perkara yang sangat urgen bagi para calon mujahid…

Berlatih mengoperasikan senjata (apapun) juga penting dalam persiapan jihad, baik teoritis maupun praktik. Sungguh aneh orang yang ingin berjihad melawan musuh di medan perang tapi tidak tahu bagaimana memegang senjata! Setiap orang yang mampu untuk belajar menembak namun tidak mempelajarinya, maka ia telah berdosa karena telah meninggalkan apa yang Allah wajibkan. Demikian pula renang dan berkuda. Renang merupakan suatu sarana ketangkasan terpenting yang menguatkan badan, sedang keterampilan berkuda akan selalu dibutuhkan sepanjang zaman… dan di manapun! 2

Setiap mujahid juga harus menyiapkan mental agar tidak down ketika harus meninggalkan orang-orang dan segala sesuatu yang dicintai, atau bahkan kehilangan nyawanya sendiri. Mental seorang mujahid juga harus disiapkan untuk menghadapi teror selama masa interogasi (kalau tertawan…). Karena (meski tak seorang pun memimpikannya) seseorang yang sebelumnya sangat tegas bisa berbalik 180O karena tidak tahan terhadap teror dalam penjara…, atau silau terhadap kehidupan yang ditawarkan oleh musuh (na’udzubillah). Selain itu seorang mujahid juga harus mempunyai bekalan ilmu-ilmu syar’i agar bisa membedakan antara kawan dan lawan, karena interogasi tidak selalu dikerjakan oleh seorang sipir ganas; interogasi terkadang juga dilakukan oleh seorang santun yang mengaku masih beriman. Ini merupakan siasat musuh yang harus difahami mujahid manapun. 3

Akhirnya, mujahid-mujahid yang telah dibekali/berbekal dengan persiapan-persiapan matang akan menjadi tentara-tentara pilihan, tentara-tentara andalan… garang di medan, teguh hadapi cobaan… karena itu, bagaimanapun caranya, apapun bentuknya, persiapan harus selalu ada!!!

1. Telaah Minhajul Muslim karya Syaikh Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, bab 5: Mu’amalat, pasal 1 : Jihad, hal. 280-281, madah 4 : fi wujub al-I’dad li al-Jihad.

2. Telaah ‘39 Cara…’ (ed Ind.) karya Syaikh Muhammad bin Ahmad As-Salim, hal. 123-140.

3. Telaah ‘Mereka Mujahid tapi…’ (ed ind.) karya Syaikh Al-Maqdese.

Tujuan Berjihad

Orang-orang orientalis ingin memperjelek gambaran jihad dihadapan orang-orang Islam, mereka mengatakan bahwa jihad dalam Islam merupakan alat untuk memaksa manusia agar memeluk Aqidah Islamiyyah. Dengan kata lain, menurut mereka penyebaran Islam dilakukan dengan pemaksaan dan tekanan, .bukan dengan persuasi dan pemikiran.

Kaum orientalis itu adalah pendusta. Mereka sebenarnya tahu, bahwa jihad tidak bertujuan memaksa orang agar memeluk Islam. Pada masa–masa kejayaan Islam yang berlangsung berabad abad, banyak orang-orang yahudi dan nasrani yang hidup dengan aman di bawah naungan negara islam!

Jihad dalam Islam tidak lain bertujuan untuk meninggikan kalimat Allah bukan untuk kepentingan golongan tertentu atau dalam rangka memusnahkan seluruh orang-orang kafir, meskipun sebenarnya mereka tidak pantas hidup di bumi Allah.

Kalimatulloh baru dikatakan “tinggi” apabila ia menjadi sistem yang mengatur kehidupan manusia di bumi ini seluruhnya. Di bawah sistem ini orang-orang non muslim diberi kebebasan untuk tetap memeluk agama mereka. Kalimat Alloh belum dikatakan “tinggi” apabila yang mengatur kehidupan manusia bukan sistem ilahi ini, melainkan sistem-sistem dan hukum-hukum jahiliyyah seperti yang ada sekarang. Misalnya sekularisme, demokrasi, pancasila, kapitalisme dan lain-lain yang semuanya adalah sanak saudara dari satu bapak, yaitu kekafiran. Karena itu jihad datang untuk meninggikan kalimat Allah dengan cara menghancurkan sistem-sistem jahiliyyah itu dan membunuh para pembela serta pengawalnya.

Jizyah yang diwajibkan atas orang-orang ahli kitab hanyalah sebagai jaminan bahwa mereka tidak akan menjadi penghalang manusia untuk merngabai kepada Alloh, disamping sebagai jaminan keamanan bagi mereka sendiri.

LATAR BELAKANG DAN TUJUAN JIHAD

Dalam berdakwah seseorang tidak akan begitu saja berjalan mulus dalam misi dakwahnya dan langsung diterima oleh manusia pada umumnya. Seorang dai yang benar-benar menyeru manusia kepada Aqidah Islamiyah dan berasaskan Millah Ibrahim, mau tidak mau akan menemui duri yang menghambat dakwahnya. Ini merupakan tabiat jalan dakwah yang dilalui oleh nabi-nabi terdahulu termasuk juga nabi Muhammad saw. serta para sahabat beliau.

Pro dan kontra adalah hal yang biasa terjadi dalam kehidupan sosial manusia. Begitulah respon manusia terhadap dakwah Islamiyah ini. Dari kalangan mereka ada yang memberikan respon positif terhadap dakwah Islamiyah, artinya mereka pro atau setuju dan mau menerima sepenuhnya secara terbuka dan ada juga yang hanya sebagian.

Di satu sisi ada yang memberikan respon negatif terhadap dakwah Islamiyah yaitu mereka yang kontra atau menolak serta tidak mau menerimanya. Lebih parah lagi ada yang menentang keras adanya dakwah Islamiyah. Bahkan terkadang mereka juga selalu berusaha menghentikan laju dakwah Islamiyah ini. Belum puas dengan itu mereka akan mencoba menghancurkan gerakan dakwah ini serta menumpas habis para pengikutnya termasuk para dainya. Dan inilah realita yang terjadi sejak zaman para nabi terdahulu hingga sekarang.

Hal ini menjadi kendala dalam kelancaran laju dakwah Islamiyah. Islam tidak akan mudah tersebar kalau orang-orang itu masih bercokol di muka bumi ini. Daulah Islamiyah tidak akan tegak dan Aqidah Islamiyah tidak akan tertanam dalam diri tiap manusia kalau orang-orang macam mereka masih tetap berusaha menghentikannya. Inilah latar belakang yang memunculkan sebuah gerakan untuk menopang serta menyokong dakwah Islamiyah agar tetap melaju mulus di atas asas Millah Ibrahim yaitu Al-Jihad.

Dengan kata lain Jihad adalah sebuah gerakan untuk membasmi segala sesuatu yang menghalangi kelangsungan dakwah Islamiyah. Jadi jelas bahwa tujuan jihad bukan untuk main-main atau hal yang sia-sia belaka. Hal-hal yang menghambat atau menghalangi dakwah di zaman sekarang ini tidak hanya muncul dari kalangan orang-orang yang terang-terangan mengaku sebagai golongan kafir, tapi juga muncul dari kalangan orang-orang yang mengklaim dirinya sebagai pemeluk agama Islam. Mereka semua adalah musuh yang harus diberantas, meskipun mereka menggunakan nama Islam untuk menjustifikasi sikap permusuhan mereka terhadap dakwah islamiyah. Aksi mereka biasanya berupa penyebaran ajaran-ajaran sesat dan mengklaim bahwa ajaran itu datang dari agama Islam. Inilah fakta hingga hari ini. Ketahuilah bahwa orang-orang seperti inilah sebenar-benar musuh Islam.

“Mereka itu adalah musuh maka waspadailah mereka. Mudah-mudahan Allah melaknat mereka. Bagaimana mungkin mereka bisa dipalingkan (dari jalan yang benar).” (Qs. Al-Munafiqun : 4)

Usaha thaghut dan para antek-anteknya untuk menghambat dakwah tidak hanya berupa sikap penentangan mereka terhadap dakwah islamiyah secara langsung, tetapi terkadang juga dalam bentuk menghalangi manusia untuk mendengarkan dakwah ini. Salah satu metode yang mereka pakai adalah penyebaran doktrin-doktrin untuk menolak ajaran Islam yang benar. Karena itulah jihad disyariátkan untuk menghilangkan orang-orang itu demi kelangsungan dakwah yang mulia ini.

URGENSI I’DAD

Jihad bukan sesuatu pekerjaan yang mudah. Tidak semua orang dapat masuk barisan para mujahidin di medan-medan pertempuran. Hanya orang-orang yang benar-benar siap berjihad membela agama Allahlah yang bisa berbaris bersama para mujahidin. Karenanya sebelum ikut jihad seseorang diharuskan melakukan I’dad (persiapan), baik I’dad fisik maupun mental.

Tujuan I’dad adalah untuk mencetak seorang mujahid sejati yang siap tempur di medan perang kapan saja. Karena para ulama telah membuat kriteria-kriteria tersendiri sebagai syarat yang harus dipenuhi untuk terjun ke medan jihad. Kuat fisik dan mental yang didasari iman adalah kriteria terpokok. Kriteria ini mustahil dimiliki muhahid kecuali apabila terlebih dahulu ia melakukan I’dad.

HUKUM JIHAD

Ulama bersepakat bahwa jihad hukumnya fardlu kifayah. Namun, jihad bisa menjadi fardlu ‘ain dalam salah satu kondisi di bawah ini. Tidak ada seorang pun yang diberi keringanan untuk meninggalkan jihad pada kondisi-kondisi itu kecuali karena udzur syaríe. (Lihat Q.S. At-Taubah: …)

a. Apabila amir/pemimpin menyuruh untuk berangkat jihad. Dalam kondisi ini setiap orang yang diperintah oleh amir wajib berjihad. Termasuk bab ini, orang yang punya keahlian tertentu yang dibutuhkan dalam jihad, sementara yang lainnya tidak memilikinya.

b. Apabila Amir terjun langsung ke medan perang. Semua orang muslim wajib ikut bersamanya, kecuali para wanita.

c. Apabila musuh telah meyerbu dan menduduki tanah air muslimin.

d. Apabila bertemu musuh di medan perang. Setiap orang yang menemui kondisi seperti ini harus berperang dan tidak boleh mundur.

Saat ini para thaghut kafir telah menguasai negeri-negeri muslimin dalam wujud memberlakukan sistem dan undang-undang jahiliyah atas mereka. Maka, tidak ragu lagi hukum jihad di negeri-negeri itu wajib bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun wanita sesuai dengan kemampuan masing-masing. Meninggalkan jihad pada hari ini berdosa kecuali karena udzur syaríe.

Di antara udzur syar’ie adalah apabila seorang dalam keadaan lemah yang sama sekali tidak memungkinkan untuk mengadakan perlawanan dengan hasil positif terhadap para thoghut itu. Walaupun demikian muslimin tetap harus melakukan I’dad untuk menghasilkan sebuah kekuatan. Apabila kekuatan kaum muslimin telah terbentuk dalam batas minimal yang masuk akal, jihad tidak boleh ditunda lagi. Sebab, hanya jihadlah yang mampu membuat nasib kaum muslimin menjadi lebih baik dan melepaskan mereka dari cengkeraman para thoghut durjana itu.

Al-Jihad

Kata al-jihad di dalam Al-Qur’an terulang sekitar tiga puluh kali. Kata al-jihad berasal dari kata juhd atau jahd. Juhd berarti mengeluarkan tenaga, usaha atau kekuatan dan jahd berarti kesungguhan dalam bekerja. Oleh karena itu, secara semantik, kata al-jihad berarti mengerahkan tenaga dan kemampuan.

Komunitas masyarakat Islam menganggap jihad dalam Islam hanyalah perang. Bahkan kaum orientalis melukiskan jihad adalah penyerangan yang dilancarkan pasukan bersorban, berjanggut lebat, bermata garang dengan senjata terhunus yang siap memenggal leher siapa saja yang menghalangi kehendaknya.

Sesungguhnya ‘perang’ hanyalah salah satu dari beberapa pengertian jihad, dalam pengertian Imam Raqib Al-Isfahani, terhadap musuh nyata, atau menurut Ibnu Qoyyim, jihad terhadap orang-orang kafir dan munafik. ‘Perang’ dalam hal ini dapat merupakan pengertian khusus dari al-jihad yang mempunyai pengertian umum. Pengertian khusus dari kata jihad, yaitu perang, menurut Muhammad Izzah Darwazah (ahli ilmu Al-Qur’an), di dalam Al-Qur’an memang lebih banyak digunakan dari pada pengertian umum. Jihad dalam pengertian khusus ini biasanya diikuti oleh anak kalimat fi sabilillah (di jalan Allah).

Dalam Terminologi Fikih

Ulama Madzhab Hanafi berpendapat bahwa jihad adalah dakwah kepada agama Islam dan perang melawan orang yang tidak menerima dakwah itu, baik dengan harta maupun dengan jiwa.

Ibnu Manzur berkata jihad adalah berusaha dan menghabiskan segala daya kekuatan secara maksimal, baik berupa perkataan maupun perbuatan.

Ibnu Taimiyah mengartikan jihad itu pada hakikatnya ialah berusaha bersungguh-sungguh untuk menghasilkan sesuatu yang diridloi Allah dari keimanan, amal shaleh dan menolak sesuatu yang dimurkai Allah dari kekufuran, kefasikan dan kedurhakaan.

Adapun menurut Sayyid Sabiq jihad berarti meluangkan segala usaha dan berupaya sekuat tenaga serta menanggung segala kesulitan di dalam memerangi musuh dan menahan agresinya.

Ahmad Muhammad Al-Hufy (ahli fikih asal Mesir) mengartikan jihad dengan berperang di jalan Allah swt yang diwajibkan oleh syarak dalam rangka menghadapi orang yang memusuhi agama atau untuk mempertahankan tanah air kaum muslimin dari musuh-musuh Islam. Tanah air kaum muslimin dalam istilah fikih disebut dengan Darul Aman (negeri damai) atau Darul Islam.

Jihad/perang Modern

Di masa modern ini, kebencian kuffar terhadap segala atribut Islam semakin tampak. Dengan konsep ‘menghalalkan berbagai cara yang penting tujuan utama tercapai’ mereka melancarkan penyerangan-penyerangan ke dalam tubuh lawan. Muslimin telah lama menjadi target sasaran mereka yang akan disesatkan dan paling tidak dijauhkan dari pemahaman dinnya. Maka melalui penyusupan di segala bidang kemanusiaan mereka bergerak perlahan-lahan sehingga penyerangan mereka tak disadari oleh muslimin. Inilah perang modern. Perang modern bukan saja dengan senjata konvensional atau yang berlapis baja melainkan juga dengan senjata kimia maupun senjata ‘maya’, pemikiran dan doktrin-doktrin sesat. Perang yang dikembangkan kaum kuffar ini telah jelas digambarkan dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 217:

وَلاَ يَزَالُوْنَ يُقَاتِلُوْنَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوْكُمْ عَنْ دِيْنِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوْا.

“Mereka tidak henti-hentinya memerangi kalian sampai mereka dapat mengembalikan kalian dari agama kalian (kepada kekufuran) sekiranya mereka mampu.”

Dan firman-Nya dalam surat Al-Baqarah ayat 120:

وَلَنْ تَرْضَى عَنْكَ اْليَهُوْدُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ.

“Orang-orang Yahudi dan Nashara tak akan pernah ridla darimu sampai engkau mengikuti ajaran mereka.”

Dua ayat ini menunjukkan bahwa mereka akan tetap melancarkan ajaran-ajaran sesat kepada muslimin dengan berbagai cara dan di segala bidang yang penting tujuannya tercapai.

Mereka menyusup dan bergerak di bidang-bidang yang dapat merusak, menyesatkan dan menjauhkan muslimin dari nilai-nilai islami yang haqiqi. Mulai bidang intelejen, sosial, ekonomi, kebudayaan, pendidikan sampai media massa dan sebagainya. Misalnya dalam bidang kebudayaan, mereka mengeksploitasikan pakaian-pakaian mini, swimsuit, tang-top, bikini dan seabreg busana pemicu adrenalin yang dapat mempengaruhi dan merusak generasi muda Islam. Begitu pula telah banyak ditawarkan kepada mereka narkotika, mulai pil koplo, BK sampai kelas pink XTC. Targetnya, menjauhkan muslimin dari nilai-nilai islami.

Dengan konsep dan cara seperti ini kaum kuffar berkeyakinan bahwa perang qitaal (fisik) tidak perlu dilakukan apabila tujuan sudah dapat dicapai dengan perang non qitaal. Artinya, objek/sasaran ‘tembak’ sudah dapat ditaklukkan/’terluka’ dengan perang non qitaal.

Islam Menolak Islam Melawan

Muslimin sudah saatnya sadar dan saling menyadarkan bahwa perang modern yang dilancarkan kaum kuffar semakin brutal dan tak ada henti-hentinya. (Al-Baqarah: 120 & 217)

Dalam hal ini, Allah swt telah memerintahkan muslimin untuk melakukan perlawanan dan penjagaan di setiap bidang yang dapat menjadi celah masuknya invasi-invasi musuh:

فَإِذَا انْسَلَخَ اْلأَشْهُرُ الْحُرُمُ فَاقْتُلُوْا الْمُشْرِكِيْنَ حَيْثُ وَجَدْتُمُوْهُمْ وَخُذُوْهُمْ وَاحْصُرُوْهُمْ وَاقْعُدُوْا لَهُمْ كُلَّ مَرْصَدٍ فَإِنْ تَابُوْا وَأَقَامُوْا الصَّلاَةَ وَءَاتَوُا الزَّكَاةَ فَخَلُّوْا سَبِيْلَهُمْ إِنَّ اللهَ غَفُوْرٌ رَحِيْمٌ.

“Apabila sudah habis bulan-bulan haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrikin itu di mana pun kalian jumpai mereka, dan tangkaplah mereka, kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian. Jika mereka bertaubat dan mendirikan shalat serta menunaikan zakat maka berilah kebebasan kepada mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. At-Taubah: 5)

Begitu pula firman-Nya dalam surat Ali Imran ayat 200:

يَاآيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اصْبِرُوْا وَصَابِرُوْا وَرَابِطُوْا وَاتَّقُوْا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ.

“Wahai orang-orang yang beriman bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian serta tetaplah bersiap-siaga kemudian bertakwalah kepada Allah supaya kalian beruntung.”

Muslimin diperintah untuk menghadapi dan memerangi musyrikin di mana saja mereka didapatkan. Menangkap, mengepung dan melakukan penjagaan di setiap tempat penjagaan harus dilakukan untuk mencegah penyerangan mereka di setiap arah, bagian atau bidang apapun juga yang memang ada kemungkinan mereka melakukan penyerangan itu. Bersiap-siaga adalah eksistensi ini semua.

Adanya ‘perang’ dengan tujuan pemurtadan yang disebutkan dalam ayat 217 surat Al-Baqarah itu sudah merupakan kenyataan. Maka penjagaan pada setiap bidang penjagaan seperti disuruhkan dalam ayat lain (QS. At-Taubah: 5) juga merupakan keharusan. Pengepungan dan penjagaan itu merupakan bagian dari yang pokok dan puncak, yakni qitaal.

Jihad Sepanjang Masa

Menilik, melihat dan memperhatikan penyerangan-penyerangan yang digencarkan barisan kuffar terhadap muslimin di seluruh aspek kehidupan tanpa henti-hentinya (QS. Al-Baqarah: 120 & 217) serta mengingat sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Tidak ada hijrah setelah Fathu Makkah, akan tetapi jihad dan niat. Dan apabila kalian diperintah untuk berangkat maka berangkatlah!”

Maka amalan jihad, bertahan, melawan dan menyerang kaum kuffar di seluruh bidang tidak hanya berlaku di zaman para Nabi dan tidak pula hanya dilaksanakan di masa para sahabat saja, akan tetapi amalan jihad dalam rangka membela dan menegakkan kalimat Allah harus tetap berlaku dan dilaksanakan di sepanjang masa. Selagi masih ada orang beriman, masih ada yang kena kewajiban berjihad. Selagi masih ada orang kafir, masih ada kewajiban bagi muslimin untuk berjihad di jalan Allah. Tak terkecuali di era globalisasi seperti sekarang ini.

Perbedaan antara Kekerasan dan Jihad

Ditulis oleh alquran dan sunnah pada Oktober 27, 2008

Baru-baru ini, aku mendengar seorang wanita bernama Rose Hamid, seorang aktivis hak-hak wanita (feminist) yang terkenal, pada suatu Konferensi Islam di sini, di Charlotte, membicarakan tentang apa sebab adanya pertumbuhan kaum Muslimin di Charlotte yang mendukung “kekerasan” di luar negeri.

Ketika dia mengatakan hal tersebut, banyak para ikhwan melihat ke arahku dan tersenyum. Aku juga ikut tersenyum juga. Ini suatu hal yang memalukan bahwa dia menggunakan kata negatif seperti itu untuk saudara-saudaranya yang sedang membela agamanya di luar negeri. Ini merupakan suatu hal yang memalukan bahwa dia menggunakan kata negatif kepada siapa yang oleh Allah lebih disukai di atas semua orang Islam lainnya.

Dan ini merupakan suatu hal yang memalukan bahwa dia tidak berusaha untuk memahami Mujahidin atau bahkan Jihad itu sendiri. Aku memilih namanya sebab seorang perempuan seperti ini perlu diajari suatu pelajaran dengan sedikit lebih kasar daripada kebanyakan perempuan dalam kaitannya dengan perangainya yang gemar gembar-gembor. Pada akhirnya, aku akan selalu menghormatinya tetapi rasa hormatku tidak akan menghentikanku dari mengkoreksinya.

Ada sebuah perbedaan sepenuhnya antara Jihad dan kekerasan.

Jihad adalah berjuang – membunuh dan dibunuh – demi Allah semata, dalam rangka menjadikan Kalimah-Nya tertinggi. Adalah sebuah kewajiban yang ditahbiskan di dalam Al Qur’an (lihat al Baqarah 2:216). Tentu saja, terdapat istilah spiritual – lebih linguistik – kosakata Jihad, tetapi kami tidak menguraikan tentang itu di sini.

Jihad merupakan tujuan mulia yang mana tidaklah bertujuan duniawi. Jihad bukanlah untuk uang, ketamakan, kekuasaan dan seterusnya. Melainkan, itu untuk memperoleh kenikmatan dari Allah Ta’ala dengan tetap berada dalam ketaatan dan ibadah kepada-Nya sebelum, selama dan setelah berjihad.

Lagipula, melalui ketaatan dan ibadah ini, banyak amal ibadah diharapkan akan tercapai seperti menegakkan Syari’ah di muka bumi, menolong kaum Muslimin yang sedang membutuhkan bantuan (baik itu berupa bantuan keuangan, fisik, dukungan rohani dll.), mengajari kaum Muslimin mengenai agama mereka, menambah pengetahuan mengenai Agama dari Ulama-ulama Islam dan para khatib, dan mendakwahkan agama ini kepada rakyat jelata.

Dan ibadah ini berjalan selangkah lebih jauh. Yaitu dengan mengharapkan dan perjuangan hingga mati sebagai seorang syahid sejak tetes darah yang pertama dari pengorbanannya, semua dosa-dosanya diampuni dan pahalanya di akhirat ditetapkan sedemikian rupa sehingga semua emas di dunia tak akan ada yang mampu untuk menyetarainya (yaitu, kesenangan dan kehormatan yang akan diperoleh oleh orang yang mendapatkannya).

Namun juga, ibadah ini berjalan selangkah lebih jauh. Yaitu untuk memiliki taqwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla dengan menahan diri dari kejahatan lisan, tangan dan alat kelamin serta membenci hanya karena Allah, hal-hal yang dibenci Allah sebagaimana yang dinyatakan dalam Al Qur’an dan Sunnah.

Ini juga untuk memperkuat ikatan persaudaraan, dan mempercayai serta mencintai demi Allah hal-hal yang dicintai Allah sebagaimana yang dinyatakan dalam Al Qur’an dan Sunnah. Dan ini juga untuk mengikuti Rasulullah, sallallahu ‘alaihi wassallam, sebaik mungkin dengan belajar dan menirukan Sunnahnya semaksimal mungkin dengan keikhlasan dari niat yang tulus. Dan ketaqwaan ini akan berangsur semakin dalam dan semakin dalam jika kamu mau merenungkan akan hal ini.

Dan di atas semua ini adalah bahwa mereka yang beriman – dalam hal ini, Mujahid – bekerja keras dengan mengerahkan segenap kemampuannya semaksimal mungkin demi mencapai tingkatan taqwa tertinggi yang telah diraih oleh para sahabat. Mujahid ada dalam keadaan senantiasa cemas tentang apakah Allah akan menerima amal perbuatannya dan pada waktu yang sama dia juga mempunyai harapan kepada Allah. Oleh sebab itu dia bekerja keras sebaik yang ia mampu untuk hidup dan mati demi ridho Allah.

Semua ini dan lebih banyak lagi, ditemukan dalam tujuan berjihad atau berjuang demi kepentingan Allah.

Sebagaimana kamu dapat lihat, Jihad tidak bisa jatuh di bawah kategori “kekerasan” ini. Secara sederhana, dikarenakan Jihad merupakan suatu kategori dengan sendirinya. Jihad terlalu suci untuk dicap sebagai “kekerasan”.

Kata negatif kekerasan dapat dihubungkan dengan tiap-tiap perjuangan yang memerlukan peperangan kecuali Jihad. Tujuan orang-orang yang tidak beriman adalah tidak sebanding dengan tujuan-tujuan mulia orang-orang yang beriman; dan ini bahkan berlaku bagi para pengikut perang salib sepanjang waktu kekuasaan Salahudeen al Ayyubi, rahimahullah. Orang-orang yang tidak beriman berperang memperebutkan kekayaan, minyak, status, kekuasaan, uang, ketamakan, nafsu dan lain lain.

Cita-cita tertinggi yang bisa mereka dapatkan adalah ketika mereka membela bangsanya dari invasi asing, tetapi bahkan hal ini dilakukan atas nama nasionalisme. Dalam Islaam, nasionalisme tidaklah hanya terlarang, tetapi hal itu dilambangkan sebagai bentuk kesangsian (ketidakberimanan, pent), dengan berperang dan mati karena sebab kebangsaan sebagai lawan dari sebab keagamaan.

Allah tidak menerima usaha-usaha dari kebangsaan kaum Muslimin karena Dia hanya menetapkan dan mengizinkan satu bentuk peperangan: Jihad untuk kepentingan Allah, demi membuat Firman-Nya menjadi yang tertinggi dan menjadikan kata orang-orang yang tidak beriman menjadi yang paling rendah.

Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah (yaitu, Syirik) dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. (QS Al Anfal 8:39)

Rasulullah, sallallahu ‘alayhi wassallam, bersabda,

“…siapapun yang berjuang di bawah panji-panji emosi, menjadi marah karena sikap berat sebelah (’asabiyah), menyeru ke arah ‘asabiyah, atau mendukungnya dan kemudian meninggal, maka dia mati dalam keadaan jahiliyyah.” [Diriwayatkan oleh Muslim dalam Sahihnya (6/21), dari Abu Hurairah]

Oleh karena itu, dengan menyamakan Jihad dengan kekerasan, hal itu merupakan suatu ketidakadilan yang luar biasa dan suatu penghinaan terhadap amal ibadah terbesar dalam agama Islam. Dengan menghinakan Jihad dengan cara apapun, hal itu juga akan menghinakan Allah Ta’aalaa.

Akhirnya, kamu mungkin setuju dengan hal ini tetapi masih menyebut Jihaad di seluruh dunia pada hari ini dengan sebutan “kekerasan”. Dan ini disebabkan oleh apa yang kamu lihat di media sebagai lawan dari dilakukannya penelitian jujur dan menemukan apa yang sedang dikatakan dan dilakukan oleh Mujahidin sendiri (dari sumber mereka).

Media tidak hanya memiliki sebuah agenda melawan kaum Muslimin di sini di Barat, tetapi mereka bahkan memiliki agenda yang lebih besar melawan Mujahidin yang sedang berjuang demi Allah: yaitu dengan memudarkan citra mereka sedemikian rupa, hingga kaum Muslim tidak mendukung mereka dalam bentuk apapun.

Ar Rahmah Media Network

http://www.arrahmah.com

Inilah Ciri Ciri KBS ( Khawariz Berbaju Salafy )

1. Mereka hidup secara ekskusif, menyingkir dari kehidupan masyarakat. Mereka tidak mau tahu kondisi masyarakat, misalnya ekonomi, sosial, politik, pergaulan, pendidikan, komunikasi, dst. Kalau kita ajak bicara tentang masalah-masalah umum, mereka anggap semua itu “bukan masalah din”, jadi tidak perlu dipikirkan. Padahal sumber kemusyrikan, kekafiran, maksiyat, kesesatan, dll. sangat banyak dari masalah-masalah keduniaan. Dalam pergaulan, mereka sangat eksklusif, memisahkan diri dari masyarakat. Hal ini sama dengan perilaku Khawarij ketika mereka memisahkan diri dari Ummat Islam dan membuat markas di Nahrawan.

2. Mereka menghidupkan manhaj kebencian. Mereka sangat memusuhi orang-orang di luar kelompoknya. Mereka mudah menuduh orang lain “ahli bid’ah”, “bukan Salafiyah”, “hizbi”, “Sururi”, “Ikhwani”, dst. Itu tuduhan standar mereka. Tidak ada yang selamat dari kebencian mereka, selain dirinya sendiri. Khawarij dulu juga seperti itu, mereka membenci bahkan mengkafirkan orang-orang yang berada di luar kelompoknya.

3. Mereka menggunakan kalimat “Mengikuti pemahaman Salafus Shalih” untuk menyesatkan manusia. Istilah Salaf, manhaj Salafiyah, atau Dakwah Salaf, bukan dimanfaatkan untuk menyebarkan kebajikan sebanyak-banyaknya, tetapi dipakai untuk menyesatkan orang-orang lugu agar terjerumus bersama kesesatan mereka. Persis seperti dulu ketika Ali bin Abi Thalib (Ra) mengkomentari kelakuan para Khawarij yang memakai ayat Al Qur’an untuk tujuan kesesatan, “Kalimatul haqq yuridu bihil bathil” (perkataan yang benar tetapi ditujukan untuk kebathilan).

4. Mereka berani menghalalkan hak-hak Ummat Islam yang telah dilindungi oleh Syariat. Saat ini yang sangat kelihatan adalah: menghalalkan kehormatan Ummat Islam, khususnya para dai dan lembaga-lembaga Islam. Sampai-sampai lembaga netral seperti DDII tidak selamat dari serangan najis mereka. Padahal Nabi (Saw.) sudah mengatakan, “Setiap Muslim atas Muslim yang lain, diharamkan darahnya, hartanya, dan kehormatannya.” (HR. Muslim). Tapi kita tidak usah berdalil dengan Sunnah di hadapan mereka. Hati mereka sudah terlalu angkuh untuk menerima nasehat Al Qur’an dan Sunnah. Khawarij dulu juga seperti itu, mereka menghalalkan darah Ummat Islam.

5. Mereka sangat ghuluw (melampaui batas) dalam beramal. Mereka sangat-sangat peka dalam perkara fotografi makhluk bernyawa (foto manusia), celana di bawah mata kaki, nasyid Islami, melinting lengan baju, memakai cadar, memakai celana dalam Shalat, dan lain-lain perkara yang masih menjadi perdebatan. Tetapi ketika menuduh “ahli bid’ah”, mengkafirkan Ahlul Islam (seperti Luqman Ba’abduh), membongkar aib para dai, memecah belah Ummat, menyebarkan kebencian, bahkan mengintimidasi Muslim, justru atas semua itu mereka sangat menikmati. Laa ilaha illallah. Dulu Khawarij bertanya ke Ibnu Abbas (Ra.) tentang hukum membunuh nyamuk, tetapi mereka tidak bertanya tentang hukum membunuh cucu Rasulullah (Saw), yaitu Hushain bin Ali (Ra.), yang mereka lakukan. Maksudnya, atas hasutan Khawarij itu pula akhirnya Hushain terbunuh di Karbala, lalu kepalanya dipancung. Innalillah wa inna ilaihi ra’jiun.

6. Mereka mengkafirkan sesama Muslim. Mereka bermudah-mudah mengeluarkan manusia dari Manhaj Salafiyah, padahal Salafiyah adalah Islam itu sendiri. Mereka menghalalkan penghinaan, celaan, membuka aib-aib, tahdzir, dan hajr kepada ahli bid’ah. Jangankan bermuamalah dengan “ahli bid’ah”, sekedar berjabatan tangan secara tak sengaja saja, kita bisa dituduh ikut “ahli bid’ah”. Luqman Ba’abduh sendiri dalam buku MAT mengkafirkan kaum Muslimin, khususnya Daulah Utsmaniyyah dan kaum Muslimin Mesir. Ya, Khawarij dulu juga seperti itu. Bahkan lebih terang-terangan.

7. Mereka sangat keras kepala. Jika ada manusia yang ngeyel, inilah orangnya. Mereka sangat-sangat ngeyel, tidak mau rujuk kepada kebenaran. Meskipun kita memberikan nasehat sehebat apapun, kalau kita bukan dari golongan mereka, nasehat itu akan dibuang ke tempat sampah. Tidak kurang apa saya telah menyampaikan nasehat lewat DSDB, tetapi kesesatan mereka tidak berkurang. Mereka meyakini, “Hanya Syaikh Rabi’ dan Syaikh Muqbil saja yang memiliki kebenaran. Selain mereka (atau yang semisal mereka), bathil.” Sikap seperti ini sebenarnya dianggap telah keluar dari Al Jama’ah (komitmen kepada kebenaran, dari arah manapun datangnya). Khawarij dulu juga begitu. Mereka sudah dinasehati Ibnu Abbas (Ra.), tetapi tetap keras kepala.

8. Mereka menyebarkan permusuhan di kalangan Ummat Islam. Ini sangat jelas, tidak diragukan lagi. Lihatlah salafy.or.id, buku MAT dan MDMTK, blog Fakta, blog ‘Tuk Pencari Al Haq’, majalah Asy Syariah, dll. Itu adalah bukti yang tak bisa dibantah lagi. Mau membantah bagaimana, bukti sudah menyebar ke seantero dunia? Khawarij dulu juga seperti itu. Mereka menyebarkan permusuhan, mengobarkan peperangan, bahkan mereka membunuh Khalifah Utsman (Ra) dan Khalifah ‘Ali (Ra).

9. Ibadah mereka menakjubkan. Harus diingat, dulu Khawarij sangat hebat dalam Shalat, puasa, maupun membaca Al Qur’an. Kata Ibnu Abbas (Ra), tubuh mereka kurus-kurus karena sangat sering puasa, mata mereka celong karena banyak bangun di malam hari, pakaian mereka kumal karena zuhud. Khawarij gaya baru juga seperti itu, meskipun ibadahnya tidak sehebat Khawarij masa lalu. Kita kalau bersanding bersama Khawarij modern itu, kita akan merasa ‘kecil hati’ melihat ibadah kita. Tetapi Nabi (Saw.) menegaskan, “Mereka keluar dari agama ini seperti melesatnya anak panah dari busurnya.”

10. Mereka mengklaim diri sebagai kelompok paling benar. Ini ciri Khawarij yang tidak boleh diabaikan. Mereka bukan hanya berbeda pendapat dengan Shahabat (Ra), bahkan mengkafirkan para Shahabat dan menghalalkan darahnya. Mengapa itu terjadi? Sebab mereka mengklaim diri sebagai kelompok paling benar. Itu pula yang terjadi di jaman ini. Tidak ada yang selamat dari serangan orang-orang dungu itu, selain diri mereka sendiri.

11. Mereka menuduh orang lain sesat, padahal kesesatan di pihak mereka. Ya, kita semua sudah tahu bagaimana kelakuan orang-orang Khawarij yang mengatasnamakan Salafi ini. Mereka menuduh orang lain “ahli bid’ah”, padahal mereka itulah ahli bid’ah; mereka menuduh orang lain “hizbi”, padahal diri mereka sendiri a’zhamul hizbi minal ahzab (sebesar-besarnya hizbi sejati); mereka menuduh orang lain Khawarij, padahal tuduhan itu sejatinya lebih pantas mereka sandang sendiri. Dulu Khawarij menuduh Khalifah Ali (Ra) dan para Shahabat telah kafir, padahal kekafiran di pihak mereka sendiri.

12. Mereka memerangi Ahlul Islam dan membiarkan ahlul autsan (penyembah berhala). Ini perkara lain lagi yang sangat nyata dalam diri kaum Khawarij ini. Kerjaan mereka tidak pernah lepas dari memusuhi gerakan-gerakan Islam, memusuhi lembaga-lembaga Islam, memusuhi para dai dan individu-individu Muslim. Kerjaan mereka tidak lepas dari itu. Itulah “jihad akbar” mereka. Sekiranya mereka memegang kekuasaan, sangat yakin mereka akan memerangi saya, Anda, dan kita semua. Hanya soal waktu saja. Tetapi lihatlah, apakah mereka pernah merugikan orang kafir seperti itu? Tidak sama sekali. Mereka bikin Laskar Jihad (LJ) karena memang ada “pesanan” untuk menangkal RMS; selain itu, mereka ingin menjadi “pahlawan” biar dakwahnya sukses di Indonesia. Saya bersyukur kepada Allah, Laskar Jihad hancur lebur. Kalau tidak, Ummat Islam akan mengangkat mereka sebagai “pahlawan”. Sama saja dengan Ba’abduh, dia serang semua organisasi Islam di Indonesia yang tidak sesuai syahwatnya, adapun dia tidak tampak kontribusinya dalam mendakwahi orang-orang Hindu di Bali. Jember tempat Si Luqman Al Fasid ini kan sangat dekat dengan Bali.

13. Mereka sangat lancang di hadapan hujjah kebenaran. Jangankan pendapat saya, Anda, dan para dai di Indonesia, Al Qur’an dan Sunnah shahihah pun siap mereka belakangi, jika tidak sesuai hawa nafsunya. Banyak fatwa-fatwa ulama besar Saudi yang telah memperingatkan mereka, termasuk fatwa almarhum Syaikh Bin Baz (rah). Tetapi semua itu dilempar ke tong sampah. Namun kita jangan merasa heran dengan semua ini, sebab pendahulu mereka juga seperti itu. Dulu Dzul Khuwaisirah pernah menghardik Rasulullah (Saw): “Berbuat adil-lah kamu, Muhammad!” Dalam buku DSDB II, hal. 292-294 Ustadz Abduh menukil sebuah kejadian di kalangan Syaikh Rabi’ Cs. Disitu saja Rabi’ berani melecehkan Syaikh Bin Baz rahimahullah. Ya, begini ini modelnya kaum Khawarij.

14. Mereka bersikap sangat pecundang. Nah, ini salah satu ciri lain bahwa iman mereka telah rusak, yaitu sikap pecundang (pengecut). Mereka sangat berbisa mulut dan tulisan-tulisannya. Mereka perlakukan orang lain seperti boneka-boneka tak bernyawa. Ketika ditantang debat terbuka, tak mau; diajak dialog, tak mau; bahkan ditantang mubahalah, juga tak mau. Sangat menakjubkan, ketika mereka terdesak dalam perang pemikiran, mereka menyebarkan secara terbuka data-data informasi privacy keluarga kami. Bahkan terakhir, mereka memfitnah saya telah menawarkan kerjasama ke forum gereja, padahal saya menulis e-mail ke perusahaan-perusahaan dalam rangka muamalah bisnis. Sangat sangat sangat pecundang. Khawarij dulu juga begitu, mereka pecundang, suka dengan cara-cara yang sifatnya tidak ksatria. Mereka membunuh Khalifah Ali (Ra) dan hendak membunuh Amr bin Ash (Ra) dan Muawiyah (Ra).

15. Bagaimanapun, orang-orang ini sangat bodoh. Ini juga ciri lain dari Khawarij. Kalau Anda membaca buku MAT karya Si Dhalal Luqman Ba’abduh, Anda akan ketawa melihat cara dia menulis buku. Satu bagian membantah bagian yang lain. Dia mencela orang-orang yang menentang Dinasti Saud dengan celaan yang sangat sangat hebat, katanya memberontak kepada Ulil Amri. Tetapi saat yang sama dia menuduh Daulah Utsmani di Turki dengan perkataan “besi rongsokan yang jelek”. Padahal Daulah Utsmaniyyah adalah Ulil Amri kaum Muslimin, sebelum berdirinya Kerajaan Saudi. Si Fasid bin Dhalal, Luqman Ba’abduh itu, juga mencela habis-habisan Safar Hawali yang mengambil berita-berita dari orang kafir. Sementara Luqman sendiri dalam buku MAT juga mengambil berita dari CNN dan lainnya. Darimana dia tahu istilah “Attack” dari peristiwa WTC 11 September 2001 kalau tidak dari CNN? Banyak contoh lain. Ya begitulah Khawarij sejati, seperti para pendahulunya. Mereka tak mau makan korma yang ditemukan di jalan, takut syubhat; tetapi mereka berani membunuh putra Khabab bin ‘Arat (Ra) dan membunuh isterinya yang sedang hamil.

Saya tidak ragu untuk mengatakan bahwa orang-orang ini adalah KBS, Khawarij Berbaju Salafi. Mereka sama bahayanya dengan para penganut agama Liberal. Kalau Liberaliyun menyerang Islam dari luar, kaum KBS ini menyerang dari dalam.

Wallahu a’lam bisshawaab.

Ini adalah bagian dari jihad di jalan Allah Ar Rahiim, insya Allah. Maka aku tidak akan ragu untuk memasukinya. Akhirul kalam, tawakkaltu ‘alallah laa haula wa laa quwwata illa billah. Hasbunallah wa nikmal Wakil nikmal Maula wa nikman Nashir.

Ust Abu Bakar Baasyir Sesalkan Sikap Beberapa Pengurus MMI

Ust Abu Bakar Baasyir menyesalkan sikap beberapa pengurus MMI yang terkesan kurang jujur dan tidak terbuka dengan apa yang sebenarnya terjadi terhadap media. Karena yang di perlihatkan ke media seakan mereka menyesalkan keluarnya ustadz Abu dari MMI, padahal M.tholib dan Irfan S Awwas telah lama menginginkan ustadz Abu keluar dari MMI.

Dalam sebuah kesempatan bahkan Irfan S. Awwas pernah menyodorkan surat pengunduran diri yang di buat oleh dirinya lalu diatas namakan ustadz Abu yang kemudian meminta kepada beliau agar menandatangani surat tersebut. Walau demikian Ustadz Abu menolak untuk menandatangani surat yang terkesan menutupi hakikat yang terjadi di tubuh MMI tersebut dan membuat surat pengunduran diri sendiri yang lebih jujur dan terbuka.

Ketidak jujuran para pengurus itu dalam berbagai hal terkait pelaksanaan konggres juga di sayangkan. Sikap-sikap demikian bahkan telah mendzolimi para pengurus-pengurus di daerah yang biasanya langsung di pecat jika tidak mengikuti kehendak Irfan S. Awwas dan M. Tholib.

“Sistem kepemimpinan tangan besi ini memang sudah lama berjalan” demikian kata ustadz Abdul Rahim putra bungsu Ust Abu yang juga pernah menjadi anggota pengurus MMI LPD solo. “Daerah yang ingin mendeklarasikan cabang di minta untuk menyusun pengurusnya sendiri, tetapi dalam proses pengesahan terjadi pengubahan anggota pengurus sekehendak perutnya pengurus Lajnah Tanfiziyah, dan jika kita tidak menerimanya maka kepengurusan cabang tidak akan disahkan seperti yang terjadi pada LPD solo sendiri. Inilah model kepengurusannya.” kata beliau.

Ustadz Abdul Rahim juga menambahkan adanya beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait aset yang seharusnya milik MMI yang diatas namakan yayasan milik Irfan dan M. tholib. “Mungkin merekalah yang di maksud oleh M.Tholib dengan apa yang di sebutnya “para oportunis yang cari duit” dalam sebuah wawancaranya dengan majalah Gatra.(infojihad.com/abbcenter)